Minggu, 28 Januari 2018

Kita Berjarak

Datang lah kesini barang sejenak
Makanan kesukaanmu sudah selesai aku masak
Lalu bersama aku dan kamu rasakan lagi damai diujung waktu
Karena senyum mu selalu berhasil mengulas hariku yang kelabu

Sudah ratusan senja berlalu dan aku menjelma rindu
Aku raih sosok mu yang dulu berhasil aku simpan di saku
Pahitnya, aku harus menghadapi kenyataan, bahwa itu bukan kamu
Aku harus kembali tersadar,bahwa kau lebih dari sekedar jauh

Kita pernah saling berjanji kan, dulu?
Kau yang akan selalu menunggu
Dan aku yang kelak akan menemukanmu
Tapi seperti pagi-pagi sebelumnya, aku harus terbangun dan mendapati waktu belum berpihak pada janji itu

Setelah ratusan malam yang berlalu, aku masih saja belum terbiasa menjalani hari tanpamu
Senyum mu ketika menyodorkan teh disetiap pagi kita masih menguasai lamunanku
Semua yang aku butuhkan sebenarnya hanyalah pulang dan aku selalu tahu kamu rumahku
Tapi mewakili semua kecewa yang telah lalu, rindu ku saja tidak cukup mengantarku

Sepanjang hari aku selalu terbayang senyum mu
Ketika lampu kamar meredup, aku mencoba membayangkan tawa mu
Yang ada malah otak ku memainkan romansa, segala hal yang pernah kita lewati berdua
Ketika aku masih ada disana dan memelukmu tanpa luka

Aku kira, rindu hanya omong kosong para pujangga saja
Aku kira, perjumpaan-perjumpaan kita lewat suara akan mengisi ruang hampa
Tapi pada akhirnya aku dan kamu tahu, itu semua tidak akan bisa
Pada akhirnya, aku harus menerima nyata bahwa merindukanmu adalah satu-satu nya hal yang merapuhkanku, selain kehilanganmu

Dan disaat mentari sudah kembali di singgasana nya di tengah hari
Saat api semangat dalam diriku terpaksa aku kobarkan lagi
Aku menundukkan wajah, melihat keras nya tanah yang menemani ku melangkah
Kemudian memaksakan senyum gusar, ya, setidaknya kita masih berdiri di tanah yang sama

Reno Fandelika, 29 Januari 2018, 08:33

Sabtu, 20 Januari 2018

Kamu Petualanganku

Bandung selalu teduh dan aku selalu rindu
Berdiri di bangunan tua itu mencoba membasuh peluh
Kemudian duduk di Braga dengan sebuah tanya
Kemana aku harus pulang jika kelak kau menghilang?

Sepanjang aku jauh melangkah 
Yang aku tau hanya kau lah kata singgah
Semanis apapun janji dunia terunggah
Yang aku mengerti hanya kau lah kata indah

Kopi pagi ini mengucap salam seolah ia tahu aku melewati malam kelam
Di sudut kamar paling kusam, aku menggumamkan pertanyaan
Bagaimana aku harus hidup jika bayang mu ketika pergi terus aku genggam?
Bagaimana aku harus bertahan jika lukaku atas dirimu terus menenggelamkan?

Lalu saat lampu kota Bandung meredup dan jalanku membusuk
Kenangmu selalu berhasil datang menertawakanku
Seolah aku adalah satu-satu nya lalu yang kau anggap musuh
Dan di ujung jalan itu, aku menuntutmu luluh

Tidak perlu rasanya aku mendengarkan hembusan angin menuntun sunyi
Karena dalam pekat nya telingaku yang aku dengar hanya tangismu kemarin
Terus dan terus kau gusarkan aku punya hati
Sampai akhirnya yang tersisa hanya kecintaan ku terhadap sendiri

Kamu tahu apa yang paling aku sesali sampai saat ini?
Melihatmu bertahan sendiri dan kemudian kau yang pergi
Padahal semua yang aku minta adalah waktu untuk buktikan diri
Karna dalam perjalanan ini, aku hanya perlu mencari jati diri

Aku tidak ingin hari ini menjadi seperti kemarin
Aku tidak ingin terbangun dengan kenyataan kau tak disisi
Lebih baik aku tidak melangkah jika pada akhirnya mimpi kita musnah
Lebih baik aku yang menghidupkan lampu ruang tengah dan mengucapkan salam kala kau membuka mata

Dulu, aku selalu suka pergi mencari mu kala kau masih ragu
Menemukanmu di sudut-sudut kota yang tak terjamah waktu
Lalu memberimu kado terindah yang berhasil mengusir sendu
Bahagia ku kala itu adalah kamu, dan tak perlu ragu, perjalananku itu kamu

