Kemarin siang setelah membayar KKN, aku yang sangat jomblo ini merasa cukup gabut. Kemudian teringat bahwa kemarin adalah tanggal 22 Februari. Arti nya apa? Valentine sudah terlewat 8 hari yang lalu? Bukan. Pacarku ulang tahun? Bukan, kan aku udah bilang diatas kalo jomblo. Aku bakal dapet jodoh? Itu kehendak Tuhan YME. Tanggal 22 Februari itu artinya.... Film nya Bayu Skak yang berjudul "Yowis Ben" keluar! Yasudah, daripada gabut, aku memutuskan untuk menuju ke salah satu mall yang memiliki bioskop, dan aku menonton film tersebut. Seperti biasa, sendirian.
Film itu singkat nya bercerita tentang perjuangan Bayu dan teman-teman satu band nya untuk membesarkan band tersebut. Lalu, aku yang sangat mudah terbawa suasana nostalgia langsung mengingat aku waktu kelas lima sd. Apa yang aku ingat? Gumpalan lemak dalam tubuhku. Gak deng.
Waktu kelas lima sekolah dasar, aku masuk di kelas apa ya aku lupa. Pokoknya dikelas itu aku menemukan teman-teman dekat sebagai berikut : Naufal (Nama panggungnya saat itu "Aleey") alay memang, tapi ya namanya juga anak kelas 5 SD, lalu ada Fadhil (dia paling muda diantara kita, waktu itu paling cengeng. Pernah lagi presentasi di kelas gitu dia malah nangis, cerita kalo sering kita bully hehehehe), Amar (anak berbadan paling tinggi dengan rambut yang juga menjulang tinggi), terakhir ada Dale (Berbadan paling atletis, dan paling banyak disukain cewek).
Aku lupa bagaimana kita bisa saling kenal tapi siang itu di waktu istirahat tiba, diantara anak-anak sd yang sedang bertukar kertas diary, atau main hot wheel, kita nyanyi-nyanyi gak jelas gitu di kelas. Bahkan Dale sampe naik keatas meja gitu sambil membawa sapu yang pura-pura nya itu gitar. Amar kemudian memukul-mukul perutku, pura-pura nya drum. Kemudian setelah itu kami berlima sharing, alat musik apa yang kami kuasai. Aleey dan Fadhil berkata yakin mereka bisa bermain gitar. Amar? Doi bisa main drum. Dale? Suara nya bagus. Lalu aku?
"Aku lagi les gitar nih." Kataku.
"Tapi udah jago belum?" Tanya salah satu dari mereka
"Hmm... aku lagi les kok." Kataku mencoba meyakinkan agar aku diterima masuk band yang seperti nya akan berdiri tersebut. Mereka masih memandangiku menuntut jawaban yang lebih jelas.
"Aku bisa nyanyi kok! Suara ku bisa aku buat-buat biar bagus." Padahal kalo sekarang aku nyanyi, dibayar 1 juta pun penonton bayaran gaada yang mau nonton.
Tapi pada akhirnya, kelima anak kecil itu dengan semangat berlarian kesana kemari dan tertawa menuruni tangga lalu menuju studio di sekolah kami. Setelah memastikan tidak ada yang memakai studio tersebut, kami menyewa nya selama satu jam. Setelah masuk studio kami bingung.
"Main lagu apa nih?" Tanya Aleey. Padahal semua sudah memegang alat masing-masing.
"Oiya." Jawab kami semua bersamaan. Saat itu, mencari chord lagu tidak segampang sekarang yang tinggal mencari di internet. Karena hape kami semua rata-rata masih nokia, apalagi kami belum familiar dengan yang namanya google dan internet. Kalau kita mau tau chord lagu, kita harus beli buku yang berisi kumpulan lirik lagu beserta chord nya.
"Eh aku punya buku kunci nih." Kata ku akhirnya.
"Dimana?"
"Di rumah, sih."
"Yeeeee." Akhirnya kami berlima bengong, dan bermain asal-asalan dulu, memakai lagu yang diingat oleh salah satu dari kami.
"Besok aku bawa buku kunci nya deh." Kataku ketika kami keluar dari studio.
Keesokan hari nya, seperti yang aku janjikan, buku tersebut aku bawa. Kami menyewa studio sekolah kembali.
"Mainin lagu apa, nih?" Kata Amar dibalik drum nya.
"Peterpan aja, Semua Tentang Kita. Kunci nya gampang kan ini?" Kataku sambil bertanya ke Aleey dan Fadhil.
"Lumayan, coba deh." Jawab Fadhil.
