Oleh : Muhammad Reno Fandelika, 16 Mei 2016
Satu hari lagi tanpamu
Satu harap lagi, ingin bertemu
Satu dua tiga puisi mengisi
Namun luka terus datang menghampiri
Seperti inikah rasanya mencintai kemustahilan?
Mendekap erat ketidakmungkinan?
Mendustai keadaan yang hanya akan membuat fajar semakin jauh kepada senja
Sebuah tembok besar mengingatkanku pada sebuah gusar
Sebuah jurang dalam
Dan rasa yang sudah terlalu dalam
Seperti menyatukan dua kata, keinginan dan ketidakmungkinan
Seharusnya saat ini atau saat nanti akan aku rayakan kebahagiaan denganmu walau semu
Akan aku rayakan pertemuan tanpa perpisahan denganmu walau sendu
Bukan hanya diriku yang merayakan secangkir luka dalam realita didalamnya
Juga harapan kepada sang pembeda untuk memungkinkan kemustahilan
Dan menyatukan kita, yang berbeda
Sebuah blog yang berisi cerita-ceritaku, mulai dari yang fiksi, kisah nyata, hingga karya berbentuk puisi. Selamat membaca!
Senin, 16 Mei 2016
Kamis, 12 Mei 2016
Selembar Imaji
Oleh : Muhammad Reno Fandelika
Tidak ada jendela, begitu pula udara
Tak ku temukan apapun disini
Hanya ada imajiku tentang bidadari
Dan sebuah jurang nostalgi
Tidak ada serpihan kaca
Tidak ada butiran debu
Hanya ada sepotong senja
Bersama secuil nirwana yang aku lukiskan untukmu
Di ruang kecil ini, kalbu fasih melafalkan nama
Apalah daya raga ini? Kau adalah makhluk ciptaan Tuhan nomer satu, sedangkan aku jauh dari kata kamu
Hanya untuk menghayati sosokmu, aku harus bersimpuh, merintih, dan berteriak lirih
Semua tentangmu sudah terlanjur menjalar di nadi
Seperti merah putih di setiap denyut arteri
Sedekat itu analogi tentang kamu
Namun terlalu jauh kamu dan aku
Aku terobsesi dengan imaji
Juga hati yang perlahan pergi
Atau memang, tidak pernah disini
Bersama langkah, yang tak tahu arah
Enyahlah bisu dan rayakan sendu
Mungkin kata sayang terlalu jenaka untuk aku bilang
Karna hari ini hanya ada aku, kamu, dan semu
Namun biar bagaimanapun akan tetap aku cari
Hingga hatimu enggan untuk pergi
9 Mei 2016
Ditengah kerumunan berbicara keyakinan, yang ada di kepalaku hanya kamu
Tidak ada jendela, begitu pula udara
Tak ku temukan apapun disini
Hanya ada imajiku tentang bidadari
Dan sebuah jurang nostalgi
Tidak ada serpihan kaca
Tidak ada butiran debu
Hanya ada sepotong senja
Bersama secuil nirwana yang aku lukiskan untukmu
Di ruang kecil ini, kalbu fasih melafalkan nama
Apalah daya raga ini? Kau adalah makhluk ciptaan Tuhan nomer satu, sedangkan aku jauh dari kata kamu
Hanya untuk menghayati sosokmu, aku harus bersimpuh, merintih, dan berteriak lirih
Semua tentangmu sudah terlanjur menjalar di nadi
Seperti merah putih di setiap denyut arteri
Sedekat itu analogi tentang kamu
Namun terlalu jauh kamu dan aku
Aku terobsesi dengan imaji
Juga hati yang perlahan pergi
Atau memang, tidak pernah disini
Bersama langkah, yang tak tahu arah
Enyahlah bisu dan rayakan sendu
Mungkin kata sayang terlalu jenaka untuk aku bilang
Karna hari ini hanya ada aku, kamu, dan semu
Namun biar bagaimanapun akan tetap aku cari
Hingga hatimu enggan untuk pergi
9 Mei 2016
Ditengah kerumunan berbicara keyakinan, yang ada di kepalaku hanya kamu
Senin, 09 Mei 2016
Di Dalam Secangkir Kopi
Oleh : Muhammad Reno Fandelika. 7 Mei 2016. 01:47, di dalam warung kopi di tengah hutan yang membelah Timur dan Tengah.
Di dalam secangkir kopi
Akan kau temukan kuda putih sedang berlari menyambut fajar
Sembari megucap salam
Pada ribuan kisah yang tak sempat ia selami
Di dalam secangkir Kopi
Akan kau dengar nada-nada merambat pelan
Seakan malu menampakkan dirinya yang syahdu
Sedang mengikuti perjalanan petualang menuju damainya
Di dalam secangkir kopi
Akan kau lihat wanita bertutur menggoda
Menutup muka sembari membuka kisahnya
Tentang tangis dan tawa di masa sendu
Di dalam secangkir kopi
Dapat kau rasakan induhnya kerinduan pada kampung halaman
Beserta kehidupan yang terus berjalan
Di samping ragamu yang terduduk menatap senja
Di dalam secangkir kopi
Kau dapat menemukan asap berlari riang
Bersama para sahabat yang menegaskan tatap kearah cita, juga cinta
Di dalam secangkir kopi
Akan kau alami berbagai pertemuan yang bermuara pada perpisahan
Serta tatapmu menemukan sebuah wajah yang kemudian kau tinggalkan
Dan waktu enggan menunggu maupun memutar
Di dalam secangkir kopi
Kau akan menemukanku duduk disini
Bersama keinginanku untuk tersesat lebih dalam
Dan keenggananku untuk pulang
(Untuk sebuah perjalanan, kisah, dan para sahabat pencerita)
Di dalam secangkir kopi
Akan kau temukan kuda putih sedang berlari menyambut fajar
Sembari megucap salam
Pada ribuan kisah yang tak sempat ia selami
Di dalam secangkir Kopi
Akan kau dengar nada-nada merambat pelan
Seakan malu menampakkan dirinya yang syahdu
Sedang mengikuti perjalanan petualang menuju damainya
Di dalam secangkir kopi
Akan kau lihat wanita bertutur menggoda
Menutup muka sembari membuka kisahnya
Tentang tangis dan tawa di masa sendu
Di dalam secangkir kopi
Dapat kau rasakan induhnya kerinduan pada kampung halaman
Beserta kehidupan yang terus berjalan
Di samping ragamu yang terduduk menatap senja
Di dalam secangkir kopi
Kau dapat menemukan asap berlari riang
Bersama para sahabat yang menegaskan tatap kearah cita, juga cinta
Di dalam secangkir kopi
Akan kau alami berbagai pertemuan yang bermuara pada perpisahan
Serta tatapmu menemukan sebuah wajah yang kemudian kau tinggalkan
Dan waktu enggan menunggu maupun memutar
Di dalam secangkir kopi
Kau akan menemukanku duduk disini
Bersama keinginanku untuk tersesat lebih dalam
Dan keenggananku untuk pulang
(Untuk sebuah perjalanan, kisah, dan para sahabat pencerita)
Langganan:
Postingan (Atom)