Rabu, 22 Desember 2021

Aku Ingin Lepas dari Tali yang Terus Mengikat

Ada sebuah titik dalam hidup yang membuatmu tertambat. Entah sudah berapa kali jarum jam berputar, kamu selalu kembali ke titik itu. Tidak sendirian, namun ditemani berjuta pengandaian dan skenario dalam kepala. Semua hal yang terasosiasi dengan titik itu masih bisa kamu temukan. Cukup mudah bahkan. Akan tetapi, rasanya tidak pernah sama karena kamu menjalaninya dengan berbeda, tidak seperti yang kamu bayangkan. Tidak berangkat dari momen yang tepat dengan orang yang tepat.


Bagiku, titik itu terjadi ketika aku sedang menjalani masa KKN. Mungkin teman-temanku sudah bosan dengan cerita ini, ya mau bagaimana, aku tertambat pada masa itu. Puluhan lagu, belasan judul film dan seri, selalu membuatku kembali pada titik itu. Suatu masa di mana segala tanda tanya terjawab. Sebuah waktu saat keinginan-keinginan berwujud fantasi akhirnya tidak hanya sebatas mimpi. Orang yang tepat, dalam waktu yang tepat. Dalam hidupku, tidak ada lagi yang paling ideal selain 50 hari yang aku alami.


Banyak kertas kosong dan telinga yang telah mendengar betapa bodohnya aku saat itu. Namun, aku tidak akan pernah merasa cukup menuangkannya. Kamu masih ada, tempat yang menjadi latar kisah kita juga masih mengeluarkan bau tembakau di lereng Merbabu. Aku selalu bisa mengenangnya. Aku selalu bisa mengunjungi pedagang kaki lima yang menjajakan kelapa hijau yang kita nikmati suatu sore. Aku masih bisa pergi ke kota sebelah, ke sebuah pusat perbelanjaan dan bernyanyi sepuasnya di sebuah tempat karaoke. Bahkan, aku masih bisa melihatmu lewat berbagai macam kanal sosial media. Masih bisa. Tempatnya masih ada, kamu juga masih ada.


Sayangnya, kamu adalah orang yang sama dengan jiwa yang berbeda. Tempat-tempat itu adalah tempat yang sama dengan suasana yang hampa tanpa diisi kita-- aku dan kamu yang itu.


Aku masih tertambat. Bukan pada sosokmu, namun pada jiwamu yang waktu itu. Aku masih tertambat bukan atas dirimu, namun atas kenangan kita saat itu. Berapa kali juga aku coba rapikan benang yang kusut, simpulnya tidak pernah terurai. Karena kamu yang dulu hanya hidup dalam kenanganku. Kamu yang dulu hanya ada saat aku mengenang.


Aku sudah lama memahami ini, namun baru kali ini aku menulisnya dalam sebuah tanya. Lantas apa bedanya kamu yang waktu itu dengan sosok yang terkubur di bawah batu nisan?


Aku hanya bisa mengenang. Aku tidak akan pernah bisa kembali lagi bersamamu dan kenangan yang kau bawa mati.

Senin, 06 Desember 2021

It's a Wrap!

Ada 7,9 miliar manusia di bumi saat ini. Artinya secara matematis dalam satu hari kita bisa bertemu sekitar 300 ribu orang yang berbeda sepanjang hidup. Agak mind blowing memang kalau membayangkan ratusan ribu manusia hanya akan kita lihat satu kali dalam hidup. Angka yang sebenarnya tidak hanya sekadar angka. Ada kisah hidup di baliknya, ada keluarga yang sedang diperjuangkannya, ada kisah cinta yang ia simpan, dan dari angka-angka tersebut, pasti ada satu dua manusia yang membuat tatapan kita teralih sembari mengagumi betapa eloknya mereka.