Akhirnya kami memainkan lagu Peterpan yang berjudul Semua Tentang Kita. Aku senang sekali karena tahun-tahun sebelumnya aku hanya bisa melihat kakak-kakak kelas ku manggung, tapi sekarang, aku bisa berada di studio ini, dengan band ku sendiri.
"Kita kan udah ngeband nih, tapi masak gaada nama nya?" Kata Dale.
"Yuk cari nama yuk." Jawabku, "Ada usul?" Kemudian hening.
"Kalian pada suka warna apa?" Tanyaku kemudian mengakhiri keheningan.
"Merah." Jawab keempat temanku. Aku kaget, karena aku juga suka warna merah.
"Gimana kalo namanya The Red aja, keren tuh kesannya berani gitu." Usul ku. Kemudian masing-masing merespon.
"Oiya setuju." "Wah iya keren kayak The Rain." "Emang Red arti nya merah ya?",
"Eh gimana kalo namanya d'bandit aja?" Dale memberi usul. "Keren gitu kesannya. Lebih berani dari The Red. Nanti gaada yang berani sama kita kalau pake nama itu." Kami berpikir sebentar. "Nanti lagu nya gini. "Permisi-permisi, ada orang keren mau lewat, band d'bandit."".
"Oiya boleh deh." Jadilah pada hari itu, Kamis, 30 Agustus 2007 sebuah band baru terbentuk dengan nama D'Bandit. Untung saat itu belum ada band d'bagindas. Kalo udah kan, d'bandit kesannya malah melayu gitu, enggak jadi keliatan gahar.
Saat pulang, aku pamer ke mama papa.
"Ma, Pa, aku punya band baru loh,"
"Oiya? Namanya apa?"
"D'Bandit." Jawabku yakin. Papa kaget. Mama bingung
"Papa gak setuju." Loh kenapa pa? Aku kira karena akan mengganggu sekolahku gitu kan, tapi ternyata bukan.
"Bandit itu gabagus. Orang-orang jahat. Ganti nama." Kata beliau kemudian.
"Loh pa, kan cuman nama." "Gak, ganti nama, gabaik." "Yaudah, aku sms temen-temen dulu," Kemudian aku mengambil hp dan mengetik.
"Eh Papa ku gak ngebolehin nih kita pake nama D'Bandit. Kata nya arti nya jelek, kita ganti jadi The Red aja ya?" Gila, keliatan bocah nya banget ya. Kemudian aku pilih penerima dan aku kirim ke keempat temenku yang lain. Satu persatu membalas, intinya yaudah deh gapapa.
Jadilah pada hari itu, Kamis, 30 Agustus 2007 sebuah band baru dengan nama "The Red" terbentuk.
Sejak hari itu, kami sering sekali latian di studio, bahkan singkat cerita, kita sudah menciptakan 3 lagu sendiri. Chord nya pun tidak asal karena sangat enak untuk dimainkan lagu nya. Apalagi, kami juga berkonsultasi dengan guru band di sekolah kami, dan guru les gitar ku. Single pertama kita berjudul "Jika Ku Pergi" single kedua berjudul "Sebuah Awal" single ketiga berjudul "Ibu". Gila ya kalo dipikir-pikir. Anak kelas 5 sd lho, sudah bisa menciptakan lagu sendiri. Bukan cuman satu, tapi tiga. Keren banget! Berbicara band, tidak lengkap rasa nya kalau belum manggung. Akhirnya, panggung pertama kami tercipta. Kali itu pada acara pesantren kilat sekolahan. Disana setiap kelas menampilkan pertunjukkan. Kelas kami menampilkan drama religi yang kemudian diakhiri dengan penampilan The Red membawakan lagu "SurgaMu" dari ungu. Panggung pertama yang keren, kan?
Bersamaan dengan itu, nama band kami mulai dikenal teman-teman di SD. Bahkan, Amar membuatkan design lambang band kami, yang kemudian kami implikasikan kedalam bentuk baju. Design baju nya kami terinspirasi dari baju ajax amsterdam. Merah di sisi kanan dan kiri, putih di tengah. Kami membuat nya dan dibagikan gratis keteman-teman kelas kami. Gila, kaya juga ya.
Sayangnya, diakhir Desember, kami harus kehilangan salah satu personil kami. Dale, harus pindah karena ikut ayahnya bertugas di Makassar. Sedih, tapi life must go on. Formasi di band berubah. Aleey sekarang merangkap menjadi gitaris dan vocalis sementara aku masih menjadi vocalis (yang gak tau diri).
