Jumat, 23 Februari 2018

The Red : Kejayaan Sebelum Masa Remaja dan Mimpi Untuk Menaklukkan Indonesia

Kemarin siang setelah membayar KKN, aku yang sangat jomblo ini merasa cukup gabut. Kemudian teringat bahwa kemarin adalah tanggal 22 Februari. Arti nya apa? Valentine sudah terlewat 8 hari yang lalu? Bukan. Pacarku ulang tahun? Bukan, kan aku udah bilang diatas kalo jomblo. Aku bakal dapet jodoh? Itu kehendak Tuhan YME. Tanggal 22 Februari itu artinya.... Film nya Bayu Skak yang berjudul "Yowis Ben" keluar! Yasudah, daripada gabut, aku memutuskan untuk menuju ke salah satu mall yang memiliki bioskop, dan aku menonton film tersebut. Seperti biasa, sendirian.

Film itu singkat nya bercerita tentang perjuangan Bayu dan teman-teman satu band nya untuk membesarkan band tersebut. Lalu, aku yang sangat mudah terbawa suasana nostalgia langsung mengingat aku waktu kelas lima sd. Apa yang aku ingat? Gumpalan lemak dalam tubuhku. Gak deng.

Waktu kelas lima sekolah dasar, aku masuk di kelas apa ya aku lupa. Pokoknya dikelas itu aku menemukan teman-teman dekat sebagai berikut : Naufal (Nama panggungnya saat itu "Aleey") alay memang, tapi ya namanya juga anak kelas 5 SD, lalu ada Fadhil (dia paling muda diantara kita, waktu itu paling cengeng. Pernah lagi presentasi di kelas gitu dia malah nangis, cerita kalo sering kita bully hehehehe), Amar (anak berbadan paling tinggi dengan rambut yang juga menjulang tinggi), terakhir ada Dale (Berbadan paling atletis, dan paling banyak disukain cewek).

Aku lupa bagaimana kita bisa saling kenal tapi siang itu di waktu istirahat tiba, diantara anak-anak sd yang sedang bertukar kertas diary, atau main hot wheel, kita nyanyi-nyanyi gak jelas gitu di kelas. Bahkan Dale sampe naik keatas meja gitu sambil membawa sapu yang pura-pura nya itu gitar. Amar kemudian memukul-mukul perutku, pura-pura nya drum. Kemudian setelah itu kami berlima sharing, alat musik apa yang kami kuasai. Aleey dan Fadhil berkata yakin mereka bisa bermain gitar. Amar? Doi bisa main drum. Dale? Suara nya bagus. Lalu aku?

"Aku lagi les gitar nih." Kataku.
"Tapi udah jago belum?" Tanya salah satu dari mereka
"Hmm... aku lagi les kok." Kataku mencoba meyakinkan agar aku diterima masuk band yang seperti nya akan berdiri tersebut. Mereka masih memandangiku menuntut jawaban yang lebih jelas.
"Aku bisa nyanyi kok! Suara ku bisa aku buat-buat biar bagus." Padahal kalo sekarang aku nyanyi, dibayar 1 juta pun penonton bayaran gaada yang mau nonton.

Tapi pada akhirnya, kelima anak kecil itu dengan semangat berlarian kesana kemari dan tertawa menuruni tangga lalu menuju studio di sekolah kami. Setelah memastikan tidak ada yang memakai studio tersebut, kami menyewa nya selama satu jam. Setelah masuk studio kami bingung.

"Main lagu apa nih?" Tanya Aleey. Padahal semua sudah memegang alat masing-masing.
"Oiya." Jawab kami semua bersamaan. Saat itu, mencari chord lagu tidak segampang sekarang yang tinggal mencari di internet. Karena hape kami semua rata-rata masih nokia, apalagi kami belum familiar dengan yang namanya google dan internet. Kalau kita mau tau chord lagu, kita harus beli buku yang berisi kumpulan lirik lagu beserta chord nya.
"Eh aku punya buku kunci nih." Kata ku akhirnya.
"Dimana?"
"Di rumah, sih."
"Yeeeee." Akhirnya kami berlima bengong, dan bermain asal-asalan dulu, memakai lagu yang diingat oleh salah satu dari kami.
"Besok aku bawa buku kunci nya deh." Kataku ketika kami keluar dari studio.

Keesokan hari nya, seperti yang aku janjikan, buku tersebut aku bawa. Kami menyewa studio sekolah kembali.

"Mainin lagu apa, nih?" Kata Amar dibalik drum nya.
"Peterpan aja, Semua Tentang Kita. Kunci nya gampang kan ini?" Kataku sambil bertanya ke Aleey dan Fadhil.
"Lumayan, coba deh." Jawab Fadhil.

Akhirnya kami memainkan lagu Peterpan yang berjudul Semua Tentang Kita. Aku senang sekali karena tahun-tahun sebelumnya aku hanya bisa melihat kakak-kakak kelas ku manggung, tapi sekarang, aku bisa berada di studio ini, dengan band ku sendiri.

"Kita kan udah ngeband nih, tapi masak gaada nama nya?" Kata Dale.
"Yuk cari nama yuk." Jawabku, "Ada usul?" Kemudian hening.
"Kalian pada suka warna apa?" Tanyaku kemudian mengakhiri keheningan.
"Merah." Jawab keempat temanku. Aku kaget, karena aku juga suka warna merah.
"Gimana kalo namanya The Red aja, keren tuh kesannya berani gitu." Usul ku. Kemudian masing-masing merespon.
"Oiya setuju." "Wah iya keren kayak The Rain." "Emang Red arti nya merah ya?",
"Eh gimana kalo namanya d'bandit aja?" Dale memberi usul. "Keren gitu kesannya. Lebih berani dari The Red. Nanti gaada yang berani sama kita kalau pake nama itu." Kami berpikir sebentar. "Nanti lagu nya gini. "Permisi-permisi, ada orang keren mau lewat, band d'bandit."".
"Oiya boleh deh." Jadilah pada hari itu, Kamis, 30 Agustus 2007 sebuah band baru terbentuk dengan nama D'Bandit. Untung saat itu belum ada band d'bagindas. Kalo udah kan, d'bandit kesannya malah melayu gitu, enggak jadi keliatan gahar.

Saat pulang, aku pamer ke mama papa.
"Ma, Pa, aku punya band baru loh,"
"Oiya? Namanya apa?"
"D'Bandit." Jawabku yakin. Papa kaget. Mama bingung
"Papa gak setuju." Loh kenapa pa? Aku kira karena akan mengganggu sekolahku gitu kan, tapi ternyata bukan.
"Bandit itu gabagus. Orang-orang jahat. Ganti nama." Kata beliau kemudian.
"Loh pa, kan cuman nama." "Gak, ganti nama, gabaik." "Yaudah, aku sms temen-temen dulu," Kemudian aku mengambil hp dan mengetik.
"Eh Papa ku gak ngebolehin nih kita pake nama D'Bandit. Kata nya arti nya jelek, kita ganti jadi The Red aja ya?" Gila, keliatan bocah nya banget ya. Kemudian aku pilih penerima dan aku kirim ke keempat temenku yang lain. Satu persatu membalas, intinya yaudah deh gapapa.

Jadilah pada hari itu, Kamis, 30 Agustus 2007 sebuah band baru dengan nama "The Red" terbentuk.

Sejak hari itu, kami sering sekali latian di studio, bahkan singkat cerita, kita sudah menciptakan 3 lagu sendiri. Chord nya pun tidak asal karena sangat enak untuk dimainkan lagu nya. Apalagi, kami juga berkonsultasi dengan guru band di sekolah kami, dan guru les gitar ku. Single pertama kita berjudul "Jika Ku Pergi" single kedua berjudul "Sebuah Awal" single ketiga berjudul "Ibu". Gila ya kalo dipikir-pikir. Anak kelas 5 sd lho, sudah bisa menciptakan lagu sendiri. Bukan cuman satu, tapi tiga. Keren banget! Berbicara band, tidak lengkap rasa nya kalau belum manggung. Akhirnya, panggung pertama kami tercipta. Kali itu pada acara pesantren kilat sekolahan. Disana setiap kelas menampilkan pertunjukkan. Kelas kami menampilkan drama religi yang kemudian diakhiri dengan penampilan The Red membawakan lagu "SurgaMu" dari ungu. Panggung pertama yang keren, kan?

Bersamaan dengan itu, nama band kami mulai dikenal teman-teman di SD. Bahkan, Amar membuatkan design lambang band kami, yang kemudian kami implikasikan kedalam bentuk baju. Design baju nya kami terinspirasi dari baju ajax amsterdam. Merah di sisi kanan dan kiri, putih di tengah. Kami membuat nya dan dibagikan gratis keteman-teman kelas kami. Gila, kaya juga ya.

Sayangnya, diakhir Desember, kami harus kehilangan salah satu personil kami. Dale, harus pindah karena ikut ayahnya bertugas di Makassar. Sedih, tapi life must go on. Formasi di band berubah. Aleey sekarang merangkap menjadi gitaris dan vocalis sementara aku masih menjadi vocalis (yang gak tau diri).

Setelah kepergian Dale, rejeki itu justru datang. Penjaga studio saat itu yang sayangnya aku lupa namanya, bertanya pada kami di suatu siang, seselesainya kami latihan.

"Kalian udah ada lagu yang bisa dimainin?" tanya nya.
"Udah dong, pak." Jawab ku sembari memperlihatkan buku kami yang berisi lagu-lagu kami. Aku masih ingat cover buku tersebut. Gambar nya berbentuk kartun, ada seorang anak sedang tersenyum lebar melihatkan deretan gigi putiih nya. Dijidatnya aku tulis "Buku Lagu The Red."
"Yaudah, aku punya kesempatan manggung buat kalian." Setelah itu kami ngobrol dan sore nya aku dihubungi oleh seorang mas-mas. Beliau mengatakan kami akan mengisi pameran salah satu brand motor, dua kali. Yang pertama di galeria mall dan yang kedua di taman pintar. Astaga, panggung kedua dan ketiga kami dan langsung diluar sekolah, ditempat keramaian seperti ini? Aku nyanyi, lagi. Duh kalo aku bayangin sekarang jadi malu sendiri.

