Aku adalah seorang pengembara yang sudah bertahun-tahun meninggalkan rumahku. Entah untuk alasan apa aku terusir dan harus pergi saat itu. Kenapa aku harus terusir pergi? Yang jelas kala itu aku belum menyadari jawaban atas pertanyaanku Berat memang meninggalkan rumah yang sudah menyamankanku. Tempat pertama ku merasakan berbagai perasaan. Tempat pertama ku bergelut dengan dinamika perasaanku. Kali pertama aku tertawa dan menangis. Berat, semua berat. Ketika harus meninggalkannya, aku berjalan terseok, tak tahu harus kulangkahkan kemana kaki ku ini. Aku hanya bisa berdiam diri di sudut kota, mengamati diriku sendiri melalui pantulan air hujan yang tergenang di jalan raya. Terkadang aku dapat mengamati diriku lebih dalam lewat pantulan kaca mobil yang berhenti didepanku. Aku bahkan dapat merasakan air mataku turun, bersama hujan yang semakin lama semakin deras. Malam itu aku takut, aku tak siap menghadapi dunia, sendiri.
Seiring berjalannya waktu, beratus-ratus purnama aku lewati, puluhan musim berganti, aku mulai terbiasa dengan petualanganku. Aku mulai meyakinkan diriku sendiri untuk melangkahkan ragaku. Sang pengembara ini berjalan menjauhi rumahnya, bertemu orang baru, kisah baru, dan akhirnya menemukan tempat singgah baru. Cukup nyaman. Penatku selama ini seolah terangkat. Segala malam dingin dan sengatan mentari seakan aku temukan penawarnya. Di sini, aku mulai menghidupkan diriku lagi. Hatiku tak lagi mati, pikirku tidak lagi kosong. Aku mulai mencintai tempat singgahku ini.
Namun, seperti yang sudah aku rasakan dari awal, tempat singgah ku ini memang hanya untuk bersinggah sejenak, hanya untuk sekedar melepas penat. Semakin lama, aku semakin merasakan suatu hal. Aku merasa terasing di tempat singgahku ini. Keramahan rumah tidak aku temukan disini. Yang ada, aku malah merasa tidak menjadi diriku sendiri karena harus menyesuaikan orang lain, budaya lain, juga kehidupan yang lain yang tidak menyamankanku. Aku mulai merindukan rumahku lagi. Aku mulai menyadari nya, satu persatu. Dahulu, aku tidak memperlakukan rumah ku dengan baik. Aku cukup egois. Aku memang nyaman di rumahku dulu, sungguh. Namun, aku tidak menyamankan. Aku bahkan jauh dari kata menyenangkan. Roda berputar, aku berusaha menyamankan, aku berusaha menyenangkan, namun kecewa yang aku dapatkan. Sungguh saat ini aku merindukan rumahku. Tidak ada hal lain yang aku inginkan selain rumahku sendiri. Tak henti-henti nya aku menyalahkan diriku sendiri setiap hari atas ke bodohanku dahulu. Mungkin dulu aku tidak cukup dewasa untuk mengerti arti nya hubungan timbal balik. Aku tidak cukup dewasa untuk mengerti bahwa hidup ini bukan lah hanya satu sudut pandang, dan itu sudut pandangku. Hidup ini tidak hanya tentang aku, namun juga tentang orang lain.
Diliputi kerinduan, dan diusik oleh kenangan juga kebahagiaan masa silam, pagi itu, di kala sang surya belum menampakkan dirinya, aku memutuskan untuk pergi dari tempat singgahku. Aku akan berjalan terus melawan arah ku ketika menjauh. Aku harus pulang! Aku harus menemukan rumahku lagi!
Menemukannya tidak terlalu sulit, tidak sesulit ketika aku harus meninggalkannya. Aku bahagia, sungguh. Akhirnya aku berdiri disini lagi. Di tempat dimana bahagia ku pertama tercipta, juga jenjang menuju dewasa ku berproses. Rumahku menyambutku hangat. Aku bernostalgi, melepas semua kerinduan, juga menyambut semua harapanku. Sungguh aku berharap masa-masa indahku disini terulang kembali. Aku berharap dapat berada disini selamanya, seperti apa yang sudah gagal aku lakukan di masa lampau. Pengembara ini akhirnya kembali pulang.