Setelah kepergian Dale, rejeki itu justru datang. Penjaga studio saat itu yang sayangnya aku lupa namanya, bertanya pada kami di suatu siang, seselesainya kami latihan.
"Kalian udah ada lagu yang bisa dimainin?" tanya nya.
"Udah dong, pak." Jawab ku sembari memperlihatkan buku kami yang berisi lagu-lagu kami. Aku masih ingat cover buku tersebut. Gambar nya berbentuk kartun, ada seorang anak sedang tersenyum lebar melihatkan deretan gigi putiih nya. Dijidatnya aku tulis "Buku Lagu The Red."
"Yaudah, aku punya kesempatan manggung buat kalian." Setelah itu kami ngobrol dan sore nya aku dihubungi oleh seorang mas-mas. Beliau mengatakan kami akan mengisi pameran salah satu brand motor, dua kali. Yang pertama di galeria mall dan yang kedua di taman pintar. Astaga, panggung kedua dan ketiga kami dan langsung diluar sekolah, ditempat keramaian seperti ini? Aku nyanyi, lagi. Duh kalo aku bayangin sekarang jadi malu sendiri.
Aku masih ingat dua kali kami manggung di Galeria dan Taman Pintar, lagu yang kami bawakan adalah "Rasa Ini" dari The Titans, "Tak Bisakah" dari Peterpan, dan "Jika Ku Pergi" ciptaan kami. Bahkan saat manggung di taman pintar, kedua mc nya adalah mc yang sedang naik daun saat itu di Jogja yang sayangnya sekarang aku juga lupa namanya. Salah satu nya Aldo Iwak Kebo, kalo tidak salah. Dari hasil dua kali manggung tersebut, kami mendapatkan bayaran sebesar 200 ribu. Lumayan, sangat lumayan.
Semakin lama, les gitar ku semakin lancar, namun aku tidak lagi fokus ke gitar, karena teman-teman di band butuh pengatur ritme dari seorang bassiss. Akhir nya aku fokus belajar bass. Satu minggu kemudian, ketika kami latihan, aku sudah mencoba memegang alat baru : Bass. Kemudian entah dapat wangsit dari mana, aku memutuskan untuk berhenti nyanyi karena terbukti, mas-mas tadi tidak menghubungi kami lagi, ya mungkin karena aku fals banget. The Red berubah formasi lagu. Amar masih sebagai drummer, Fadhil masih sebagai gitaris, aku berubah menjadi bassiss, dan Aleey, menjadi lead vocal.
"Kalo gini-gini aja, kita gak punya tujuan yang jelas." Aku membuka obrolan ketika The Red sedang kongkow-kongkow di ayunan. Keren ya band anak SD, nongkrong nya di ayunan.
"Iya ya, kitakan juga udah punya lagu sendiri padahal." Jawab Aleey.
"Nah itu dia, coba diliat, di buku lagu kita udah ada 12 lagu. Pas." Iya, waktu itu kita udah nyiptain 12 lagu. Tapi ya itu, yang udah ada chord nya cuman 3, 9 lainnya cuman lirik doang.
"Trus gimana?" Tanya yang lain.
"Bikin demo album yuk, trus kita kirim ke label rekaman." Usulku. "Aku kemarin udah bilang ke tanteku, katanya dia mau bantu masukin demo kita."
"Wah boleh tuh boleh."
"butuh apa aja sih kalo mau rekaman?" tanyaku.
"Kaset kosong, sama tape sih buat ngerekam. Udah itu doang." Jawab Aleey.
"Hm gitu, kaset nya aku bisa beli deh nanti. Tape nya?"
"Coba pinjem sekolah aja, bisa kok, di perpus apa ya." Jawab Amar.
"Yaudah besok coba aku pinjemin tape nya, habis pramuka ya kita rekaman di studio."
Aku seharian membayangkan demo kami sukses, diterima Sony BMG, lalu kami berempat diundang ke Jakarta, berada di pesawat yang sama, lalu rekaman. Bahkan di hp ku aku udah menyiapkan ucapan-ucapan terimakasih, khas seperti testimoni para musisi ketika album nya keluar. Astaga, indah sekali.
Keesokan sore nya, kami berempat sudah berada di dalam studio. Kaset kosong sudah ada di dalam tape yang kami pinjam dari perpustakaan sekolah.
"Kita rekam tiga lagu ya, Jika Ku Pergi, Sebuah Awal, dan Ibu." Kata Aleey dibalik mic nya. Kemudian menyalakan rekaman.
