Ada sebuah titik dalam hidup yang membuatmu tertambat. Entah sudah berapa kali jarum jam berputar, kamu selalu kembali ke titik itu. Tidak sendirian, namun ditemani berjuta pengandaian dan skenario dalam kepala. Semua hal yang terasosiasi dengan titik itu masih bisa kamu temukan. Cukup mudah bahkan. Akan tetapi, rasanya tidak pernah sama karena kamu menjalaninya dengan berbeda, tidak seperti yang kamu bayangkan. Tidak berangkat dari momen yang tepat dengan orang yang tepat.
Bagiku, titik itu terjadi ketika aku sedang menjalani masa KKN. Mungkin teman-temanku sudah bosan dengan cerita ini, ya mau bagaimana, aku tertambat pada masa itu. Puluhan lagu, belasan judul film dan seri, selalu membuatku kembali pada titik itu. Suatu masa di mana segala tanda tanya terjawab. Sebuah waktu saat keinginan-keinginan berwujud fantasi akhirnya tidak hanya sebatas mimpi. Orang yang tepat, dalam waktu yang tepat. Dalam hidupku, tidak ada lagi yang paling ideal selain 50 hari yang aku alami.
Banyak kertas kosong dan telinga yang telah mendengar betapa bodohnya aku saat itu. Namun, aku tidak akan pernah merasa cukup menuangkannya. Kamu masih ada, tempat yang menjadi latar kisah kita juga masih mengeluarkan bau tembakau di lereng Merbabu. Aku selalu bisa mengenangnya. Aku selalu bisa mengunjungi pedagang kaki lima yang menjajakan kelapa hijau yang kita nikmati suatu sore. Aku masih bisa pergi ke kota sebelah, ke sebuah pusat perbelanjaan dan bernyanyi sepuasnya di sebuah tempat karaoke. Bahkan, aku masih bisa melihatmu lewat berbagai macam kanal sosial media. Masih bisa. Tempatnya masih ada, kamu juga masih ada.
Sayangnya, kamu adalah orang yang sama dengan jiwa yang berbeda. Tempat-tempat itu adalah tempat yang sama dengan suasana yang hampa tanpa diisi kita-- aku dan kamu yang itu.
Aku masih tertambat. Bukan pada sosokmu, namun pada jiwamu yang waktu itu. Aku masih tertambat bukan atas dirimu, namun atas kenangan kita saat itu. Berapa kali juga aku coba rapikan benang yang kusut, simpulnya tidak pernah terurai. Karena kamu yang dulu hanya hidup dalam kenanganku. Kamu yang dulu hanya ada saat aku mengenang.
Aku sudah lama memahami ini, namun baru kali ini aku menulisnya dalam sebuah tanya. Lantas apa bedanya kamu yang waktu itu dengan sosok yang terkubur di bawah batu nisan?
Aku hanya bisa mengenang. Aku tidak akan pernah bisa kembali lagi bersamamu dan kenangan yang kau bawa mati.