Yang terjadi justru berkebalikan. Semakin aku merasakannya, semakin aku merasa hampa. Harapanku tidak tersambut oleh rasa ku sendiri. Aku merasa, rumahku sudah jauh berbeda. Bertahun tahun aku meninggalkannya, bertahun-tahun aku berproses, berdialektika dengan hidupku, hingga aku menyadari, bahwa ini sudah berbeda, jauh berbeda. Aku bahagia karna aku menemukannya, tempat semua kenangan ku berada, namun saat ini aku tidak merasakan apa-apa lagi. Aku tidak menemukan kenangan itu bertransformasi menjadi nyata. Kenangan itu justru terus hidup di hati, tidak di realita. Sedari dulu aku mendambakan saat-saat itu, aku mendambakan aku merasakan lagi saat-saat itu. Namun ketika aku sudah berada dirumah, aku merasa hampa. Semua itu tak terasa lagi.
Mungkin sama seperti koala dalam cerita Raditya Dika. Ia mengembara, dan ketika ia pulang ke habitatnya, ia hanya terduduk menjadi seekor koala yang hampa karna rumahnya sudah tidak seperti ketika ia tinggalkan, pohon-pohon sudah ditebang habis, dan ia hanya bisa menghidupi kenangan akan rumahnya dalam hati.
Aku, sang pengembara, memutuskan untuk tidak menetap selamanya dirumahku. Aku memang memiliki beragam kenangan dan masa-masa indah, namun aku sadar itu bagian dari masa lalu yang tidak mungkin kita hidupi kembali. Maka dari itu, aku keluar dari rumah dan mencari tempat pemberentianku selanjutnya, yang aku harap selamanya. Memang terkadang aku masih terusik dengan kenangan ku tentang rumahku tersebut, namun aku mulai belajar untuk menikmati nya, dan benar benar menjadikannya kenangan masa lalu.
Kini, aku beranjak.
Sebuah blog yang berisi cerita-ceritaku, mulai dari yang fiksi, kisah nyata, hingga karya berbentuk puisi. Selamat membaca!
Selasa, 26 Juli 2016
Selasa, 05 Juli 2016
Bulan Suci dan Refleksi Diri
5 Juli 2016 18:57
Sayup sayup terdengar suara takbir di kejauhan. Irama merdu yang selalu mengingatkanku kepada masa kecilku. Meneriakkan nya dari dalam masjid bersama kawan-kawan. Lantas keluar lalu berkeliling sembari terus berteriak melantunkan nada-nada yang pada dasarnya mendamaikan. Ingatanku terus bermain pada masa 5-10 tahun yang lalu. Menyusuri sepanjang bulan Ramadhan yang aku abdikan untuk masjid, untuk perumahanku. Reno kecil yang masih beruntung bisa mengumpulkan banyak cerita mengenai Ramadhan dan masa kecil. Bermain petasan selepas taraweh, contohnya. Dahulu, selepas sholat taraweh di masjid bersama teman teman adalah waktu paling menyenangkan. Kita tidak pernah tahu akan ada permainan apa setiap hari nya. Entah itu bermain bola, petasan, petak umpet atau lainnya. Yang pasti, setiap hari selepas taraweh kami selalu bermain dan bermain hingga kedua orang tua menyusul masing-masing dari kami dan menyuruh kami pulang. Sedikit beranjak dewasa, setiap menjelang buka kami mengurus TPA di masjid. Entah itu mengajar iqro' atau hanya sekedar duduk duduk mengawasi adek-adek kecil. Kegiatan selepas taraweh kami berganti menjadi lebih bermanfaat. Menghitung uang infak, lalu berbincang bersama teman-teman dan tadarus di masjid. Semua nya serba mengabdi untuk masjid. Tapi, apalah arti nya tanpa teman sebaya, tak jarang juga aku membolos dari kegiatan rutin itu hanya karna teman-teman tidak datang hahaha.