Aku masih ingat dua kali kami manggung di Galeria dan Taman Pintar, lagu yang kami bawakan adalah "Rasa Ini" dari The Titans, "Tak Bisakah" dari Peterpan, dan "Jika Ku Pergi" ciptaan kami. Bahkan saat manggung di taman pintar, kedua mc nya adalah mc yang sedang naik daun saat itu di Jogja yang sayangnya sekarang aku juga lupa namanya. Salah satu nya Aldo Iwak Kebo, kalo tidak salah. Dari hasil dua kali manggung tersebut, kami mendapatkan bayaran sebesar 200 ribu. Lumayan, sangat lumayan.

Semakin lama, les gitar ku semakin lancar, namun aku tidak lagi fokus ke gitar, karena teman-teman di band butuh pengatur ritme dari seorang bassiss. Akhir nya aku fokus belajar bass. Satu minggu kemudian, ketika kami latihan, aku sudah mencoba memegang alat baru : Bass. Kemudian entah dapat wangsit dari mana, aku memutuskan untuk berhenti nyanyi karena terbukti, mas-mas tadi tidak menghubungi kami lagi, ya mungkin karena aku fals banget. The Red berubah formasi lagu. Amar masih sebagai drummer, Fadhil masih sebagai gitaris, aku berubah menjadi bassiss, dan Aleey, menjadi lead vocal.

"Kalo gini-gini aja, kita gak punya tujuan yang jelas." Aku membuka obrolan ketika The Red sedang kongkow-kongkow di ayunan. Keren ya band anak SD, nongkrong nya di ayunan.
"Iya ya, kitakan juga udah punya lagu sendiri padahal." Jawab Aleey.
"Nah itu dia, coba diliat, di buku lagu kita udah ada 12 lagu. Pas." Iya, waktu itu kita udah nyiptain 12 lagu. Tapi ya itu, yang udah ada chord nya cuman 3, 9 lainnya cuman lirik doang.
"Trus gimana?" Tanya yang lain.
"Bikin demo album yuk, trus kita kirim ke label rekaman." Usulku. "Aku kemarin udah bilang ke tanteku, katanya dia mau bantu masukin demo kita."
"Wah boleh tuh boleh."
"butuh apa aja sih kalo mau rekaman?" tanyaku.
"Kaset kosong, sama tape sih buat ngerekam. Udah itu doang." Jawab Aleey.
"Hm gitu, kaset nya aku bisa beli deh nanti. Tape nya?"
"Coba pinjem sekolah aja, bisa kok, di perpus apa ya." Jawab Amar.
"Yaudah besok coba aku pinjemin tape nya, habis pramuka ya kita rekaman di studio."

Aku seharian membayangkan demo kami sukses, diterima Sony BMG, lalu kami berempat diundang ke Jakarta, berada di pesawat yang sama, lalu rekaman. Bahkan di hp ku aku udah menyiapkan ucapan-ucapan terimakasih, khas seperti testimoni para musisi ketika album nya keluar. Astaga, indah sekali.

Keesokan sore nya, kami berempat sudah berada di dalam studio. Kaset kosong sudah ada di dalam tape yang kami pinjam dari perpustakaan sekolah.

"Kita rekam tiga lagu ya, Jika Ku Pergi, Sebuah Awal, dan Ibu." Kata Aleey dibalik mic nya. Kemudian menyalakan rekaman.

Kurang lebih 20 menit kemudian, tiga lagu tersebut berhasil terekam dengan mantab nya. Kami berempat tidak bisa menutupi kebahagiaan kami. Bahkan tidak hanya direkam dalam bentuk kaset, tapi salah satu teman kami, Aldy, juga merekam video lewat hp ku.

Tapi disini lah bodoh nya kami. Ya masih anak kecil juga sih. Kami mengira kalau mau rekaman dengan label itu harus menyertakan full demo album. Padahal kan, cukup tiga lagu itu tadi dikirim, kalau diterima ya mereka yang membantu memperbaiki lagu-lagu tadi, juga menyelesaikan sisa lagu yang belum terekam.

Selain itu, pada waktu itu kami belum mengenal Youtube. Kalau sudah, kan, video rekaman itu bisa kami unggah ke youtube. Era digital belum menyentuh kami saat itu, sehingga banyak jalan tidak bisa kami lewati.

"Sisa sembilan lagu nya kita selesaikan pelan-pelan ya. Nanti kita tambahin kunci nya satu persatu." Janji kita berempat.

Sayangnya, konser kenaikan kelas di sekolah kami menjadi panggung pertama ku sebagai bassis The Red, namun sekaligus menjadi panggung terakhir The Red. Sisa sembilan lagu tersebut tidak pernah tersentuh lagi. Di kelas 6, aku terpisah dengan tiga temanku yang lain. Aku berada di kelas 6 Djuanda, sementara Amar, Fadhil, dan Aleey ada di kelas 6 Teuku Umar.

Sayangnya, Teuku Umar membentuk sebuah geng yang sering membully anak-anak kelas lain. Fadhil dan Aleey tergabung dalam geng tersebut, beberapa anak-anak Djuanda yang macho juga bergabung ke dalam geng tersebut. Di kelas enam itu, perselisihan tidak bisa terelakkan antara geng anak-anak macho dengan geng anak-anak cupu. Aku memimpin geng anak-anak cupu. Kenapa bisa dibilang aku yang memimpin? Karena aku yang paling keras menentang mereka. Mungkin itu sebagai pelampiasan ku karena gara-gara geng itu, pada akhirnya The Red menjadi bubar. Aku dan Amar menjadi bermusuhan dengan Fadhil dan Aleey. Pelampiasan kekecewaanku adalah memusuhi mereka. Hingga beberapa kali aku mendapati kata-kata teror hinggap di kursi tempat aku duduk. Kerennya, dulu aku gak takut. Coba kalo sekarang, udah gamau masuk sekolah kali aku.

Momen paling menyakitkan adalah ketika aku membagikan uang hasil kita manggung di Taman Pintar dan Galeria dulu kepada mereka sembari berkata. "Yaudah, The Red bubar. Kita udah gak ada di pihak yang sama." waktu itu aku enggak sedih, gak berpikir dua kali, enggak sayang dengan apapun yang sudah kami rintis, karena ego ku sangat tinggi. Yang aku tahu saat itu, Aleey dan Fadhil mengkhianati aku dan Amar dengan bergabung ke geng tersebut.

Sempat setelah itu aku dan Amar membuat band lagi bersama anak-anak kelas ku. Yang bernama Atlantis. Sayangnya, setelah itu kami harus fokus UASBN. Kemudian kami lulus, bubar. Meskipun pada akhir kelas 6 aku sudah berdamai dengan anak-anak geng. Aku ingat waktu itu di sebuah pertandingan sepakbola antar SD, aku mendatangi Fadhil dan Aleey, kami sama-sama pemain dalam pertandingan itu. "Dhil, Ley, aku minta maaf ya." kami berbaikan. Tapi tetap saja The Red tidak bersatu.

Di SMP, aku masih beberapa kali ngeband tapi kemampuan ku stuck di situ-situ saja, tidak ada peningkatan karena memang aku tidak mencoba mengembangkan skill bermusik ku. Sampai sekarang, kemampuan bermusik ku sudah hilang, tidak membekas.

Penyesalan? Jelas sangat ada. Kalau dipikir-pikir, aku sudah lebih dahulu bersentuhan dengan musik, dibandingkan teman-temanku yang sekarang lebih jago bermain musik. Entah apa yang menyebabkan skill ku menguap begitu saja sehingga hanya menyisakan penyesalan. Aku setiap liat Coboy Junior, sejak pertama mereka tampil di layar kaca, selalu menyesal. Mereka masih kecil-kecil tapi sudah seperti itu, sedangkan aku dan The Red, sejak beberapa tahun yang lalu seharusnya bisa melebihi mereka. Kami sudah memiliki lagu kami sendiri. Kami mempunyai modal yang belum banyak dipunyai, band yang berisi anak-anak kecil. Pedih nya lagi, sekarang, tidak ada yang tersisa, tidak ada ruang untuk mengingat kembali masa-masa itu. Kaset yang berisi demo itu sudah hilang entah kemana, video kami yang sempat terambil saat itu juga ikut menghilang, seiring rusak nya hp kesayanganku dulu, buku lagu kami? Entah dimana juga.

Pada akhirnya, penyesalan hanyalah sebuah penyesalan. Masa kecil ku dan segala kejayaannya hanya bisa aku ratapi sebagai kenangan manis. Mungkin kemampuan ku bermusik, public speaking, dan bermain sepakbola, yang aku punya saat aku kecil memang sudah menguap entah kenapa dan aku sudah lelah mencari-cari penyebab hilangnya kemampuan-kemampuan ku tersebut. Sekarang, yang harus aku lakukan adalah melakukan yang terbaik atas apa yang aku yakini dapat menjadi masa depan.

Terimakasih kepada The Red, Atlantis, teman-teman SD ku, dan guru-guru SD ku. Setidaknya dalam hidup sampai sekarang, aku pernah merasakan berada di 'atas'. Yang kemudian aku harap, kelak aku dapat berada di atas lagi. Merasakan lagi kejayaan yang sempat aku punya di masa sekolah dasar.

Salam, Reno, yang kalau kalian ajak ngeband lagi, masih mau kok. Tapi dengan sedikit belajar lagi, hehe.

Kamis, 15 Februari 2018

Tahun, Memori, Lagu, dan Wanita Yang Tidak Pernah Hilang

Dari semua tahun yang sudah aku lalui, ada satu tahun yang sangat membekas dan melekat di ingatanku. Bukan tahun dimana aku lahir, ya iyalah, gak inget apa-apa. Bukan juga tahun dimana aku sunat, atau tahun ketika aku pacaran pertama kali, atau tahun ketika aku pertama kali bisa naik sepeda. bahkan bukan juga tahun ketika aku keterima masuk UGM. Tahun yang paling membekas buat aku sampai sekarang adalah tahun dimana aku lulus dari Sekolah Menengah Pertama yaitu 2012. Memangnya, sekeren apa sih lulus dari SMP sampe-sampe aku masih mengingat tahun itu? Kalo dipikir-pikir kan lulus itu biasa gitu, ujian, lulus, wisuda ala-ala sekolah, kelar.

Aku sendiri merupakan siswa SMP N 4 Pakem, sebuah sekolah yang sangat memperhatikan akademis siswa nya. Gak heran sih, setiap tahun selalu bersaing sama SMP N 5 YK buat jadi sekolah nomer satu di DIY. Gak heran juga siswa kelas 9 jam 6.15 pagi udah sampe sekolah, kelas tambahan. Omong-omong, tahun 2012 berubah menjadi tahun yang baik menurutku itu dimulai dari hari ke dua Ujian Nasional. Tidak seperti anak-anak lain yang sangat fokus mempersiapkan Ujian Nasional, hari itu aku malah memulai sebuah usaha. Wow keren, anak SMP memulai usaha. Bukan, bukan usaha yang menghasilkan keuntungan, ya kalik dulu aku udah mikirin duit. Dulu aku masih polos, gak kayak sekarang yang udah matre setengah mati.