Kini, ketika aku mencoba melangkah meninggalkan pait nya sendu
Semua nya tidak pernah terasa sama lagi sejak waktu itu
Sejauh apapun itu hanya akan terasa semu
Karena petualanganku masih selalu kamu


Jumat, 19 Januari 2018

Kamu, Anugerah

Di malam itu, rembulan memberiku senyum terindah
Seiring sepasang bola mata indah di hadapku
Sang waktu menghentikan untuk ku dunia
dan senyum mu yang paling manis itu adalah selamanya bagiku

Aku kira, Tuhan sudah memberikan semua nya yang terbaik
Sampai aku menyebut namamu dalam bisik
Setiap gerikmu pemikat hati, tawa mu anugerah untuk dinikmati
Kamu adalah bintang, kamu adalah kata sayang

Jika desahan angin berpuisi, ia membisikimu jutaan lafal doa
dan namamu disebut mereka dalam doa
Kau tidak hanya sekedar indah
Kau lebih dari sekedar anugerah
Karna kau adalah Lala, yang lebih indah dari segala yang indah

Jogja, 11 Januari 2018 23:04

Sabtu, 13 Januari 2018

Rasa Itu Luka

Mungkin ini saat nya aku berhenti mengiba rasa
Pada mu yang terlalu lama memendam luka atas dirinya
Bukannya aku merelakanmu menghilang pada perasaan gilamu terhadapnya
Aku hanya ingin memastikan dirimu harus selalu ada

Di suatu malam aku sadar pada sebuah pikiran yang mendobrak kata
Memaksakanmu melihatku hanya akan menambah gundah
Sementara dirimu sedang tidak bahagia
Atau mungkin kamu sudah menikmati duka atas kepergiannya

Satu hal yang benar dalam mencintai seorang manusia adalah menuliskannya, bukan menuntut memilikinya
Maka aku tuliskan cinta pada selembar kertas putih yang kelak menjadi berharga
Karena mau tidak mau, aku harus tetap sadar
Logika ku tidak akan menang melawan besarnya ego yang ku punya

Sayangnya, selama ini aku mencinta terlalu dalam
Hatiku berdinamika lebih cepat dari yang bisa terasa
Sulit bagiku untuk tetap diam sementara aku mencinta
Sulit bagiku untuk tetap diam sementara menurutku kau terluka

Bodohnya, kau tidak pernah terluka atas luka itu sendiri
Sehingga aku melindungimu dari harapanku sendiri
Aku ingin melindungimu sepenuh hati
Namun yang terjadi, justru aku yang rendah diri

Sayangnya, tidak mudah karenamu lukaku mencair
Karena tanpa mu semenit saja hatiku berdesir
Masih sulit akal ku mencerna
Dirimu tidak pernah membutuhkanku karena dirinya

Mungkin memang benar ini saat nya aku berhenti mengiba rasa
Maka aku tutup buku rasa dan kata, lalu menuliskan luka di halaman terakhirnya
Yang cukup aku lakukan adalah duduk manis diatas awan
Dan menunggumu keluar dari segala penjara rasa

Karena akhirnya aku tersadar
Aku memang tidak harus miliki nya
Bukan berarti aku berhenti merasa
Yang terpenting bukan memiliki raga nya, tapi mendengar sosoknya setiap mata masih terjaga

-Muhammad Reno Fandelika-
14 Januari 2018

Rintik Rindu Dalam Tunggu

Aku tidak tahu apa yang lebih mengaburkan pandanganku;
Rintik hujan di jendela kamar ini,
Atau egoku yang menuntut mu ada di sisi

Aku bisa merindu mu lebih baik dari ini
Namun tidak saat ini
Karena kalau dunia ingin tahu
Aku menghilang dalam sendu ku atas rindu

Aku belajar merangkai kata untuk hari esok
Supaya kamu tahu, aku belajar untuk tetap hidup
Karena saat senja datang dan cahaya redup
Bayangmu menghilang, dan aku hanya seonggok sosok

Kepada angin aku gantungkan mimpiku
Tidak seperti mu dulu
Aku tidak bisa menemukanmu
Kamu menghendaki mu hanyut dan larut

Pandanganku layu bungaku semu
Sehari tanpamu adalah selamanya bagi ku
Kamu masih bertahan untuk berlalu
Tanpa kamu tahu, aku selalu menunggumu

Lalu aku tidak tahu apa yang lebih membunuhku;
Pisau yang tertikam di sudut bibir itu
Atau tangismu yang meninggalkan sendu?
Dan dunia terus berputar, aku tetap menunggu


-Muhammad Reno Fandelika-
14 Januari 2018

Untuk Tangis dan Tawa,
Untuk Mimpi dan Hari-hari yang tidak kau tangisi.
Senyum mu itu bahagiaku
Mendekap mu itu segalaku
Jangan menangis tanpa ku di sisi
Demi Tuhan, aku bisa gila tanpa mu di sisi