Keadaan berbeda, masa sma kami disibukkan dengan kegiatan kami masing masing. Kegiatan kami di masjid terbengkalai, tidak seperti tahun-tahun yang telah lalu. Taraweh tidak lagi memiliki daya tarik khusus karna memang aku dan kawan-kawanku tidak bisa berkumpul seperti dahulu lagi, hanya sesekali kami dapat bertegur sapa secara lengkap. Semakin berjalan nya waktu, kegiatan ku di bulan puasa diisi dengan buka bersama di luar. Orientasi ku dalam menyambut bulan puasa pun menjadi berbeda. Bulan puasa menjadi khas dengan buka bersama dan hangout bersama kawan-kawan. Namun, apapun kegiatan yang mengisi, setiap bulan puasa selalu memiliki keunikan dan daya tarik masing masing. Sejalan dengan kenangan yang kemudian diciptakan. Aku pernah menulis bahwa selain hujan, bulan Ramadhan adalah hal paling luar biasa untuk memanggil kembali kenangan, apapun itu.
Aku ingat betul, tahun lalu ketika sedang beribadah sholat Jumat, khotib berkata. "Bulan puasa adalah pertarungan sesungguhnya, bukan hanya latian. Tidak ada yang namanya pertarungan lebih lama dari latiannya. Apa yang kita dapat saat bulan ramadhan, adalah apa yang kita latih dari diri kita di 11 bulan lainnya." Tahun ini aku baru benar benar paham dan meng aamiini apa yang khotib tersebut sampaikan. Lantas, ramadhan tahun ini pantas aku beri judul apa? menurutku, Ramadhan kali ini adalah Jatuh, dan Bangkit. Tidak bisa aku pungkiri, beberapa bulan kebelakang, hubunganku dengan Allah sangat renggang, bahkan menurutku itu adalah yang terenggang semenjak aku kecil dan mulai mengenal islam. Aku selalu meyakini bahwa agama dan kepercayaan itu adalah urusan pribadiku denganNya. Namun yang selama ini aku lakukan, sangat tidak mencerminkan urusan pribadiku denganNya, karna pada fakta nya, jarang sekali aku bertemu denganNya dalam doa doa ku, karna untuk memanjatkan doa saja aku enggan.
Pada awal ramadhan, aku merasakan betul apa yang aku tuai dari latian ku yang cukup buruk tersebut. Kedua orang tua ku sakit saat itu, ramadhan yang aku idam idam kan tidak aku rasakan karena sehari hari aku harus berbakti kepada mereka, tidak bisa sembarang pergi seperti tahun tahun lalu. Aku ingat betul, dalam sepuluh hari pertama ku ramadhan aku merenungi apa yang aku tulis di awal paragraf sebelumnya. Saat itu aku merasa frustasi, bulan ini hanya setahun sekali, tapi apa iya aku harus melewati nya seperti ini? sekali lagi, bulan yang selalu aku idam idamkan tidak seperti ini. Perlahan aku mulai sadar, semua nya pasti ada sebab dan akibat. Seperti yang sudah aku tulis juga. Penyebab apa yang terjadi padaku kemarin adalah apa yang aku lakukan dari jauh hari, sungguh. Latian terburukku, benar benar latian terburukku. Saat itu aku ingin menulisnya, Namun tidak adil rasanya jika terlalu cepat memutuskan sebelum Allah selesai memberi kejutan di bulan suci ini.