Lalu usaha apa kah itu? Hmm jadi aku mulai ngechat adik kelas ku lewat bbm. Geli banget, jadi adek kelas ku yang namanya (sebut saja) Ella update status di bbm "Ih nyebelin banget sih jadi orang.". Nah, aku yang sebelumnya memang tergila-gila sama dia karena kecantikannya yang menjadi viral tanpa click bait di angkatanku, tanpa berpikir panjang langsung membalas status nya itu di chat. "Siapa dek?._." Kalo aku inget inget sekarang, nekat juga ya aku dulu. Aku yang sekarang aja gak berani senekat itu. Padahal udah ada fitur reply insta story yang dijadikan jutaan cowok diluar sana untuk modus mendekati cewek.

Gak lama kemudian Ella bales, "Temenku mas .-." Lalu tanganku mengetik sebuah balasan yang sangat-sangat tidak penting, "Santai lho kalo sama aku :p" Eh gak tau kenapa karena balesan enggak penting itu malah chat nya jadi ngalir anjir. (aku tambahin anjir biar berima aja gitu). Kalau adegan pdkt itu dilakukan pada tahun 2018 ini, yang ada aku malah di cap cowok nerd aneh yang terobsesi sama cewek tapi gapernah dapet karena cupu. Tunggu, kayaknya aku emang sekarang udah dicap gitu, sih.

Bahkan hanya butuh satu hari buat dia ngereply tweet ku gitu. Jadi kan hari terakhir UN itu matkul IPA. Nah sebelum hari H UN IPA, aku mau les IPA tuh, aku bilang ke Ella juga kalo aku mau les. Trus aku ngetweet. "Duh jam segini belum berangkat." Eh dibales dong sama Ella "Wah payah telat :p". BAYANGIN DONG! Sekarang coba deh kalian lagi deketin cewek. Eh cuman satu hari dari pertama chat kalian upload foto kalian di instagram, trus di reply sama cewek itu dengan emot atau kalimat yang menunjukkan kedekatan kalian, seneng gak tuh kalian? Enggak ya? Yaudah aku nya aja yang alay :(

Singkat cerita kami semakin dekat. Lalu hanya butuh waktu dua minggu sampai akhirnya kami jadian. Aku masih ingat malam itu tanggal 5 Mei 2012. Aku lagi nginep dirumah kakak ku di daerah Deresan. Semua yang ada di pikiranku cuman Ella dan aku pikir inilah saatnya. Sebenarnya aku ragu juga sih karena aku pengennya nembak langsung gitu, tapi masih harus nunggu dua hari lagi buat ketemu di sekolah. Sedangkan aku hanyalah seorang anak yang mau lulus SMP yang masih belum mengerti kalau menunggu itu seni. Maka, aku ambil blackberry ku lalu menelpon Ella sang pujaan hati.

"Halo, La." Sapaku di telpon, sedikit ragu.
"Halo mas, kenapa?" Jawab nya di seberang sana tidak kalah ragu nya.
"Mmmm.. aku mau ngomong." Masih berusaha mencari keberanian.
"Kenapa mas?" Nada nya takut. Padahal Mas Reno kan gak serem ya.
..... ada keheningan sesaat. Keberanianku untuk menyatakan cinta belum sebesar sekarang. Eh sekarang malah lebih kecil deng dari dulu, keberaniannya.
"Kamu mau gak jadi pacarku?" Kataku akhirnya, Ada sedikit suara kaget disana, selebihnya hening. Menunggu sebuah kata tidak pernah sepanjang ini sebelumnya.
"Aku boleh pikir-pikir dulu mas?" Jawabnya akhirnya, mengakhiri keheningan yang menghiasi.
"Eh iya, kamu gak harus jawab sekarang kok, santai aja." Kalimat klasik cowok yang biasa nya diucapkan mengikuti kalimat penembakannya.
"Yaudah aku tutup ya telfonnya." Kataku kemudian.
"Oke mas."
"Oke." Aku yang sebelumnya belum pernah telfonan sama cewek, jadi bingung sendiri bagaimana mengakhiri pembicaraan. Tapi akhirnya, telefon tertutup juga lalu aku meninggalkan blackberry ku di kasur dan bersiap-siap, mas ku mau ngajak aku pergi.

Aku, mas ku, dan keponakanku (iya, keponakan. Aku udah jadi om-om sejak umurku masih balita) akhirnya pergi ke sebuah supermarket di daerah Godean. Di tengah aku menemani masku berbelanja, bbm yang aku tunggu-tunggu itu datang juga, iya, dari Ella.
"Aku mau, mas." WOOOOYYYY!!! AKU JADIAN WOYYY SAMA SALAH SATU CEWEK CANTIK DI SMP WOOOYYYY HAHHAHA

Maksudku, woy, aku waktu smp itu bentukannya gak jelas banget. Udah kayak bola basket ditumpuk empat, lalu ditumpukan paling atas di kasih kacamata. Aku sebulet itu dulu waktu SMP. Tapi kenapa aku punya nasib baik banget ya dulu? Kalo kalian tau aku dan liat betapa ancur nya badanku sekarang, kalian bakal lebih mengumpat kalo liat badanku waktu smp. Seratus dua puluh lima kali lebih ancur dari sekarang. Udah kayak koala yang harus hidup menggelandang. Tapi sekali lagi, aku punya nasib baik di tahun 2012 itu. Udah aku punya pacar cantik, nilai UN ku bagus, lagi.

Jadilah liburan tahun 2012 itu menjadi liburan yang sangat menyenangkan bagiku. Selain ada Ella dan ada selembar kertas yang menunjukkan Nem bagus menurutku, ada juga Indonesian Idol 2012 (agak gapenting sih tapi biarin deh) lalu ada juga EURO 2012. Pecinta bola pasti tau, deh. Lalu untuk pertama kali nya juga, aku nonton bola ditemani oleh seorang wanita yang berstatus sebagai pacarku, meskipun cuman lewat bbm wkwkw Tidak lengkap rasanya mengenang suatu peristiwa tanpa lagu pengantar, karena sebuah teori yang mengatakan "lagu (dan hujan) adalah media terbaik untuk membawa memori datang kembali. Maka, hal terakhir yang membuatku selalu ingat tentang tahun 2012 adalah lagu "A Thousand Years" dari Christina Perri. Seolah lagu itu adalah soundtrack jatuh cinta ku untuk Ella. Mei-Agustus 2012 adalah sempurna.

Sayangnya, bersama dengan Ella adalah pengalaman pacaran serius pertama ku. Sedihnya, memiliki pacar yang sangat cantik seperti Ella membuat sifat dasar ku yang sangat cemburuan semakin menjadi-jadi. Belakangan aku sadar aku menjadi sosok yang menjijikkan ketika bersama Ella. Kenapa? Aku dikit-dikit marah. Dia telat bales aja aku nuduh macem-macem. Dia udah nonton Film Perahu Kertas duluan sama mbak nya aja aku galau setengah mati, trus apa lagi ya? Pokoknya segala macam tindakan overprotective lainnya yang bisa disebutkan.

Akhirnya, September 2017 Ella lepas. Sepertinya dia sudah menemukan kenyamanan di orang lain. Awalnya aku tidak bisa terima. Di otp (on the phone) terakhir ku sama Ella, aku marah dan membanting hape nokia jadul ku (Iya kalo hape itu aku banting gapapa. Coba kalo aku otp an nya pake bb ku gitu, remuk yang ada kalo aku banting). Drama banget ya hidup gue. Berhari-hari aku sedih. Bahkan waktu itu setelah putus aku mengurung diri di kamar, nangis.

"Eh itu matamu kenapa? Kok bengkak?" Kata guru les ku ketika aku harus keluar kamar untuk les. Duh malu. Kalo beliau cewek aja gapapa ya aku ngaku kalo habis putus gitu. Tapi beliau cowok. Kalo aku cerita habis putus kan, malu.
"Masih ngantuk, pak." Jawabku waktu itu.

Tapi untungnya beberapa bulan kemudian aku berhasil bangkit dan aku memulai kisah-kisah baru lagi.

Sampai bulan Maret tahun 2016. Aku sedang mengemudi kan mobilku sepulang kampus menuju rumah, beberapa hari setelah aku putus dengan Dian, mantanku. Kampretnya, radio di mobilku tiba-tiba memutarkan lagu A Thousand Years. Baru mendengar suara piano di intro nya aja hatiku langsung berdebar keras sekali. Apalagi ketika Christina Perri mulai nyanyi. Jadilah, 4 menit 47 detik kemudian menjadi waktu yang terasa lama sekali. Di kepalaku, semua kejadian tahun 2012 dimainkan kembali. Bagaimana aku menemukan Ella, lalu bagaimana aku bisa lulus dengan nem memuaskan, bahkan tentang Euro nya, semua nya dimainkan lagi di kepalaku.

Setelah lagu itu berakhir, aku menarik nafas dalam. Berusaha menenangkan diri. Aku adalah cowok yang sangat gampang terbawa perasaan, dan aku benar-benar butuh ketenangan setelah dilanda nostalgia. Meskipun A Thousand Years efek ini udah aku rasakan puluhan kali sejak putus dari Ella, 4 tahun yang lalu, namun perasaan yang dihasilkan selalu sama. Namun kali ini, setelah aku tidak terikat dengan siapapun, ingin rasa nya aku mengirimi Ella pesan (Tahun 2016 sudah bergeser aplikasi nya, udah enggak bbm lagi, tapi line). Untungnya, saat itu di kampus sedang ada event try out dan aku menjadi anggota humas. Setiap anggota humas di wajibkan memegang dua SMA di DIY. Di masing-masing SMA kita diwajibkan mencari satu anak untuk menjualkan tiket nya. Ini kesempatan ku untuk kembali menjalani nostalgia bersama Ella.

Singkat cerita, kami menjadi dekat kembali. bahkan kami sempat pergi menonton bersama. Dia lebih cantik dari dulu, tentu saja. Empat tahun kami tidak bertemu, selama itu aku hanya bisa memandangi dia melalui instagram, kini kami bertemu lagi. Aku jemput dia di rumahnya, sesuatu yang bahkan dulu belum pernah aku lakukan. Setelah hari itu, intensitas kami dalam berhubungan juga masih terjaga.

