Senin, 03 Agustus 2020

Selasar Fakultasku, Tepat Tiga Tahun Lalu

Bagaimana aku bisa lupa hari itu. Setelah sekian lama tidak muncul, akhirnya aku kembali lagi ke kampus. Meskipun malas, meskipun hawa liburan masih belum bisa lepas, kewajiban tidak bisa aku abaikan. Hari itu rapat besar ospek tingkat fakultas akan digelar. Bagi yang lain, ini sudah kali kesekian liburan terganggu untuk persiapan menyambut mahasiswa baru. Beruntung bagiku, posisi Steering Commitee membuatku tidak banyak mengorbankan waktu liburan. Aku, dan beberapa SC lain, hanya sibuk bekerja pada awal proses ini dimulai; merumuskan nilai yang akan dibawa untuk ospek tersebut, menunjuk ketua pelaksana, membentuk panitia inti, dan selebihnya fungsi kita hanya mengawasi.

Aku tidak ingat apa saja yang aku kerjakan, ingatanku menuntunku sampai di beberapa menit sebelum momen itu terjadi. Rapat akan segera dimulai di selasar barat kampus. Aku dan teman-teman yang sedang mengobrol di taman pun langsung terpanggil. Dengan malas, aku meninggalkan tempat duduk yang terasa cukup nyaman kemudian mengekor di belakang teman-teman yang lain. Beberapa langkah, aku tidak merasakan apa-apa kecuali rasa malas. Sampai akhirnya ketika kaki kananku menginjak tangga menuju selasar, aku menyadari sesuatu, aku menemukan sesuatu, perhatianku tercuri oleh sosok yang melangkah di depanku. Lalu aku merasa waktu berjalan begitu lambat ketika aku menatapnya, bahkan hanya bagian belakang tubuhnya.

Jika ini adalah sebuah film, maka ini saatnya si tokoh utama menemukan belahan jiwanya yang akan ia perjuangkan di sepanjang cerita. Inilah saat di mana Tom Hansen berdiri di sebuah lift kemudian Summer menyapanya. Atau ini adalah saat di mana Joe Goldberg menemukan wanita incarannya dan mulai melakukan monolog dalam hati, tepat seperti itulah aku ketika menemukanmu. "Well, hello, you."  kataku. Sepatu vans old skool black n white tidak pernah menarik perhatianku, tidak sebelum aku melihatnya dipakai olehmu. Sepatu sejuta insan itu terasa sangat-sangat spesial. Mungkin itu karena celana legging hitam yang kamu kenakan tampak berpadu cukup sempurna. Dilengkapi kaos hitam yang kamu kenakan, juga rambut panjang yang kamu biarkan terurai. Sederhana namun mempesona. Bahkan aku belum melihat parasmu, bahkan aku belum dengar suaramu, bahkan aku belum tahu pribadimu, namun aku sudah jatuh. Secepat itu aku jatuh. Namun, bukankah rasa suka memang bisa datang seperti itu? 

Lalu yang terjadi setelahnya adalah sejarah. Yang terjadi selanjutnya adalah jawaban atas pertanyaan "apa momen di hidupmu yang membuatmu menjadi pribadi yang berbeda dari sebelumnya?" 

Menyukaimu, mengagumimu, jatuh hati, berharap, dan hancur. Kamu membuatku merasakan segala rasa, membuatku berharap ketika suatu malam kamu datang. Lalu kamu bercerita semua tentang hidupmu; tentang mobilmu yang kamu beri nama, ketika botol minummu disembunyikan temanmu, atau ketika kamu tidak bisa datang pada acara jurusan dan kamu harus mengganti kealphaanmu dengan belanja kebutuhan acara tersebut.

Kamu juga membuatku patah berkali-kali ketika pesanku kau abaikan begitu saja, ketika ajakan pergi dari ku kamu anggap bercanda, atau ketika kamu jatuh cinta tidak hanya sekali, namun dua kali, dengan mereka yang aku kenal, mereka yang aku anggap adik sendiri. 

Kamu membuatku menyesal setengah mati ketika ego menguasaiku dan pesan darimu tidak pernah datang lagi. Bahkan sampai saat ini kamu masih membuatku hancur ketika kamu bahkan tidak berkenan melihatku dalam sosial mediamu. 

Lagu Menepi tiba-tiba muncul saat aku menulis tulisan ini,

"Kau yang pernah singgah di sini, dan cerita yang dulu engkau ingatkan kembali. Tak mampu, aku tuk mengenang lagi. Biarkan kenangan kita, pupus di hati. Tak ada waktu kembali, untuk mengulang lagi. Mengenang dirimu di awal dulu. Ku tahu dirimu dulu hanya meluangkan waktu. Sekedar melepas kisah sedihmu.

Mencintai dalam sepi dan rasa sabar mana lagi yang harus kependam dalam mengagumi dirimu?"