Memasuki 10 hari kedua, perlahan keadaan sudah sedikit berbeda. Papa sudah sembuh sepenuhnya, mama masih sedikit kesusahan berjalan. Setiap sahur aku masih harus naik turun untuk menyiapkan beliau makan, namun tidak masalah. Aku masih bisa menikmati ramadhan versiku sendiri selepas dzuhur hingga malam. Perlahan ramadhan yang aku inginkan mulai kembali. Lebih lagi, seorang teman berhati mulia datang dan menawari ku sebuah kegiatan amal yang aku rasa sangat cocok dengan apa yang aku inginkan. Aku juga berpikir mungkin inilah kesempatan yang tepat untuk membalas apa yang telah aku lakukan dulu. Mungkin latihan ku tidak terlalu baik, namun dalam pertandingan ini, aku bisa memberikan yang terbaik, tidak harus menang, yang penting aku mencoba memberikan yang terbaik. Kemenangan hanyalah bonus. Seperti apa yang dilakukan Leicester City musim ini. Mereka memberikan apa yang terbaik, hingga akhirnya, mereka bisa mendapatkan apa yang diimpikan. Sama seperti Costa Rica di Piala Dunia 2014. Mereka memberikan yang terbaik dari apa yang mereka bisa berikan. Walaupun harusnya harus terhenti di perempat final, mereka tetap mencuri hati penontonnya.
Paruh kedua ramadhan tahun ini menurutku adalah waktu terbaik. Aku mendapatkan momen kebersamaan itu lagi, yang menurutku adalah arti sesungguhnya dari apa itu Ramadhan. Kesibukanku menjadi sangat menyenangkan dan Alhamdulillah, positif. Aku juga baru menyadari, apa yang aku dapat di awal ramadhan justru menjadi momentum juga. Untuk tambah mendekatkan aku dan kedua orang tua, karna jika tidak seperti itu, tentu kami tidak mempunyai waktu karena sibuk oleh kegiatan masing-masing. Aku yang awalnya sedikit terpaksa mengantar mama untuk ke acara-acara buka bersama nya dengan berbagai kelompok pengajian dan arisan yang ia punya menjadi enjoy dan paham, apa itu kebersamaan dengan orang tua.
Tentu kita semua setuju bahwa Ramadhan adalah bulan yang sangat indah jika bisa memaknai nya dengan baik. Tuhan akan memberikan kita makna ramadhan hanya jika kita dapat merasa tertantang dan berlatih dengan baik 11 bulan sebelumnya. Kuncinya ada di HabluminaAllah dan Habluminannas. Harus seimbang, hubungan kepada Tuhan tidak akan sempurna tanpa hubungan baik kepada sesama manusia, begitu sebaliknya.
Terlepas dari itu semua, Ramadhan ini aku belajar, bahwa apa yang selama ini aku pegang tidak lengkap. Prinsipku yang mengatakan bahwa hubungan kepada sesama manusia dan kepada Allah harus baik aku rasa kurang kurang sempurna karna aku tidak mencoba mendekatkan diri kepada Allah. Memang benar, Agama adalah urusan pribadi kita dengan Tuhan. Yang kita bawa keluar adalah hubungan kita kepada sesama manusia. Orang lain tidak akan menilai kita dari agama, mereka akan menilai kita dari kebaikan yang kita lakukan. Namun, sebagai umat beragama, itu tidak cukup. Karna kita butuh berhubungan dengan Tuhan. Hanya untuk kita dan Tuhan, tak perlu menyertakan orang lain, maupun memaksakan orang lain. Ramadhan ini telah usai bersama makna dan pembelajaran yang aku petik. Semoga Allah terus memberikanku kebaikan untuk aku bagi kepada orang lain, ataupun untuk diriku sendiri dalam menjumpaiMu.
Terakhir, aku mengucapkan kepada kalian semua yang baca postingan ini, kalo aku banyak salah aku minta maaf. Sungguh aku tidak bermaksud menyakiti kalian semua hehee, tapi ya namanya khilaf wkwk. Selamat lebaran 1437 Hijriah, kawan kawan. Selamat berkumpul bersama keluarga, nikmatilah momen ini, karna memang hal seperti ini yang kita semua rindukan. Jangan lupa, renungi lah apa sebab dan akibat yang kalian dapatkan di Ramadhan taun ini. Hingga selepas ini semua, banyak kebaikan yang bisa kita bagi bersama.
Salam!