Raditya Dika dalam bukunya pernah menulis bahwa sepanjang ia hidup, ada tiga wanita asing yang menarik perhatiannya, benar-benar membuat hatinya tercurah dalam tatapan. Namun, seperti banyaknya angka, tiga wanita itu hanya menjadi statistik yang tersimpan di Badan Statistik Nasional, setidaknya bagi Raditya Dika. Aku juga pernah mengalaminya. Bahkan tidak hanya tiga kali. Ada beberapa wanita yang hanya aku temui beberapa menit saja, namun masih membekas sampai beberapa waktu. 

Semester ini, konsep itu terjadi lagi. Namun, aku dan wanita itu bukanlah dua orang asing yang bertemu selama beberapa menit saja di sebuah café sembari menunggu minuman yang dipesan. Aku dan wanita itu bukanlah dua penumpang yang kebetulan berada dalam pesawat yang sama. Nyatanya, aku dan wanita itu kebetulan tergabung dalam satu kelas yang sama dan itu artinya, kami adalah dua orang asing yang akan saling bertemu seminggu satu kali selama empat bulan. 

Seperti umumnya pertemuan dua orang asing, akhirnya hari ini adalah hari terakhir aku akan melihat wanita itu untuk mungkin…. Seumur hidup? Entahlah, karena ya kami hanya dua orang asing yang kebetulan berada dalam daftar kertas yang sama. Beruntungnya, tidak seperti pertemuan singkat lain, aku memiliki waktu untuk menulis dokumen terakhir sebelum akhirnya tidak saling jumpa sampai mungkin… seumur hidup? 

Hai wanita asing yang empat bulan yang lalu belum pernah aku dengar namanya, 2021 adalah saat yang paling tidak aku inginkan untuk jatuh dalam satu kata klise yang biasa disebutkan orang untuk menggambarkan kasih sayang. Karena pada tahun ini, aku sedang dalam bentuk tubuhku yang paling buruk sejak aku menyelesaikan jenjang SMP. Jika ini adalah sebuah film, aku akan menjadi tokoh sampingan yang dalam setiap dialognya hanya akan terdengar kesedihan setelah dibully, dikucilkan, dan mendamba tokoh utama wanita namun dilirik saja tidak. 

Pada 2021, aku merasa aku terlalu tidak tahu diri untuk menyukai seseorang karena orang seperti aku ini memang hanya cocok menghabiskan malam di kamar dan mendambakan artis korea atau tokoh kartun, tidak cocok mendambakan wanita yang nyata. 

Sayangnya, aku tidak tahu diri dan malah menyukai sosok yang keberadaannya benar adanya. 

Dan aku mulai menyukai semua tentang wanita ini. Suaranya, papan dart di tembok belakang, gelang yang dipakai di pergelangan tangannya, rambutnya yang…. Indah. Semuanya. Dan wanita ini membuat tokoh sampingan tadi kembali merasa seperti tokoh utama. Dalam setiap pertemuan singkat, si tokoh sampingan punya alasan untuk menjadi yang terbaik, untuk menjadi tokoh yang berguna, dan untuk menjadi yang pantas mendapatkan dialog banyak dalam naskah-naskah yang ditulis. 

Maka dari itu, si tokoh sampingan ini akan mengucapkan terima kasih sebelum 4 bulan perkenalan ini akan berubah menjadi keasingan sampai setidaknya beberapa tahun ke depan. Terima kasih sudah menjadi alasan untuk tersenyum, untuk merasakan kupu-kupu, dan untuk percaya bahwa diri kita adalah tokoh utama dalam cerita kita sendiri.

Kamu dalam ceritaku, akan sama dengan wanita yang aku temui ketika menunggu minuman di café, hanya akan sama seperti penumpang dalam pesawat yang sama, atau wanita di pusat perbelanjaan. Bedanya, dengan mereka, panah hanya menghujamku selama beberapa menit saja. Namun denganmu, panah tertancap selama empat bulan dan sekarang panah terlepas seiring semester yang berakhir, seiring kau dan aku yang tidak menjadi kita.