Hujan dua malam ini, memaksaku bercumbu dengan kampus lebih lama. Saat ini dibawah atap fisipol yang sedang bertarung dengan air hujan, aku mengingat sebuah kata. Setahun yang lalu, aku dan teman-teman sepakat menempuh jalan berat. Bagiku pribadi, tujuannya cuma satu : Agar tak ada yang bisa meremehkan kami lagi. Aku sadar, dengan presensi kehadiran di kelas yang jarang sekali terisi, tak sedikit yang kemudian memandang kami sebelah mata. Bahkan, ada yang menyebut kami hanyalah sebatas lelucon masa kini. Untuk itulah penting menurutku buat kami lepas landas dari "tanah asing" begitu aku menyebutnya. Aku berada di kota ku sendiri, rumah selama 19 tahun (kala itu) namun aku merasa asing. Pernah aku berpikir untuk pergi, tapi kehadiran adik-adik tingkat baru yang lucu-lucu, juga ikrar perjuangan yang terucap, membuat ku mengurungkan niatku sendiri. Jalan ini akan kita tempuh dan akan membawa kita menuju sesuatu hal yang lebih baik, lebih indah.
Waktu berlalu, dan aku tidak pernah merasa sebergairah itu di kampus. Pernah kalian ngopi sampai subuh? Membicarakan tentang perjuangan itu sendiri? Hampir setiap malam kami menyapa angin malam, mengucapkan salam kepada rembulan, memaksa batas diri untuk organisasi kami yang harapannya akan menjadi lebih baik, dan aku bahagia, karena kami memang membuka ruang, sebuah ruang yang kami beri nama Ruang Bahagia.
Sayang, sebuah kenyataan pahit terjadi, kami belum sempat terjun ke kontestasi yang sebenarnya. Kami terpaksa pamit pulang terlebih dahulu. Keputusan yang berat karena kami harus memilih untuk menjadi seorang oportunis, atau moralis. Menjadi orang jahat demi kepuasan pribadi, atau tetap pada pendirian dan idealisme kami. Akhirnya, Ruang Bahagia secara de facto, berakhir saat itu. Hanya terimakasih yang bisa aku berikan kepada teman-teman RB yang masih memperjuangkan RB sampai titik terakhir, sampai akhirnya waktu berbisik di telinga kami. "Saatnya untuk berhenti." Katanya.
Tahun berlalu, diri juga berproses. Aku bertemu orang-orang baru dan aku memutuskan untuk masuk lagi kedalam muara perjuangan itu, yang menyebut dirinya sebagai Melebur Bersama. Kita bukan ingin menjadikan semua orang satu, kita ingin menanggalkan segala identitas, dan mementingkan kepentingan bersama. Setidaknya itulah Melebur Bersama versiku.
Sementara, gairah ku kembali lagi. Sedari dahulu, aku selalu suka dengan kebersamaan dan perjuangan. Kalian boleh anggap aku pembohong, tapi aku tidak mungkin ingkar dari sebuah perjuangan, dan aku bersumpah, aku mengangkat topi setinggi-tinggi nya untuk kalian yang mau berjuang bersama lagi, tanpa mengingkari kata berjuang itu sendiri.
.
Paragraf terakhir membawa ku kembali kepada saat ini, detik ini, hujan dan sendu di fakultasku yang kelabu. Aku sadar, Melebur Bersama bukanlah Ruang Bahagia. MB tidak akan pernah bisa menjadi RB, begitupun RB tidak akan pernah bisa menjadi MB. Tapi, sekali lagi aku angkat topi untuk teman-teman Melebur Bersama yang masih berjuang bersama ku sampai detik ini, H-1 pemilihan. Untuk angkatan 2017, percayalah, pemilihan umum komap ini juga baru pertama kali dirasakan oleh angkatan 2015 dan 2016. Maka dari itu, ayo bersama-sama kita tuntaskan nafsu kita dan curi hari esok! Kita Semua Pasti Bisa! dan, Jangan Lupa Bahagia!