Tapi lama-lama, aku menjadi bosan. Rasa yang aku miliki tidak sehebat 4 tahun yang lalu. Aku bingung. Selama ini, hatiku terus berteriak seolah-olah hanya dia wanita yang aku inginkan datang lagi. Kalau memang benar itu yang diinginkan, tapi kenapa ketika jalan sudah terbuka, hati malah terus berkata sebaliknya?

Pada akhirnya, aku menyadari sesuatu. Begitulah rasa rindu kita terhadap masa lalu dibangun. Semua memori indah itu terus berdatangan seolah ingin membunuhku karena sudah meninggalkan kenangan-kenangan indah dibelakang. Tapi ketika kita jemput lagi objek yang ada dalam memori indah itu, semua tidak pernah terasa sama. Karena 2016 bukan 2012. Keadaan sudah berbeda. Kamu boleh merindukan tahun 2012 dan semua nya yang ada, tapi kamu tidak akan bisa mengulang apapun yang sudah terjadi.

Sebenarnya keresahan ini sudah pernah aku tulis juga di blog, namun kala itu dalam bentuk analogi. Postingannya aku beru judul "Moments". Kisah ini di post tersebut aku analogikan sebagai cerita seorang anak yang terusir dari rumah dan harus melakukan petualangan. Sepanjang petualangan ia terus memfantasikan kenangan indah dalam rumahnya. Suatu hari, ketika ia berhasil pulang, ia mendapati rumah nya sudah berbeda.

Berikut kutipan bagian akhir postingan di blog ku yang berjudul "Moments" yang aku tulis bulan Juli 2016.

Yang terjadi justru berkebalikan. Semakin aku merasakannya, semakin aku merasa hampa. Harapanku tidak tersambut oleh rasa ku sendiri. Aku merasa, rumahku sudah jauh berbeda. Bertahun tahun aku meninggalkannya, bertahun-tahun aku berproses, berdialektika dengan hidupku, hingga aku menyadari, bahwa ini sudah berbeda, jauh berbeda. Aku bahagia karna aku menemukannya, tempat semua kenangan ku berada, namun saat ini aku tidak merasakan apa-apa lagi. Aku tidak menemukan kenangan itu bertransformasi menjadi nyata. Kenangan itu justru terus hidup di hati, tidak di realita. Sedari dulu aku mendambakan saat-saat itu, aku mendambakan aku merasakan lagi saat-saat itu. Namun ketika aku sudah berada dirumah, aku merasa hampa. Semua itu tak terasa lagi.

Mungkin sama seperti koala dalam cerita Raditya Dika. Ia mengembara, dan ketika ia pulang ke habitatnya, ia hanya terduduk menjadi seekor koala yang hampa karna rumahnya sudah tidak seperti ketika ia tinggalkan, pohon-pohon sudah ditebang habis, dan ia hanya bisa menghidupi kenangan akan rumahnya dalam hati.


Dari kejadian tersebut, satu pelajaran hidup aku dapatkan lagi. Bahwa masa lalu biarlah menjadi masa lalu. Kenangan seindah apapun yang terletak dibelakang sudah mengakar kuat seperti hamparan pohon pinus. Ketika kita menoleh kebelakang, kita melihat sebuah keindahan. Tapi untuk mencabut nya dan memindahkannya, susah.

Sampai sekarang, aku masih sering mengingat tahun 2012 dan Ella dalam pikiranku ketika aku mendengarkan lagu "A Thousand Years" secara tidak sengaja. Atau ketika aku menonton cuplikan pertandingan-pertandingan Euro 2012. Tapi biarlah, aku tidak ingin merubah apapun. Biarlah kenangan indah itu hidup selamanya dalam pikiranku.

Minggu, 11 Februari 2018

Sebuah Keresahan dan Youtube Yang Menggiurkan

Di zaman yang serba digital ini, sosial media tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat Indonesia, bahkan dunia. Aku ingat pertama kali aku mempunyai sosial media adalah friendster. Ketika friendster sedang naik daun, saat itu aku masih duduk di kelas 5 sekolah dasar. Masih sangat polos. Pernah waktu itu ada yang mau ngeadd aku di friendster, dia nanya id ku apa, eh aku malah ngasih tau se password-password nya. Kan goblok ya.
"Kok dikasih passwordnya?" Dia nanya.
"Ya iyakan, emang kenapa?" Aku jawab, belum tau kalau aku goblok. Ya nanti jadi...... ah yasudahlah namanya bocah.
Friendster ini juga agak repot soalnya kita mau chatting sama temen kita, misalnya, tapi kita gak tau siapa aja yang online. Akhirnya biar tau, kita bikin status "OL? Chat." Aku yang lagi-lagi anak kecil yang terlalu polos, enggak tau apa itu arti OL. Aku kira singkatan dari "Olahraga", Lah ngapain orang-orang pasang status olahraga? Masak mendadak temen-temen sd ku suka pelajaran olahraga? Tapi akhirnya aku memberanikan diri nanya maksud dari OL itu apa. Ternyata itu maksudnya "Online" hmm menarik juga.

Setelah friendster, muncul facebook. Sosial media ini punya fitur-fitur yang enggak di punyain friendster. Contoh nya kalo temen kita lagi online, ada tanda khusus nya, jadi kita bisa bebas chatting. Yang kedua, kalau mau nambah temen, gak usah repot-repot ngasih nama belakang atau apa itu kayak yang harus dilakukan friendster. Nambah, ya tinggal nambah aja. Kelemahannya adalah, sekarang aku kalo buka facebook, orang-orang yang bener-bener aku kenal cuman sedikit. Karena aku yang waktu pertama mainan facebook itu masih kelas 6 SD, secara random asal menambahkan orang-orang yang bahkan enggak aku kenal sebagai teman. Akhirnya teman di facebook ku emang banyak, tapi yang benar-benar aku kenal cuman 30 persen, mungkin. Seperti nya sejak kecil emang aku udah kebelet pengen keliatan eksis, ya.

Tidak bertahan lama, muncul twitter. Aku yang sangat mudah berpaling akhirnya meninggalkan facebook untuk twitter. Kalau aku tidak salah, di akhir kelas 7 pertama kali aku rajin main twitter. Waktu itu dan beberapa tahun setelah nya twitter benar-benar seru. Pertama, kita kalau mau mengikuti kehidupan orang, gampang banget. Tinggal klik follow, dan tanpa harus menunggu persetujuan (kecuali kalo akun twitter nya di gembok), kita udah bisa mengikuti kehidupan mereka. Maka dari itu aku dulu ngefollow banyak banget artis. Selain itu juga, dari twitter, muncul banyak selebtwit. Salah satu yang paling aku ingat tentu saja @poconggg yang sekarang udah sangat terkenal sebagai sosok nya yang asli, Arief Muhammad. 

Dari semua sosial media yang pernah aku pakai sebelumnya, twitter yang aku pakai paling lama. Dari aku smp sampai aku masuk sma pun twitter masih jadi sosial media primadona. Sampai-sampai aku pikir twitter akan eksis selamanya. Tapi ternyata salah karena di waktu yang hampir bersamaan, muncul tiga sosial media besar. Instagram, path, dan ask fm. Ketiga nya benar-benar sedang naik daun. Masing-masing mempunyai kelebihannya sendiri. Instagram sebagai aplikasi mengunggah foto, path sebagai aplikasi yang paling lengkap menurutku saat itu karena selain bisa menggugah foto, kita juga bisa check in posisi kita sedang dimana, sedang mendengarkan lagu apa, membaca buku apa, menonton film apa. Pokoknya lengkap deh. Lalu ask fm yang aku ingat sekali, di tahun 2014 benar-benar booming. Muncul juga banyak selebask. Karena seru, sih. Kita menjawab pertanyaan, lalu kalau jawaban kita di sukain, ada yang ngelove. Nah yang di love itu akan muncul di timeline nya orang yang mengikuti yang ngelove. Ketiga sosial media itu saling melengkapi. Setelah itu sempat juga muncul snapchat yang mencoba bersaing. Sayang, dari keempat itu, yang masih terus eksis hanya instagram. Path sudah sepi, ask fm juga, snapchat? apalagi. Kalau bicara lebih lama lagi, friendster sudah mati. Facebook, okelah masih di pakai kalangan tertentu. Biasanya kaum orang tua yang pengen eksis tapi sudah terlalu tua untuk instagram dan sebagainya. Pemakai facebook aktif saat ini biasanya tergabung dalam group wa bapak-bapak, atau group wa keluarga. Bahan leluconnya pun kebanyakan diambil dari facebook. Tapi aku senang, bukan, bukan karena bapak-bapak di facebook, aku senang saat ini karena twitter mulai naik kembali, mulai banyak yang menggunakan kembali.

Tapi kemudian aku baru sadar kalau dari perjalanan waktu itu, ada satu website yang setia menemani, fungsi nya seperti tv. Iya, youtube, website yang digunakan orang untuk mengunggah video, atau hanya sekedar menonton video. Youtube seperti nya tidak pernah mati, karena sejak pertama aku mengenal internet, sampai saat ini, aku masih rajin menonton youtube yang terkadang bisa mengganti fungsi tv. Dulu, youtube hanya sebatas aku gunakan untuk mendengarkan lagu, atau melihat highlight pertandingan bola, atau buat liat apa lagi ya? Duh lupa. Akan tetapi setelah sekian lama main youtube tapi tontonannya kayak orang gaptek, aku baru tau kalau youtube itu bisa menghasilkan uang, sekitar dua tahun yang lalu. Di waktu yang sama, aku juga baru tau kalau ternyata Indonesia dipenuhi content-content creator yang keren. Duh kemana aja, Ren. Sejak saat itu, aku kemudian menjadi rajin menonton video dari para content creator yang bahasa kerennya adalah "youtuber". Sampai akhirnya di suatu titik aku mencoba tidak hanya menjadi penonton saja, tapi menjadi penonton bayaran. Lumayan, nonton dibayar. Cuci-cuci jemur-jemur. Enggak, canda. Aku memutuskan untuk menjadi youtuber!