Reno Fandelika, yang masih ingin selalu belajar, juga berbuat kebaikan
Sayup sayup terdengar suara takbir di kejauhan. Irama merdu yang selalu mengingatkanku kepada masa kecilku. Meneriakkan nya dari dalam masjid bersama kawan-kawan. Lantas keluar lalu berkeliling sembari terus berteriak melantunkan nada-nada yang pada dasarnya mendamaikan. Ingatanku terus bermain pada masa 5-10 tahun yang lalu. Menyusuri sepanjang bulan Ramadhan yang aku abdikan untuk masjid, untuk perumahanku. Reno kecil yang masih beruntung bisa mengumpulkan banyak cerita mengenai Ramadhan dan masa kecil. Bermain petasan selepas taraweh, contohnya. Dahulu, selepas sholat taraweh di masjid bersama teman teman adalah waktu paling menyenangkan. Kita tidak pernah tahu akan ada permainan apa setiap hari nya. Entah itu bermain bola, petasan, petak umpet atau lainnya. Yang pasti, setiap hari selepas taraweh kami selalu bermain dan bermain hingga kedua orang tua menyusul masing-masing dari kami dan menyuruh kami pulang. Sedikit beranjak dewasa, setiap menjelang buka kami mengurus TPA di masjid. Entah itu mengajar iqro' atau hanya sekedar duduk duduk mengawasi adek-adek kecil. Kegiatan selepas taraweh kami berganti menjadi lebih bermanfaat. Menghitung uang infak, lalu berbincang bersama teman-teman dan tadarus di masjid. Semua nya serba mengabdi untuk masjid. Tapi, apalah arti nya tanpa teman sebaya, tak jarang juga aku membolos dari kegiatan rutin itu hanya karna teman-teman tidak datang hahaha.
Keadaan berbeda, masa sma kami disibukkan dengan kegiatan kami masing masing. Kegiatan kami di masjid terbengkalai, tidak seperti tahun-tahun yang telah lalu. Taraweh tidak lagi memiliki daya tarik khusus karna memang aku dan kawan-kawanku tidak bisa berkumpul seperti dahulu lagi, hanya sesekali kami dapat bertegur sapa secara lengkap. Semakin berjalan nya waktu, kegiatan ku di bulan puasa diisi dengan buka bersama di luar. Orientasi ku dalam menyambut bulan puasa pun menjadi berbeda. Bulan puasa menjadi khas dengan buka bersama dan hangout bersama kawan-kawan. Namun, apapun kegiatan yang mengisi, setiap bulan puasa selalu memiliki keunikan dan daya tarik masing masing. Sejalan dengan kenangan yang kemudian diciptakan. Aku pernah menulis bahwa selain hujan, bulan Ramadhan adalah hal paling luar biasa untuk memanggil kembali kenangan, apapun itu.
Aku ingat betul, tahun lalu ketika sedang beribadah sholat Jumat, khotib berkata. "Bulan puasa adalah pertarungan sesungguhnya, bukan hanya latian. Tidak ada yang namanya pertarungan lebih lama dari latiannya. Apa yang kita dapat saat bulan ramadhan, adalah apa yang kita latih dari diri kita di 11 bulan lainnya." Tahun ini aku baru benar benar paham dan meng aamiini apa yang khotib tersebut sampaikan. Lantas, ramadhan tahun ini pantas aku beri judul apa? menurutku, Ramadhan kali ini adalah Jatuh, dan Bangkit. Tidak bisa aku pungkiri, beberapa bulan kebelakang, hubunganku dengan Allah sangat renggang, bahkan menurutku itu adalah yang terenggang semenjak aku kecil dan mulai mengenal islam. Aku selalu meyakini bahwa agama dan kepercayaan itu adalah urusan pribadiku denganNya. Namun yang selama ini aku lakukan, sangat tidak mencerminkan urusan pribadiku denganNya, karna pada fakta nya, jarang sekali aku bertemu denganNya dalam doa doa ku, karna untuk memanjatkan doa saja aku enggan.
