Makanan kesukaanmu sudah selesai aku masak
Lalu bersama aku dan kamu rasakan lagi damai diujung waktu
Karena senyum mu selalu berhasil mengulas hariku yang kelabu
Sudah ratusan senja berlalu dan aku menjelma rindu
Aku raih sosok mu yang dulu berhasil aku simpan di saku
Pahitnya, aku harus menghadapi kenyataan, bahwa itu bukan kamu
Aku harus kembali tersadar,bahwa kau lebih dari sekedar jauh
Kita pernah saling berjanji kan, dulu?
Kau yang akan selalu menunggu
Dan aku yang kelak akan menemukanmu
Tapi seperti pagi-pagi sebelumnya, aku harus terbangun dan mendapati waktu belum berpihak pada janji itu
Setelah ratusan malam yang berlalu, aku masih saja belum terbiasa menjalani hari tanpamu
Senyum mu ketika menyodorkan teh disetiap pagi kita masih menguasai lamunanku
Semua yang aku butuhkan sebenarnya hanyalah pulang dan aku selalu tahu kamu rumahku
Tapi mewakili semua kecewa yang telah lalu, rindu ku saja tidak cukup mengantarku
Sepanjang hari aku selalu terbayang senyum mu
Ketika lampu kamar meredup, aku mencoba membayangkan tawa mu
Yang ada malah otak ku memainkan romansa, segala hal yang pernah kita lewati berdua
Ketika aku masih ada disana dan memelukmu tanpa luka
Aku kira, rindu hanya omong kosong para pujangga saja
Aku kira, perjumpaan-perjumpaan kita lewat suara akan mengisi ruang hampa
Tapi pada akhirnya aku dan kamu tahu, itu semua tidak akan bisa
Pada akhirnya, aku harus menerima nyata bahwa merindukanmu adalah satu-satu nya hal yang merapuhkanku, selain kehilanganmu
Dan disaat mentari sudah kembali di singgasana nya di tengah hari
Saat api semangat dalam diriku terpaksa aku kobarkan lagi
Aku menundukkan wajah, melihat keras nya tanah yang menemani ku melangkah
Kemudian memaksakan senyum gusar, ya, setidaknya kita masih berdiri di tanah yang sama
Reno Fandelika, 29 Januari 2018, 08:33