Di ulang tahun ku yang ke 20, Januari 2017, aku meminta hadiah kamera ke orang tua. Selain untuk menunjang kegiatan Scema Production, rumah produksi ku dan teman-teman yang kami rintis dari sma, kamera itu akan aku pakai buat bikin-bikin video. Ya meskipun aku gak bisa sama sekali ngegunainnya dengan keren, tapi coba dulu aja deh. Sapa tau langsung jago. Tapi gak mungkin sih, track record ku dalam belajar jelek. Maka dari itu, sehari setelah aku punya kamera, aku sudah gatel. Tanpa mikir apa-apa, aku mulai bikin video. Isinya aku ngevideo rumah ku sendiri. Tidak lupa aku rekam diriku sendiri didepan kamera. "Halo guys." Itu kalo aku liat lagi, malu sendiri aku. "Guys" yang keluar itu enggak kayak youtuber-youtuber keren. Malah kayak bule lagi kumur-kumur. Bule nya bule ethiopia, lagi. 

Singkat cerita video tersebut berhasil aku buat. Lalu seolah urat malu nya udah putus, video itu aku sebar-sebarin kemana-mana dengan harapan video tersebut bisa viral. Hari pertama sampai sebelum aku tidur, udah ada 100 orang yang nonton, lumayan. Harapanku besar nih. Kalo viral kan asik ya tiba-tiba instagramku banyak yang ngefollow gitu trus aku punya fans trus banyak cewek-cewek komen "Aduh ganteng nya, gak kuat adek, bang." Kok indah banget, kayaknya. Bahkan harapan ini sampai kebawa mimpi, loh. Aku mimpi bangun-bangun yang nonton ratusan ribu. Wuah mantab.

Tapi kayaknya harapan jauh dari impian. Teman-teman ku aja ngedislike video ku. Tidak sedikit yang mencela. Meskipun sebagian besar celaannya sebagai candaan. Sedih sih, tapi aku masih mencoba tidak menyerah. Video kedua aku membuat sebuah mini short movie berdurasi satu menit. Yang ini, lumayan banyak pujian aku dapet dari teman-teman kuliah. Yang nonton tapi hanya 303 orang. Segitupun, merupakan penonton terbanyak dalam satu video di youtube ku sampai sekarang. Kemudian aku membuat satu video lagi yang berisi perjalananku dan Scema Production dalam membuat film. Semacam vlog, begitu.

Lalu aku berpikir. mungkin yang orang-orang butuhkan itu konten. Kalau video nya masih gak jelas kayak selama ini aku bikin, gak akan kena di siapa-siapa. Iyalah, aku lho mahasiswa dua puluh tahun yang keahliannya gak jelas di apa, kok berani-berani nya bikin vlog. Siapa aku? Siapa yang mau nonton juga, coba? Paling cuman mama papa aja yang mau nonton. Akhirnya aku membuat sebuah video yang berisi. Di video itu aku ngajak satu temanku, Jet, buat ngomongin, kenapa sih kita mesti bangga sama negara kita sendiri? Video sudah di buat, sudah di upload. Aku sudah nyebar link nya kemana-mana, tapi pahitnya, 200 aja enggak ada yang nonton. Kok sedih, ya. Bahkan, aku udah minta bantuan tante ku yang dulu sempet jadi artis terkenal lho buat nyebarin video itu di path nya, tapi kok masih segini aja yang nonton. Pada akhirnya aku nyerah.

Ditengah ke frustasianku, aku malah sibuk nyari kambing hitam. Dasar kayak cewek-cewek aja kamu, Ren. Enggak mau salah trus tenaga nya di pakai semaksimal mungkin buat marah-marah ke orang lain, hanya untuk menutupi kesalahannya sendiri. Asek. Nah karena aku kayak cewek, aku mikir, lingkunganku benar-benar tidak suportif dengan apa yang aku kerjakan. Mulai dari video pertama yang malah banyak yang ngedislike, sampe video yang niat, pun, enggak ada gitu usaha dari mereka buat ngedukung dalam bentuk nyata. Sebagai perbandingan, dulu pernah waktu smp, temenku bikin parodi dari video Norman Kamaru yang sempet sangat viral. Tanpa disuruh dia, link video youtube itu aku sebarin kemana-mana. Omegle lah, sosial media ku lah. Karena aku mikir, ada suatu usaha dari seorang teman, masak enggak aku bantu sebarin? Biar orang-orang juga bisa liat. 

Ketika masuk ke video-video ku, aku enggak mendapatkan itu. Aku enggak marah, aku hanya kecewa, waktu itu. Tidak ada yang mendukung secara nyata. Mungkin mereka menonton, mungkin mereka tidak menghujat, aku sudah berterimakasih, tapi sekali lagi aku masih menganggap, tidak ada nya langkah nyata dari mereka buat mendukung ku sepenuhnya. Maka dari itu, aku putusin buat enggak nerusin. Sepertinya emang aku gak bisa disitu. Aku sedih, sampai kantung mataku menghitam. Sampai-sampai aku gak makan berhari-hari, aku malas keluar rumah. AKu terpuruk di dalam kamar. Enggak deng, gak segitu nya, lebay amat. Setelahnya memang aku masih bikin beberapa video tapi hanya untuk mengenang perjalanan-perjalanan aja, karena aku kan orang nya sangat menghargai kenangan. Sampe kertas nota apapun yang dari dompetku aja enggak aku buang, tapi malah aku masukin ke sebuah kaleng. Kembali ke video yang aku buat setelah aku putus asa, link nya tidak aku sebar kemana-mana. Maka dari itu hanya belasan yang menonton. Miris sih liat nya. Tapi ya gimana lagi ye kan. 

Tapi di usia yang ke 21, bulan lalu, aku menyadari sesuatu lagi. Kesuksesan itu tidak dapat diraih dalam waktu yang sangat singkat. Enggak mungkin aku upload video, lalu bisa langsung viral. Emang nya siapa aku? followers ig ku aja 600 an. Sesuatu yang membuatku miris waktu adek tingkatku baru pada dateng, dulu. Kok mereka yang masih baru aja lulusan sma followers nya ada "k" nya ya? Wah aku menjadi malu sebagai kakak tingkat. Gak deng, terlalu drama.  Balik lagi ke topik, apalagi video berkonten ku baru satu. Bagai sebuah pukulan telak aku sadar bahwa sesuatu yang aku tidak punya adalah konsistensi. Jadi sebenarnya, masalah utama itu bukan di lingkunganku, bukan teman-temanku, masalah utama ada di diriku sendiri. Aku terlalu ingin sesuatu yang instan. Satu video dibuat, pokoknya harus langsung viral. Kalo gak viral berarti aku gagal. Enggak kayak gitu padahal. Kamu kira hidupmu sebuah ajang pencarian bakat? Kamu jelek, kamu keluar? Enggak Ren, take it easy lah. Asek ya bahasaku. Jelas.

Semua itu diperoleh dari kerja keras dan konsistensi. Seberapa kita rutin mengunggah karya tanpa perduli ada yang menonton atau tidak, tidak peduli berapa jumlah like, yang harus kita lakukan adalah mencoba-mencoba-mencoba. Jangan sampai ada kekosongan. Kalau aku perhatiin orang-orang yang sudah lebih dahulu meraih kesuksesan, dibalik itu semua, ada sebuah kerja keras yang nyata dan konsisten. Youtuber yang sudah sukses sekarang, misalnya, berapa karya dulu yang ia buat baru pada akhirnya orang-orang mulai notice kalau karya dia bagus.

Aku jadi ingat obrolanku dengan Iyas, teman sma ku beberapa waktu yang lalu. Topik nya adalah Obed, presiden mahasiswa UGM yang sedang jadi buah bibir karena penampilannya di mata najwa yang keren. Doi sampe masuk line today segala, 5 gaya Obed Kresna. Edan, gak nyangka temenku bisa jadi topik di judul-judul line today.

"Edan, ya yas, liatnya. Dalam semalam lho, bisa gitu hidup nya berubah. Yang tadinya followers ig nya gak ada seribu, sekarang naik gitu jadi dua ribu (waktu itu masih dua ribu, sekarang katanya udah 11 ribu) terus dia dikenal dimana-mana. Hanya dalam semalam lho, yas." Tapi jawabannya Iyas membalikkan pandanganku, telak.

"Semesta memang adil samamereka yang mau usaha Ren, yang ngga semata-mata cuma mau enaknya. Ya kalau dipikir-pikir jalan dia buat jadi presma aja pasti panjang juga kan."

Baca chat itu, sisi drama dalam tubuh ku keluar. Aku jadi tertohok sekaligus terharu. Enggak tau tertohok kenapa, enggak tau terharu kenapa. Pokoknya aku ngerasa begitu. Wah ya juga ya neng, abang gak kepikiran. Emang dewasa sekali kamu neng, abang kalah.

Maka dari itu, di tahun baru dan usia baru ini, aku akan mencoba bangkit lagi. Mencoba melanjutkan apa yang sudah aku mulai tahun lalu. Harus usaha lebih keras. Apapun yang aku buat, harus dengan niat dan usaha 100 persen. Jangan cuma mengerjakan seadanya tapi mau segalanya, susah, dan payah. Yah, semoga kali ini aku tidak mudah menyerah. Semoga kali ini, aku bisa menaklukkan musuh terbesarku, konsistensi dan diri sendiri.

Aku latian jadi youtuber ah, bikin salam penutup.

Terimakasih kawan-kawan sudah membaca! Jangan lupa klik tombol like dan subscribe yah! Yuhhuuuu. God Bless Indonesia!

*padahal video youtube yang mau aku buat enggak ada aku ngomong di kamera nya
*padahal di blog gaada tombol like nya
*aku kalo ngomong "yuhuuu" kayak apa ya? Yang ada malah kecoak2 pada dateng dikira itu kode buat kumpul tim

Jumat, 09 Februari 2018

Tentang Tempat Pilihan Hati Untuk Pulang

Salah satu hal yang menyenangkan sebagai seorang mahasiswa adalah waktu liburan nya. Berbeda dengan murid-murid sekolahan yang libur antar semester nya hanya selama dua minggu, bagi kami, libur bisa sampai satu setengah bulan. Waktu yang cukup lama buat magang, kerja part time, atau malah ngabisin duit orang tua. Tiap liburan, kayaknya yang aku lakuin yang terakhir itu, sih.

Liburan kali ini selain ngabisin uang orang tua, aku juga jadi rajin olahraga. Aku sadar badanku udah sangat menggemuk. Meskipun aku enggak pernah kurus juga, tapi gimana aku mau mengakhiri kejombloan ku kalo badan masih gini-gini aja, kan? Apalagi aku punya mimpi buat jadi artis. Kan keren ya kalo aku jadi aktor utama suatu film kayak Adipati atau Jefri Nichol. Tapi kalo badanku aja masih kayak gini, yang ada aku cuman dapet pemeran cowok sampingan yang isi nya cuman di ketawain dan di bully doang sepanjang film. Kan sedih, ya.