Pada awal ramadhan, aku merasakan betul apa yang aku tuai dari latian ku yang cukup buruk tersebut. Kedua orang tua ku sakit saat itu, ramadhan yang aku idam idam kan tidak aku rasakan karena sehari hari aku harus berbakti kepada mereka, tidak bisa sembarang pergi seperti tahun tahun lalu. Aku ingat betul, dalam sepuluh hari pertama ku ramadhan aku merenungi apa yang aku tulis di awal paragraf sebelumnya. Saat itu aku merasa frustasi, bulan ini hanya setahun sekali, tapi apa iya aku harus melewati nya seperti ini? sekali lagi, bulan yang selalu aku idam idamkan tidak seperti ini. Perlahan aku mulai sadar, semua nya pasti ada sebab dan akibat. Seperti yang sudah aku tulis juga. Penyebab apa yang terjadi padaku kemarin adalah apa yang aku lakukan dari jauh hari, sungguh. Latian terburukku, benar benar latian terburukku. Saat itu aku ingin menulisnya, Namun tidak adil rasanya jika terlalu cepat memutuskan sebelum Allah selesai memberi kejutan di bulan suci ini.
Memasuki 10 hari kedua, perlahan keadaan sudah sedikit berbeda. Papa sudah sembuh sepenuhnya, mama masih sedikit kesusahan berjalan. Setiap sahur aku masih harus naik turun untuk menyiapkan beliau makan, namun tidak masalah. Aku masih bisa menikmati ramadhan versiku sendiri selepas dzuhur hingga malam. Perlahan ramadhan yang aku inginkan mulai kembali. Lebih lagi, seorang teman berhati mulia datang dan menawari ku sebuah kegiatan amal yang aku rasa sangat cocok dengan apa yang aku inginkan. Aku juga berpikir mungkin inilah kesempatan yang tepat untuk membalas apa yang telah aku lakukan dulu. Mungkin latihan ku tidak terlalu baik, namun dalam pertandingan ini, aku bisa memberikan yang terbaik, tidak harus menang, yang penting aku mencoba memberikan yang terbaik. Kemenangan hanyalah bonus. Seperti apa yang dilakukan Leicester City musim ini. Mereka memberikan apa yang terbaik, hingga akhirnya, mereka bisa mendapatkan apa yang diimpikan. Sama seperti Costa Rica di Piala Dunia 2014. Mereka memberikan yang terbaik dari apa yang mereka bisa berikan. Walaupun harusnya harus terhenti di perempat final, mereka tetap mencuri hati penontonnya.
Paruh kedua ramadhan tahun ini menurutku adalah waktu terbaik. Aku mendapatkan momen kebersamaan itu lagi, yang menurutku adalah arti sesungguhnya dari apa itu Ramadhan. Kesibukanku menjadi sangat menyenangkan dan Alhamdulillah, positif. Aku juga baru menyadari, apa yang aku dapat di awal ramadhan justru menjadi momentum juga. Untuk tambah mendekatkan aku dan kedua orang tua, karna jika tidak seperti itu, tentu kami tidak mempunyai waktu karena sibuk oleh kegiatan masing-masing. Aku yang awalnya sedikit terpaksa mengantar mama untuk ke acara-acara buka bersama nya dengan berbagai kelompok pengajian dan arisan yang ia punya menjadi enjoy dan paham, apa itu kebersamaan dengan orang tua.
Tentu kita semua setuju bahwa Ramadhan adalah bulan yang sangat indah jika bisa memaknai nya dengan baik. Tuhan akan memberikan kita makna ramadhan hanya jika kita dapat merasa tertantang dan berlatih dengan baik 11 bulan sebelumnya. Kuncinya ada di HabluminaAllah dan Habluminannas. Harus seimbang, hubungan kepada Tuhan tidak akan sempurna tanpa hubungan baik kepada sesama manusia, begitu sebaliknya.