Beberapa waktu lalu, seorang teman bertanya padaku, "siapa cewek yang sampai sekarang masih kamu pikirin terus, Ren?" Lalu aku menjawab namamu. Patah hati terbesar, alasan mengapa sepatu vans oldskool black n white ku menjadi sepatu kesayanganku. Karena dengan cara itu, aku mampu mengenangmu. 

Minggu, 26 April 2020

Sangkala (Sebuah Perjalanan)

Bandara terbesar di Indonesia ini sedang tidak terlalu padat, di terminal internasional hanya beberapa rombongan tur yang terlihat. Aku heran mengapa demikian, padahal sekarang sedang memasuki akhir tahun yang seharusnya dipenuhi orang-orang pergi berlibur. Mungkin karena waktu masih menunjukkan dini hari? Ah sial, iya benar ini dini hari dan rasa kantuk masih menguasai. Oleh karena itu aku memesan kopi di sebuah kedai 24 jam. Keputusan yang kemudian aku kutuk sendiri. Jantungku tidak henti-hentinya berdebar. Memang bukan kopi ini faktor utamanya, tapi tetap saja ia menambah sensasi menakutkan.

Hari ini, aku akan ikut tur ke Eropa bersama salah satu travel agent. Untuk pertama kalinya aku bisa bepergian ke luar negeri dengan uangku sendiri setelah menabung dari pertengahan tahun. Namun, bukan itu alasan utama mengapa jantungku berdebar. Tur ini, iya tur ini adalah alasannya. Travel agent yang sekarang aku pilih, memakai seorang selebgram (selebriti instagram) sebagai daya tarik utamanya. Bukan hanya sekadar model iklan, namun ia juga akan ikut serta dalam tur yang aku ikuti ini. Dara Ramadhan, selebgram tersebut.

Aku sudah mengikutinya di segala platform sosial media sejak tahun lalu dan tidak henti-hentinya mengunjungi laman instagram atau twitternya. Menunggu ia update instagram story, membuat tweet, bahkan menonton setiap live nya. Memang ini bukan pertama kalinya aku seperti ini dengan selebgram. Sudah sejak masa kuliah setiap tahun aku berhalu. Entah itu youtuber, selebgram, artis pemula, semua sudah pernah aku haluin. Akan tetapi, Dara ini berbeda, Dara ini paling lama. Dara ini menjadi motivasi terbesar aku menjalankan bisnis minuman di Jogja dengan baik. Pergi ke gym dua hari sekali, serta menjaga pola makan. Sebagai tambahan, sejak aku mendaftar tur ini semangatku untuk memperbaiki bentuk tubuh bertambah berkali-kali lipat.

Dan inilah saatnya, ketika langkahku berhenti di kamu. Melihatmu dari dekat sudah cukup membuat lidahku tercekat, terpukau selama beberapa saat, tidak tahu kata apa yang harus aku ucap. Lalu terjadilah momen itu, ketika kamu memandangku sesaat, tersenyum, dan kembali mengobrol dengan fanboy mu yang lain. Aku yakin sekali, alasan semua lelaki mengikuti tur ini adalah kamu.

Setelah bertemu dengan tur leader, aku memilih menepi, tidak ikut bergabung dalam rombongan fanboy yang sibuk cari perhatian. Justru, aku merasa kasihan denganmu. Beberapa waktu lalu, ketika kamu tidak bisa tidur, kamu sempat bercerita di twitter bahwa kamu tidak terlalu nyaman dengan keramaian, kamu masih kagok harus mengobrol dengan banyak orang, dan harus berbicara di depan banyak tatapan mata. Namun kamu harus melakukannya karena tuntutan pekerjaan. Maka, mana mungkin aku tambah mengganggumu. Lalu lantas, untuk apa aku mengikuti tur ini jika tidak ingin cari perhatian? Entahlah, memandangimu dari kejauhan saja sudah cukup. Aku sudah biasa seperti itu ketika menyukai seseorang.

-----

Aku terbangun ketika pesawat mendarat di Bangkok. Memang sebelum sampai ke tujuan pertama di Eropa, Munich, rombongan transit terlebih dahulu di Bangkok. Waktu transit sendiri adalah 9 jam. Sebuah waktu yang sangat lama. Oleh karena itu, peserta tur diarahkan menuju pusat kota untuk berjalan-jalan ke mal dengan akses menuju kota dari bandara menggunakan kereta bawah tanah. Keren sekali. Di Indonesia memang MRT seperti ini sudah ada, namun baru satu jalur saja.

Kemudian, di sinilah aku. Berdiri sendiri di Siam Paragon Mall Bangkok. Aku tidak terlalu suka belanja, hanya melihat-lihat di beberapa store yang familier, sampai tiba-tiba seseorang berdiri di depan ku. Dara. Tentu saja kita tidak sengaja berpapasan, maka dari itu aku hanya tersenyum dan mengangguk lalu bertekad melangkah lagi tapi suara nya menahanku.