Nah siang itu, setelah aku selesai olahraga, aku kelaperan. Dalam kondisi seperti ini, aku kesusahan mencari tempat makan karena aku gak makan karbohidrat sama sekali. Tambah lagi, sebisa mungkin aku mengurangi makanan2 yang di goreng. Maka aku putuskan buat makan di salah satu tempat makan di deket rumah. Disana aku pesan ayam bacem bakar dan telur bakar. Dua menu standar yang akhir-akhir ini kalo sore-sore aku laper selalu aku pesan di warung-warung pecel lele. Saking sering nya aku makan ayam, aku takut jangan2 di perut ku malah lagi ada reunian ayam yang bangkit kembali dari kematian terus merencanakan balas dendam ke umat manusia. Tapi kayaknya aku terlalu banyak nonton film-film khayalan, deh.

Sembari menunggu pesananku datang, aku melihat jalanan di depan mataku dan menerawang. Belum ada dua minggu yang lalu aku balik dari Jakarta, dan minggu depan, aku udah harus ke Jakarta lagi. Bukan, aku bukan mau ngabisin duit orang tua, eh ngabisin sih, dikit. Tapi minggu depan emang kakak ku mau lamaran ke Jakarta, makanya sebagai adik yang baik, aku mau menemani beliau lamaran. Sambil pengen tau aja, biar beberapa tahun lagi aku kalo lamaran udah enggak bingung. Duh calonnya aja belum ada, Ren. Nah, sebenernya poin yang aku pikirin adalah Jakarta nya. Percaya atau tidak, dari dulu aku selalu menempatkan kota ini sebagai kota favorit. Banyak yang heran dengan pernyataan ku ini sebenernya.

"Loh kok bisa Ren? Kan Jakarta macet banget."
"Ih Ren, yang bener? Enggak enak kalik disana tuh, keras kehidupannya."
"Ngapain bro? Yang cantik cewek-cewek Bandung, kalik."
"Jakarta? Mending aku pindah ke Meikarta aja."

Ya, begitulah anggapan teman-temanku tentang Jakarta. Tapi enggak tahu ya, kok aku suka banget sama ibu kota ini. Setelah otak ku yang lagi leyeh-leyeh aku paksa sedikit berpikir, mungkin jawabannya adalah karena sedari kecil orang tua ku sering membawa ku ke Jakarta karena kakek nenek ku emang tinggal di sana. Mungkin ekspektasi orang-orang, Jakarta nya ada di Jakarta Selatan gitu ya, tempat yang agak kerenan dikit gitu. Tapi realita nya kakek nenek ku tinggal di perbatasan Jakarta Timur dan Bekasi. Daerah nya namanya Jatiwaringin. Kalo aku disana rasanya jauh gitu mau kemana-mana. Eh udah tau gitu, aku nya tetep aja suka kalo di ajak ke Jakarta. Enggak tahu ya, aku suka aja sama gedung-gedung tinggi yang ada disana. Aku suka sama jalanan Jakarta yang aku rasa punya sisi magis sendiri dibanding kota-kota lain di Indonesia. Aku suka kalau diajak ke Plaza Senayan, ngeliat jam besar disana yang setiap 1 jam ada boneka-boneka keluar dari sana sambil mainin musik. Aku suka ancol. Aku suka patung pancoran, apalagi setelah aku tahu bagaimana ia dibangun. Aku suka monas! tentu saja. Semua, hampir semua hal tentang Jakarta aku suka. Ada lagi sih yang aku suka, cewek-cewek nya huehehhe cantik-cantik, bro. Pada jago dandan nya.

Apalagi, Juli 2017 kemarin, setelah sekian lama akhirnya aku merasakan menikmati Jakarta sendirian! Tanpa mama papa dan siapapun! Awalnya sih, mama papa ada acara gitu di Jakarta. Waktu itu lagi libur habis lebaran dan kakak kakak ku semua nya juga lagi di Jakarta. Nah aku menolak tuh disuruh ikut ke Jakarta, karena lagi nyaman aja liburan di Jogja apalagi kalo rumah kosong ditinggal mama papa ke luar kota, kan bebas, enak. Tapi mama bener-bener maksa aku buat ikut, akhirnya yaudah deh, aku mengubah keputusanku dan ikut. Daripada di kutuk jadi kodok di kolam depan rumah.

Waktu itu di Jakarta selama dua hari aku bareng mama papa. Terus, aku kepikiran nih buat mempraktekan skill-skill nyepik ala politisi yang aku dapet di kampus buat tinggal sendiri lebih lama di Jakarta. Wah, ternyata enggak sia-sia aku kuliah di Fisipol. Meskipun tidak bisa nyepik cewek, tapi aku bisa nyepik mama papa. Akhirnya waktu itu aku tinggal dua hari lebih lama di Jakarta, sendirian. Asoyyyyyyy. Malam pertama tanpa mama papa di Jakarta, aku ke Pekan Raya Jakarta di Kemayoran. Aku janjian sama Rahma, salah satu temen kuliah ku buat ketemuan disana. Biar seru aja gitu menikmati PRJ ada temennya. Kalo sendiri kok kayak anak ilang banget. Nanti malah ada tante-tante yang suka trus aku diadopsi kan repot.

"Ngakak banget woy random banget tiba-tiba lo ngajak gue ke PRJ." Kata Rahma sewaktu kita ketemu disana. Aku mikir, ya juga ya neng. Hmmm mungkin karena aku udah lama enggak kesini. Terakhir kesini tu waktu masih bocah banget. Diajak liat apapun juga gak mudeng, namanya juga bocah. Selain itu, ternyata aku baru tau kalo artis dan youtuber favoritku waktu itu, Rani Ramadhany, bakal perform di PRJ malam itu. Ya gimana aye gak seneng???? Huehehe. Akhirnya malam itu Rahma harus rela menemani ku yang sedang Fan Boy-ing. Worth it kok, karena aku dapet foto bareng Rani. Rasa seneng nya udah kayak di peluk sama Bill Gates trus dibisikin "Kamu aku kasih seribu dolar." Gak deng, lebay. Jelas lebih seneng dikasih uang sama Bill Gates.

Hari kedua, aku habiskan dengan keliling Jakarta naik Trans Jakarta. Aku udah bm banget naik Trans Jakarta dan hari itu keturutan. Muter-muter lah aku dari jam 10 pagi sampai jam 11 malem baru sampai hotel lagi. Gila, udah kayak anak kecil yang kesenengan diajak ke Disney Land. Tapi hari itu, aku tambah mencintai Jakarta. Iyalah gila lo, sendirian di Jakarta men, keliling-keliling sesuai kehendak hati. Bahasa gue di dua kalimat terakhir ini udeh kayak orang Jakarta kan, bro?

Trus dua minggu yang lalu dari waktu aku makan di tempat makan dekat rumah, aku juga ke Jakarta sendirian. Mau nonton timnas Indonesia lawan Islandia di New GBK hari minggu tanggal 14. Aku berangkat dari Jogja tanggal 12. Biar bisa eksplor Jakarta lebih jauh lagi. Aku berangkat naik kereta, soalnya aku lagi males dan lagi takut naik pesawat. Norak abis, ya. Hari Jumat sore aku sampe Jakarta. Nginep di daerah Harmoni, ternyata deket banget sama halte transjakarta. Jadilah aku naik transjakarta lagi buat ke rumah kakek ku yang di daerah Jatiwaringin itu. Hari pertama di Jakarta aku habiskan di rumah kakek ku. Jam 11 malam aku sampai di hotel lagi.

Pagi nya, aku di chat Hafif, temen satu fakultas tapi beda jurusan. Doi ngajak nongki-nongki asik gitu. Wah ini kesempatan buat jadi remaja Jakarta. Aku dari kecil kalau diajak orang tua ke Jakarta selalu mikir, "Gimana ya rasanya kalo nongkrong sama temen-temen di mall-mall Jakarta gitu?" Dan hari itu, salah satu bayangan ku terwujud. Aku, Hafif, dan Sandi, adik tingkatku satu jurusan di kampus akhirnya nongkrong di Pondok Indah Mall. Mall yang aku sering denger sebagai tempat nongkrong anak-anak hits Jakarta Selatan. Selama nongkrong disana, aku ngerasa sudah life goals sekali. Gila, goals nya sesederhana itu, ya. Reno itu memang mudah dibuat bahagia geng. Oiya yang lebih bahagia nya hari itu adalah, aku nongkrong sama dua temenku yang gendut nya naudzubillah. Makanya aku bahagia karena aku jadi yang paling kurus di perkumpulan itu. Padahal biasanya kalo lagi nongkrong sama temen-temen di Jogja, lemak dalam badanku selalu jadi bulan-bulanan karena aku yang paling gembul.

Hari minggu nya sebelum nonton Timnas sama Hafif dan Sandi, kita nongkrong lagi di Starbuck Plaza Senayan bareng satu kakak tingkat ku namanya Satrio. Tapi sering dipanggil Bangsat. Kepanjangannya Bang Satrio. Yaampun, orang tua nya susah-susah ngasih nama kok ya panggilannya Bangsat. Nah, kalo aku liat instagram artis-artis ibu kota, sering nih mereka foto-foto di ruang terbuka di dekat starbuck Plaza Senayan. Makanya siang itu aku merasa bahagia karena berarti aku udah sejajar dengan artis-artis yang aku liat instagram nya. Ya setidak nya sejajar tempat nongkrongnya. Kalau derajat nya mah jauh, ibaratnya derajat mereka serupa lantai 90 gedung pencakar langit, derajat ku lantai Basement. Basement 3, lagi.

Nostalgia ku terhadap Jakarta lalu buyar ketika makananku datang. Kalo udah laper dan udah ada makanan didepan mata gini, enggak sampe 5 menit piring-piring nya sudah kosong. Sambil menyeruput teh anget tawar yang aku pesan, aku mengamati jalanan depan mata ku lagi. Kali ini otak ku tidak membawaku flashback ke Jakarta lagi. Entah kenapa, aku merasakan ada sebuah kedamaian disana. Aku seperti udah pulang ke rumah. Aku seperti udah di dalam rumah dan lagi tiduran di kamar. Enggak tahu kenapa, mungkin karena di jalanan itu lah setiap hari aku lewat kalau mau pulang. Sesering itu aku lewati, tapi aku tidak pernah melihat jalanan itu dari sudut pandang ku waktu itu. Dari tempatku duduk, jalanan yang dihiasi u-turn, pak ogah, serta motor dan mobil yang ingin memutar balik itu terasa sangat indah. Seperti hati ku sudah berada disana. Lalu siang itu juga pertanyaanku tentang mengapa aku mencintai Jakarta juga terjawab.