Terlepas dari itu semua, Ramadhan ini aku belajar, bahwa apa yang selama ini aku pegang tidak lengkap. Prinsipku yang mengatakan bahwa hubungan kepada sesama manusia dan kepada Allah harus baik aku rasa kurang kurang sempurna karna aku tidak mencoba mendekatkan diri kepada Allah. Memang benar, Agama adalah urusan pribadi kita dengan Tuhan. Yang kita bawa keluar adalah hubungan kita kepada sesama manusia. Orang lain tidak akan menilai kita dari agama, mereka akan menilai kita dari kebaikan yang kita lakukan. Namun, sebagai umat beragama, itu tidak cukup. Karna kita butuh berhubungan dengan Tuhan. Hanya untuk kita dan Tuhan, tak perlu menyertakan orang lain, maupun memaksakan orang lain. Ramadhan ini telah usai bersama makna dan pembelajaran yang aku petik. Semoga Allah terus memberikanku kebaikan untuk aku bagi kepada orang lain, ataupun untuk diriku sendiri dalam menjumpaiMu.
Terakhir, aku mengucapkan kepada kalian semua yang baca postingan ini, kalo aku banyak salah aku minta maaf. Sungguh aku tidak bermaksud menyakiti kalian semua hehee, tapi ya namanya khilaf wkwk. Selamat lebaran 1437 Hijriah, kawan kawan. Selamat berkumpul bersama keluarga, nikmatilah momen ini, karna memang hal seperti ini yang kita semua rindukan. Jangan lupa, renungi lah apa sebab dan akibat yang kalian dapatkan di Ramadhan taun ini. Hingga selepas ini semua, banyak kebaikan yang bisa kita bagi bersama.
Salam!
Reno Fandelika, yang masih ingin selalu belajar, juga berbuat kebaikan
Sabtu, 02 Juli 2016
Indonesia Kecil Tanpa Bahagia
26 Juni 2016. Di waktu senja menyapa Indonesia
Ketika aku melihat air matanya
Aku melihat air mata Indonesia
Juga air mata pendiri bangsa seraya berkata
"Ada apakah dengan bangsaku yang dulu merdeka?"
Aku dapat menghirup angannya yang pupus
Angan Indonesia yang jatuh dengan pedang menghunus
Bersama cita-cita mulia yang mati
Mati di tangan rakus para tikus
Dirinya masih cukup kecil
Untuk menyadari beban hidupnya yang tidak kecil
Tangannya masih cukup renta
Untuk dapat menghidupi mimpi keluarga
Debu dan polusi udara adalah teman bermainnya
Jalanan adalah tempat bermai, juga tempat tumbuhnya mimpi
Bangku sekolah adalah kemustahilan
Putih Merah ditubuhnya hanya menjadi keistimewaan
Dirinya hanya seorang anak yang berhak tumbuh sewajarnya
Dirinya hanya seorang anak yang berhak bahagia
Tertawa, tertawa, dab tertawa
Bukan menangis di bawah jembatan ini, bersama masa denpannya yang tdiak tahu dimana
Ketika aku melihat air matanya
Aku melihat air mata Indonesia
Juga air mata pendiri bangsa seraya berkata
"Ada apakah dengan bangsaku yang dulu merdeka?"
Aku dapat menghirup angannya yang pupus
Angan Indonesia yang jatuh dengan pedang menghunus
Bersama cita-cita mulia yang mati
Mati di tangan rakus para tikus
Dirinya masih cukup kecil
Untuk menyadari beban hidupnya yang tidak kecil
Tangannya masih cukup renta
Untuk dapat menghidupi mimpi keluarga
Debu dan polusi udara adalah teman bermainnya
Jalanan adalah tempat bermai, juga tempat tumbuhnya mimpi
Bangku sekolah adalah kemustahilan
Putih Merah ditubuhnya hanya menjadi keistimewaan
Dirinya hanya seorang anak yang berhak tumbuh sewajarnya
Dirinya hanya seorang anak yang berhak bahagia
Tertawa, tertawa, dab tertawa
Bukan menangis di bawah jembatan ini, bersama masa denpannya yang tdiak tahu dimana
Langganan:
Postingan (Atom)