"Mera, ya? Mera Aksara?" Bagaimana bisa kamu tahu namaku?  Oh kan kamu bisa liat di daftar orang yang mengikuti tur. Sialnya, pertanyaan sederhana itu membuat aku grogi parah.

"i-iya. Halo Dara, aku udah lama tahu kamu." Kataku akhirnya, malu-malu. Dia tertawa lalu menjawab, "Gue juga." aku tertawa, haha lucu sekali kamu. Eh tunggu... apa maksudnya?

------

Jogja, 11 tahun yang lalu.

Waktu sudah menunjukkan pukul 3 sore. Pada jam-jam seperti ini, di sebuah sekolah dasar swasta sedang ramai-ramainya. Ada beberapa kegiatan ekstrakulikuler dilakukan. Ada juga rombongan ibu-ibu yang sedang bergosip ria menunggu anak-anaknya pulang. Di parkiran, mobil dan motor sangat padat, datang dan pergi silih berganti. Namun di sebuah sudut sekolah, seorang anak perempuan yang merupakan siswi kelas 4 SD di sekolah tersebut sedang menangis tersedu-sedu. Hari itu, ia tidak sedang mengikuti ekstrakulikuler apapun. Namun seperti hari-hari biasa, orang tuanya terlambat menjemput. Meski demikian, bukan itu alasannya menangis. Beberapa saat yang lalu ketika yakin uang jajannya cupu, ia yang kehausan membeli minuman cokelat kesukaannya.

Sayang, anak perempuan paling menyebalkan di kelasnya ternyata belum pulang. "Wah enak banget minumannya, aku haus." Lalu dengan kepolosan anak kecil, ia merebut minuman itu dari si empunya dan dibawa lari sambil tertawa. Gadis itu sempat mengejar namun ia menyerah dan kemudian memilih menangis saja. Sial sekali harinya. "Kenapa sih papa mama tidak bisa menjemputku tepat waktu? Kenapa sih uang jajan yang diberikan pas-pasan? Dan kenapa aku harus kenal sama temen paling nyebelin itu?" Pikiran-pikiran itu menyebabkan tangisnya pecah sangat parah.

"Kamu itu enggak boleh ngerebut minuman temenmu sesukanya." Gadis itu melihat ke sebelah kanan, seorang anak lelaki bertubuh besar sedang menggandeng anak perempuan menyebalkan. "Tapi aku haus mas." Kata si menyebalkan itu memelas, gadis itu muak melihatnya. "Minta maaf cepetan." Ucap si bocah laki-laki.

Lalu si gadis dan si menyebalkan bersalaman. Entah ikhlas atau tidak, setelah bersalaman, si menyebalkan langsung lari. "Ini, aku baru beli, tapi kayaknya kamu lebih haus." Ucap si bocah laki-laki sembari memberi minuman cokelat kesukaan si gadis. "Beneran, mas?" Si bocah laki-laki mengangguk kemudian bertanya, "Kamu kelas berapa?" Setelah menyedot minumannya, si gadis menjawab dengan nada khas anak kecil lucu. "kelas 4." "Oh, aku kelas 6."

Lalu mereka mengobrol beberapa hal seperti alasan si gadis belum pulang, juga tentang ekstrakulikuler yang sedang diikuti si bocah.

"Yaudah, aku balik ke ekstra dulu ya. Besok-besok kalau belum dijemput, ke kantin aja. Biasanya aku di sana sama mama." Pamit si bocah.

Saat itu si gadis menyesal tidak menanyakan nama pelindungnya itu. Namun, bocah laki-laki itu menepati janjinya. Beberapa kali, sembari menunggu mamanya selesai bergosip ria, ia menemani si gadis di kantin ketika pulang sekolah.

Sayang, hal itu terjadi hanya beberapa bulan karena si bocah pelindungnya itu lulus dari sekolah dasar. Namun setidaknya ia sudah tahu namanya, Mera, Mera Aksara. Dan meskipun Mera tidak pernah bertanya namanya, namun Mera tahu nama gadis itu dari mamanya yang juga sempat beberapa kali mengobrol dengan si gadis, ia adalah Dara, Dara Ramadhan.

-----

"Hah, gimana maksudnya?" Aku bingung, namun sembari tertawa pelan agar masih terkesan ramah. "Gak papa gak penting." Dara diem sejenak, sebelum diam ini menjadi semakin canggung, Dara buka suara "Eh temenin gue yuk beli es cokelat." Ajak Dara. Hah? Apa ini? Aku bingung, sungguh bingung.