Rumah, itu tidak hanya suatu bangunan yang kita pakai untuk tidur. Rumah bukan juga ketika koneksi wifi tersambung otomatis. Rumah itu ada dimana saja, sesuai apa yang di tunjuk oleh hati. Ketika aku berjalan-jalan di Jakarta, hati ku merasa aman dan nyaman, akhirnya aku merasa sedang ada di rumah. Aku merasa sudah pulang. Pun begitu dengan siang itu.

Rumah akhirnya adalah suatu konsep yang ditentukan oleh sudut pandang dan hati kita masing-masing. Bagaimana kita memandang pemandangan atau situasi yang saat ini kita alami. Apakah kita akan merasakan kemacetan Jakarta atau manusia-manusia yang berdesak-desak an di TransJakarta sebagai sebuah kesialan, ataukah kita justru memandangnya sebagai tempat yang nyaman untuk kita menghabiskan waktu? Lalu jika kita sudah memilih, biarkanlah hati membuat kita merasa. Selama di PRJ, di PIM, di PS, di dalam transjakarta, atau di tempat makan pinggir jalan itu, aku berhasil menempatkan sudut pandang ku dengan tepat, sampai akhirnya hati ku memilih untuk memberi kedamaian pada diriku dan membuatku merasa sudah pulang.

Sekali lagi, rumah bukan bangunan fisik 'yang itu' saja. Rumah adalah segala tempat yang berhasil membuat hati kita ingin tinggal.

Rabu, 07 Februari 2018

Hanya Rindu

Aku benci ketika kamu jauh
Aku benci kita tidak tersambung
Aku benci melihat layar ponsel dan tidak mendapatimu
Aku benci semua kegilaanku karena tidak ada kamu

Aku tidak pandai menyembunyikan rindu
Memangnya, siapa yang pandai tanpa dirimu?
Silahkan bertanya pada bunga musim semi atau daun musim gugur
Apa yang bisa dinikmati dari kehilanganmu?

Kau boleh pergi, kau boleh menyambut kisahmu sendiri
Tapi kau tidak boleh menghilang dari ku disini
Karena dalam tiap sadarku, tidak pernah satu detik pun terlewat tanpa kata rindu
Karena dalam lelap nya tidurku, seluruh sel otakku sepakat memimpikanmu

Lalu apa yang terjadi jika seluruh ruangan itu memudar?
Dahulu, akan ada kamu yang menghidupkan asa ku di kegelapan
Dahulu, tawa mu yang membuat semua yang ada di dunia gemerlapan
Tapi tidak kali ini, yang ada, ditemani kesedihan dan kehampaan, aku ikut menghilang

Senin, 05 Februari 2018

Atas Sebuah Pilihan

Setiap orang pasti pernah dihadapkan pada sebuah pilihan sedari bangun tidur sampai terlelap di malam hari. Sesederhana memilih pakaian dalam warna apa yang akan kita pakai menjelang beraktifitas sampai yang sulit seperti memilih bubur dicampur atau dipisah, indomie goreng atau rebus dan lain sebagainya. Lalu sialnya, setiap pilihan pasti akan mempunyai efek yang terasa di kemudian hari. Entah itu efek yang terasa singkat, atau yang akan dirasakan seumur hidup. Beruntung jika pilihan yang diambil adalah pilihan tepat. Efek menyenangkan yang akan terasa. Sial, bagi yang harus menanggung derita karena pilihan salah yang diambil. Aku sendiri, kalau ditanya apakah aku pernah dihadapkan pada sebuah pilihan berat yang pada akhirnya aku sesali, jawabannya adalah dua setengah tahun yang lalu.

Sebagai seorang remaja berseragam putih abu-abu yang sudah memasuki tahun ketiga, tentu pikiran ku saat itu tidak lagi pada junior cupu mana yang bisa di kerjain atau junior cupu mana yang bisa diketawain bareng-bareng dikelas-- ya meskipun kalo aku ngelakuin, malah aku yang di kerjain karena kecupuanku melebihi anak mami kelas 1 sd-- di tahun ketiga masa SMA semua orang mendadak galau. Ruangan BP menjadi penuh, masjid sekolah pun juga. Kalau biasanya istirahat jam pertama dipakai buat ngomongin guru killer atau sekedar menjadi lambe turah di sekolah, kini istirahat jam pertama dipakai untuk sholat Dhuha, pokoknya mendadak alim, deh. Nah kenapa? Karena sebentar lagi siswa kelas 3 akan dihadapkan pada serangkaian test yang menentukan akan berkuliah kemana kalian wahai siswa-siswa harapan bangsa?

Biar jelas, aku ceritakan lagi urutannya. Pertama akan ada input data SNMPTN. Ini jalur masuk PTN paling surga sih. Tanpa tes dan input data nya dari nilai rapor semester 1 kelas 1 sampai semester 1 kelas 3 apa, ya. Setelah itu ada tes UN yang gak ngaruh ke PTN Indonesia sih. Lalu ada SBMPTN, tes tertulis gitu berskala nasional, dan yang terakhir Ujian Tulis masing-masing PTN yang diinginkan.Kampret nya, biasanya ujian tulis Universitas Indonesia dan Universitas Gadjah Mada itu waktu nya barengan, jadi kan ya kalau ada yang pengen dua itu, dilema ya.

Omong-omong tentang ujian SNMPTN, beruntung banget sih waktu itu 100 persen siswa sma ku bisa daftar jadi ya aku termasuk orang yang beruntung bisa daftar SNMPTN. Waktu itu pilihan pertama ku Ilmu Komunikasi UGM dan pilihan kedua ku Pariwisata UGM. Iseng-iseng aja, sih. Tapi buat pilihan pertama gak iseng juga, karena sebenernya aku pengen masuk sana. Eh tapi namanya juga siswa yang sejak kelas 10 kerjaan nya cuman ngeliatin cewek-cewek cantik dan caper sama guru-guru di sekolah, aku gak lolos SNMPTN. Waktu itu agak iri sih, karena mantan ku (yang waktu itu masih jadi pacar) sebut aja namanya Dian, lolos tes SNMPTN dan aku ngeliat hype lolos nya dia tu kerasa banget dan aku disini adalah cowok yang tidak beruntung yang hanya bisa melihat pacarnya bersenang-senang sementara aku masih getir.

Singkat cerita, waktu pendaftaran SBMPTN dan Ujian Tulis pun dimulai. Aku seorang anak yang (mencoba) berbakti pada orang tua, selalu ingat pesan kedua orang tua.
"Cari pacar yang banyak, mumpung belum nikah." eh bukan.
"Pokoknya besok kalau kamu besar, kamu harus masuk UGM." Itu pesan yang selalu disampaikan papa dan mama sejak aku kecil yang biasanya diikuti dengan mengajak ku melewati Jalan Kaliurang dan melihat kampus UGM dari kejauhan. Doktrin orang tua ku berhasil banget kayaknya, karena benar-benar terbawa sampai waktu aku memilih jurusan tiba. Kalau aku boleh usul, orang tua ku mending di rekrut pemerintah aja deh, buat ngebenerin otak kaum-kaum ekstrimis pemecah bangsa.

Sejujurnya, aku sempat tergoda FIKOM Unpad atau Ilmu Komunikasi UI untuk bersanding bersama Ilmu Komunikasi UGM. Tapi keinginan hanya sebatas keinginan. Sisi diriku yang sudah tersugesti mengabaikan sisi diriku yang mencoba rasional dan memperingatkan "Kejar passion daripada nama besar universitas"

Tapi ya namanya young dumb and fool. Akhirnya baik SBMPTN maupun Ujian Tulis aku memilih pilihan pertama : Ilmu Komunikasi UGM, Jurusan Politik Pemerintahan UGM, dan Pariwisata UGM. Waktu berlalu, aku sudah selesai semua les ku di salah satu bimbel, lalu dua tes tersebut sudah dilalui, penantian hasil sudah aku lewati dan sore itu adalah the moment of truth. Kemanakah aku berlabuh?

Sore itu, disuatu sore di bulan Ramadhan tahun 2015, aku dan Dian sedang duduk di mobil di depan sebuah toko yang menjual cd PlayStation. Setelah aku yang maniak game bola ini mencari game yang aku inginkan, kami sengaja menunggu disana sampai pengumuman tes itu keluar.

"Eh, main dubsmash, yuk." Ajak ku ke Dian saat itu untuk mengusir waktu. Saat itu, Dubsmash sedang sangat booming di Indonesia.
"Dubsmash ngapain?" Dian sedikit mengerutkan kening, bingung.
"Lypsinc When I Was Your Man aja, kamu diem aja. Pura-pura nya aku lagi nyanyi ke kamu gitu galau ala-ala" Aku sering melakukan itu di kaca, nyanyi sambil sok-sok an menghayati. Padahal mah, suara udah kayak kodok kejepit eceng gondok. Mungkin karena takut diturunin ditengah jalan karena permintaan aneh Reno enggak diturunin, akhirnya Dian mau.

Jadilah, ketika anak-anak SMA kelas 3 yang mendaftar SBMPTN di seluruh Indonesia sedang deg2 an menunggu pengumuman SBMPTN keluar, aku justru mengunggah video dubsmash di instagram yang kalo diliat-liat lagi, aku kayak aktor yang make narkoba dan minum alkohol di waktu yang bersamaan. Alkohol nya yang biasa buat ngilangin luka lagi.

Waktu sudah menunjukkan pukul 5, Dian sudah heboh bilang ke aku untuk buka pengumuman. Namun aku justru menjalankan mobil.

"Kok malah jalan?" Tanya nya bingung.
"Tolong kamu liatin dong pengumumannya, ini hape ku." Kataku sambil menyerahkan hape.
"Aduh kok aku yang deg2 an ya." Aku hanya merespon nya dengan tersenyum. Gatau senyum karena apa. Udah kayak orang aneh aja.
"REN!!! Keterima!!!" Waaaa! aku lupa perasaan seneng ku kayak gimana dulu, tapi yang jelas aku seneng! tapi karena aku itu orang nya datar, aku cuman ngerespon.
"Oiya?"
"Iya!! tapi jurusan politik pemerintahan, gapapa ya?"
"Oiya gapapa." Emang nya kalo apa-apa aku bisa gitu marah-marah ke web pengumuman SBMPTN nya? :(
"Kok Politik Pemerintahan sih? Aku mau Ilmu Komunikasi woyyyy Ilmu Komunikasi Woy!!!!" Kataku sambil mencopot baju dan menyiapkan golok.
Gak bakal gitu kan, ya?

Di perjalanan dan kemudian di tempat buka puasa, aku mendapatkan banyak notifikasi, iya, aku adalah anak SBM pertama yang diinvite masuk ke group Line jurusanku. Kultur disana? Terlihat cukup asik. Aku seperti nya akan betah. Tapi dari semua notifikasi, notifikasi yang paling aku tunggu-tunggu adalah dari kedua orang tua ku. Aku sudah mengabari mereka dan aku terharu melihat betapa bahagia nya mereka. Bahkan ketika akhirnya aku sampai di rumah, Mama Papa memeluk ku sambil kita bertiga berkaca-kaca. Aku ngerasa kayak kapten timnas yang bisa membuat Indonesia masuk piala dunia. Piala Dunia balapan keong tapi.

"Papa terimakasih ya sama kamu, Ren. Udah masuk UGM" Kata Papa sambil meluk aku. Itu adalah ucapan termanis Papa yang pernah terucap.

Tapi ternyata, asal masuk UGM itu mudah. Yang susah? Bertahan pada sebuah pilihan yang salah. Bukan, bukan UGM nya, bukan pula jurusannya, tapi aku yang ternyata tidak bisa mengikuti apa yang sedang aku jalani. Disaat teman-teman dekat selama SMA ku punya IP yang bagus-bagus karena mereka menjalani jurusan yang mereka sukai, IP tertinggi ku sampai aku menulis ini hanyalah 3.38. Bahkan sudah 3 semester IP ku hanya 2 koma. Buset dah.

Setiap masuk kelas, aku iri melihat teman-teman sekelasku yang sangat semangat mengikuti kelas karena memang jurusan dan pelajaran ini yang mereka inginkan, mereka butuhkan. Teman-teman ku rata-rata bercita-cita menjadi politisi, peneliti, birokrat, sementara yang aku inginkan adalah menjadi penulis yang ceritanya bisa dibaca orang banyak. Pembuat film yang film nya bisa dilihat orang banyak. Kalau kata Raditya Dika, kata yang pas itu adalah "pencerita." Gak nyambung banget ya jurusanku sama cita-cita ku? Saking gak nyambungnya, ketika orang-orang pinter di kelas nulis berat-berat kayak "Feminisme dan kaitannya dengan konspirasi Flath Earth Society." Atau "Gerakan Sosial Sebagai Wadah Untuk Memenangkan Gejolak Timur Tengah." yang aku tulis adalah "Aku : Laki-laki kesepian yang butuh Cinta." Terdengar menyedihkan, ya.

Hampir dua tahun dari tahun 2015, aku berada dalam puncak ketidak tahananku terhadap situasi ini. Lalu pada suatu malam, Jet, teman sma ku yang sama-sama tergabung di Scema Production, sebuah rumah produksi yang kita rintis dari SMA, mengirimkan sebuah link ke group Line Scema. Apa isi link itu? informasi beasiswa di Fakultas Film dan Televisi Institut Kesenian Jakarta. Demi apapun, aku merasa mendapatkan sebuah jalan pada waktu itu. Aku merasa inilah saat nya buat aku untuk mengejar apa yang aku inginkan. Saat nya untuk aku buat bersinar, mempelajari apa yang aku inginkan dan butuhkan. Dalam pikiranku, aku sedang tertawa-tawa di depan kelas memegang kertas bertuliskan IPK 4.00 sementara teman-teman sekelas ku memandangi aku kagum seperti aku adalah seorang Superman.

Maka aku kumpulkan semua syarat-syarat yang bisa aku kumpulkan sendiri. Bahkan, aku sudah berpikir kejauhan dengan mencari-cari kost yang dekat dengan kampus IKJ. Aku sudah browsing tentang kampus IKJ mulai dari ospek nya, mata kuliah nya, sampai tugas-tugas akhir nya. Meskipun sudah seperti itu, tapi aku masih harus merenung berhari-hari karena di Fakultas ku di UGM, aku punya banyak tanggungan. Pertama, saat itu aku menjabat ketua Forum Olahraga Fisipol. Yang kedua, saat itu aku ditunjuk menjadi salah satu dari 8 Steering Commitee PPSMB (Ospek) Fakultas. Setelah meminta saran banyak orang, akhirnya tekad ku bulat untuk mencoba apply beasiswa IKJ. Tapi sebagai anak yang mencoba berbakti, aku memutuskan untuk meminta izin kedua orang tua.

Jadilah malam itu, dengan hati berdebar aku mendatangi mama papa yang sedang makan malam. Aku duduk di sebelah mama. Semua kata-kata yang akan aku keluarkan sudah aku siapkan. Tapi saat itu selama beberapa menit yang keluar hanya gumaman gumaman "hmmm" Sampai-sampai aku terdengar seperti orang ngorok, padahal mata ku terbuka lebar, kan serem, ya.

"Ma pa aku mau ngomong agak serius." Kataku akhirnya.
"Ngomong apa to?" Duh, belum aku ngomong kok nada nya mama udah siap ngebunuh aku gini.
Akhirnya aku menjelaskan panjang lebar dengan bahasa se diplomatis dan semelas mungkin. Tapi apa? Mama Papa malah marah ke aku. Kayak, aku ngehimilin anak orang. Semarah itu. Padahal aku cuman mau : Pindah jurusan, sesuai bidang yang aku suka, yang aku tahu betul aku mau jadi apa darisana. Tapi kedengerannya kayak : Ma pa, tadi ada cewek dateng ke aku minta pertanggungjawaban katanya itu anak ku. Kan sedih, ya. Akhirnya setelah sekian lama enggak nangis, malam itu, aku nangis. Ya aku coba nangis nya ala-ala Channing Tatum di film Dear John. Bukan kayak nobita kalo dimarahin Giant.

Semua berlalu lagi, dan semua nya sampai ke masa ini. Aku duduk di sebuah cafe menulis ini di laptop setelah membolos kelas. Bukan, bukan membolos sih, lebih tepat nya aku telat dan tentu nya gabakal bisa masuk. Padahal ini baru hari kedua masuk setelah libur panjang. Rasa tidak semangat yang sama seperti sebelum-sebelum nya yang membuat aku seperti ini. Beda sekali dengan apa yang aku rasakan kemarin siang.

Untuk pertama kali nya aku mengambil mata kuliah lintas jurusan, tentu saja aku memilih jurusan Ilmu Komunikasi dan untuk pertama kali nya sejak dua setengah tahun yang lalu aku berkuliah, aku memperhatikan dosen full selama sesi perkuliahan. Bukan, bukan karena dosennya cantik dan seksi, bukan juga karena aku enggak kenal siapa-siapa disana. Meskipun cupu gini, aku tetep ada yang mengenali, lho. Tapi, pelajaran yang diberikan, setiap kata-kata yang keluar dari mulut dosennya, itu terasa dekat dengan aku. Aku gaperlu mencari-cari dalam otakku untuk bisa paham dengan apa yang dibilang dosen. Beda sekali ketika aku mendengar penjelasan dosen di jurusanku sendiri. Semua terasa ngawang. Setiap kata yang mereka keluarkan (atau yang teman-teman pintar level dewa di kelasku keluarkan) seperti perlahan-lahan mengambil nyawa ku dan menyedot kapasitas otak ku di jurusanku sendiri aku yang berkacamata ini merasa benar-benar seperti Nobita yang nilai nya selalu 0.

Sore ini, atau pun kemarin ketika berada di kelas, aku merasa dunia tidak adil. Aku bisa lebih hebat dari ini, di kampus. Aku bisa ada di posisi teman-teman pintarku di kelas. Aku bisa dapet cumlaude, aku bisa pamer nilai bagus ke orang tua setiap selesai ngecek nilai. Aku bisa! Tapi sayangnya tidak di hidupku yang ini. Sayangnya, 2 setengah tahun yang lalu aku sudah memilih dan aku harus menghidupi pilihanku sendiri.

Akan selalu ada pelajaran dalam sebuah peristiwa. Salah jurusan yang aku alami, seperti nya bakal memberi pelajaran ke mereka yang kelak akan memilih, atau kepada ku sendiri. Aku tidak berhenti-berhenti nya memperingatkan kepada siapapun itu dan bahkan kepada diriku sendiri. Kejarlah semua nya, apapun, yang kamu inginkan, sedari awal. Kamu tahu apa yang kamu inginkan, dan hidup yang kamu hidupi sekarang adalah hidup mu sendiri. Bukan hidup orang lain. Jadi, ketika kalian berhadapan di persimpangan apapun, jangan terburu-buru memilih. Take your time, dengarkan kata hati mu, dan pada akhirnya, kamu akan menang.


Salam, Reno, monyet yang akan terus berusaha memanjat pohon, meskipun sekarang berada di dalam Samudera Hindia.

Minggu, 04 Februari 2018

Rindu Sekali

Kepada malam dan siapapun yang ada
Lihat aku, yang sedang jatuh cinta
Kepada rindu dan apapun yang meragu
Lihat aku, yang hanya ingin bersamamu

Kamu adalah senyum ku di langit yang tak biru
Kamu adalah lamunan ku ditengah pagi yang membeku
Kamu adalah tangis ku dalam malam tanpa dirimu
Wahai semesta, lihatlah aku yang memberi rasa untukmu

Aku percaya semua memiliki rasa
Aku percaya ribuan bintang membagi cinta disana
Aku percaya siapapun membagi tawa
Namun apa yang tidak aku percaya hanya satu, ada yang bisa memberikanmu rasa cinta dan tawa lebih dari apa yang aku hantarkan

Kepada langit dan benda apapun disana
Lihat aku, yang sedang merindu
Jatuh cinta itu indah, pertemuan itu indah, tapi merindu, itu susah
Kepada bumi dan yang mengisi, aku mengeluh karena kau tidak disini

Semua tentang aku dan tentang kamu, kita, adalah cinta
Semua tentang kamu dan jarak kita adalah rindu
Malam menangisi peluhku
Rindu mengisi seluruh kamarku