"Dulu waktu sd pernah ada yang ngasih gue minuman cokelat. Gue mau nostalgia aja." Lanjut Dara. Oh jadi itu alasannya, tapi kenapa sama aku? Kasian dong fanboy yang udah capek-capek cari perhatian?

"Es cokelat dari temen yang ngasih kamu itu berbekas banget ya kayaknya?" Tanyaku berbasa-basi masih merasa ini seperti mimpi. "Bukan karena es cokelatnya sih, lebih ke kenangannya." Dara menjawab sambil tersenyum. "Oh iya? Kenangannya apa?"Tanyaku penasaran.

"Dulu, si bocah laki-laki yang ngasih gue minuman itu, sama nyokapnya, beberapa kali nemenin gue waktu pulang sekolah soalnya bokap nyokap gue sukanya telat kalau jemput."

Tunggu-tunggu, kok aku kayak relate sama cerita ini? "Eh tunggu, kamu sd di mana?" Tanyaku. "Jogja." Jawabnya tersenyum sambil memandangku.

Hah? Aku membuka lemari kenangan dan menemukan sesuatu, si gadis yang nangis dulu itu?


------

Bocah laki-laki besar bernama Mera itu menjadi laki-laki pertama yang Dara suka. Bahkan, Dara bertekad melanjutkan ke SMP yang sama dengan Mera, namun, Dara harus pindah ke ibu kota saat melangkah ke jenjang selanjutnya. Mereka hanya berteman di facebook saja. Sayangnya Mera sepertinya tidak terlalu sadar dengan itu dan ketika Mera tidak lagi aktif bermain facebook, Dara kehilangan jejak.

Namun, Dara selalu mengingat nama itu. Mera Aksara, yang tiba-tiba muncul kembali di kolom notifikasi sosial medianya setahun yang lalu.

"Wah Mera follow gue!." Itu yang ada dipikiran Dara yang hampir menekan tombol follow juga. Sebelum akhirnya ada notifikasi lain dari nama yang sama, di twitternya.

"Ya Allah dek, cantik banget." Dara mendengus kesal. Lelaki itu tidak ingat dia rupanya. Niatnya ia urungkan. Sembari berharap, suatu saat ia dan Mera dipertemukan, dan Mera bisa memandangnya sebagai wanita biasa, wanita yang dulu pernah ia hibur dan selamatkan.

Selasa, 31 Maret 2020

Tentang Naskah Terindah Tuhan yang Aku Sia-siakan

Terkadang aku bersyukur, "untung aku tidak berakhir bersamamu. Jelas aku akan terkunci dan tidak bisa melanjutkan petualanganku."

Namun terkadang aku berpikir, jika saja aku tidak menjadi lelaki egois, lelaki pengecut yang terlalu takut dengan kata kehilangan, lelaki pecundang yang tidak tahu arti perjalanan, kita masih menyebut diri kita dengan kita.

Kau tetap akan pindah ke ibu kota dan kita menjalani hubungan jarah jauh dengan aku yang sering menyusulmu. Atau mungkin kau memutuskan untuk tinggal? Atau kita berdua lulus di waktu yang sama dan aku sudah berkuliah di sana, sementara kau bekerja. Hidup dalam satu kota, tidak ada masalah.

Aku mulai mengerti hidupmu dan teman-temanmu. Kau pun begitu. Kau tidak akan pergi ke pesta karena aku tidak suka. Malah, kita akan menghabiskan malam dan aku memberimu lantai dansa, seperti yang selalu kamu inginkan, menari dan berdansa.

Kau akan selalu menjadi sosok yang akhirnya aku temukan setelah 21 tahun mencari sosok idaman. Kau lah tuan putri yang selalu ada dalam cerita-cerita yang aku khayalkan akan terjadi. Kau lah jawaban dari segala pertanyaan.

Maka kita akan sering kembali ke tempat spesial, tempat di mana kita saling menemukan. Kita akan disambut tawa anak-anak yang haus rekognisi dan persetan dengan keinginanku menjadi artis, karena di sana aku sudah menjadi selebritis. Bersamamu, aku tak perlu ragu.

Tapi sekarang aku hanya berbaring di kamar dan sudah lama tidak mengunjungi tempat itu. Ingatan mereka tentang kita sudah hilang, diganti ingatan-ingatan lain yang mendewasakan. Anak-anak kelas yang sibuk meneriakkan aku dan kau menjadi kita sekarang sudah masuk masa remaja. Wow, mereka dulunya hanya anak kelas enam yang kita beri sedikit pengetahuan. Sekarang mereka mulai menulis cerita.

Ada banyak hal yang bisa aku tuangkan. Apalagi ketika aku sedang mengenang. Tapi entahlah. Cukup sekian untuk sesi mengenang kali ini.

Aku telah rela, namun tidak mungkin lupa. Dan saat aku tidak bisa lupa, tiba-tiba kau ada.

Kau yang dulu, yang waktu itu.