Kurang lebih 20 menit kemudian, tiga lagu tersebut berhasil terekam dengan mantab nya. Kami berempat tidak bisa menutupi kebahagiaan kami. Bahkan tidak hanya direkam dalam bentuk kaset, tapi salah satu teman kami, Aldy, juga merekam video lewat hp ku.
Tapi disini lah bodoh nya kami. Ya masih anak kecil juga sih. Kami mengira kalau mau rekaman dengan label itu harus menyertakan full demo album. Padahal kan, cukup tiga lagu itu tadi dikirim, kalau diterima ya mereka yang membantu memperbaiki lagu-lagu tadi, juga menyelesaikan sisa lagu yang belum terekam.
Selain itu, pada waktu itu kami belum mengenal Youtube. Kalau sudah, kan, video rekaman itu bisa kami unggah ke youtube. Era digital belum menyentuh kami saat itu, sehingga banyak jalan tidak bisa kami lewati.
"Sisa sembilan lagu nya kita selesaikan pelan-pelan ya. Nanti kita tambahin kunci nya satu persatu." Janji kita berempat.
Sayangnya, konser kenaikan kelas di sekolah kami menjadi panggung pertama ku sebagai bassis The Red, namun sekaligus menjadi panggung terakhir The Red. Sisa sembilan lagu tersebut tidak pernah tersentuh lagi. Di kelas 6, aku terpisah dengan tiga temanku yang lain. Aku berada di kelas 6 Djuanda, sementara Amar, Fadhil, dan Aleey ada di kelas 6 Teuku Umar.
Sayangnya, Teuku Umar membentuk sebuah geng yang sering membully anak-anak kelas lain. Fadhil dan Aleey tergabung dalam geng tersebut, beberapa anak-anak Djuanda yang macho juga bergabung ke dalam geng tersebut. Di kelas enam itu, perselisihan tidak bisa terelakkan antara geng anak-anak macho dengan geng anak-anak cupu. Aku memimpin geng anak-anak cupu. Kenapa bisa dibilang aku yang memimpin? Karena aku yang paling keras menentang mereka. Mungkin itu sebagai pelampiasan ku karena gara-gara geng itu, pada akhirnya The Red menjadi bubar. Aku dan Amar menjadi bermusuhan dengan Fadhil dan Aleey. Pelampiasan kekecewaanku adalah memusuhi mereka. Hingga beberapa kali aku mendapati kata-kata teror hinggap di kursi tempat aku duduk. Kerennya, dulu aku gak takut. Coba kalo sekarang, udah gamau masuk sekolah kali aku.
Momen paling menyakitkan adalah ketika aku membagikan uang hasil kita manggung di Taman Pintar dan Galeria dulu kepada mereka sembari berkata. "Yaudah, The Red bubar. Kita udah gak ada di pihak yang sama." waktu itu aku enggak sedih, gak berpikir dua kali, enggak sayang dengan apapun yang sudah kami rintis, karena ego ku sangat tinggi. Yang aku tahu saat itu, Aleey dan Fadhil mengkhianati aku dan Amar dengan bergabung ke geng tersebut.
Sempat setelah itu aku dan Amar membuat band lagi bersama anak-anak kelas ku. Yang bernama Atlantis. Sayangnya, setelah itu kami harus fokus UASBN. Kemudian kami lulus, bubar. Meskipun pada akhir kelas 6 aku sudah berdamai dengan anak-anak geng. Aku ingat waktu itu di sebuah pertandingan sepakbola antar SD, aku mendatangi Fadhil dan Aleey, kami sama-sama pemain dalam pertandingan itu. "Dhil, Ley, aku minta maaf ya." kami berbaikan. Tapi tetap saja The Red tidak bersatu.
Di SMP, aku masih beberapa kali ngeband tapi kemampuan ku stuck di situ-situ saja, tidak ada peningkatan karena memang aku tidak mencoba mengembangkan skill bermusik ku. Sampai sekarang, kemampuan bermusik ku sudah hilang, tidak membekas.
Penyesalan? Jelas sangat ada. Kalau dipikir-pikir, aku sudah lebih dahulu bersentuhan dengan musik, dibandingkan teman-temanku yang sekarang lebih jago bermain musik. Entah apa yang menyebabkan skill ku menguap begitu saja sehingga hanya menyisakan penyesalan. Aku setiap liat Coboy Junior, sejak pertama mereka tampil di layar kaca, selalu menyesal. Mereka masih kecil-kecil tapi sudah seperti itu, sedangkan aku dan The Red, sejak beberapa tahun yang lalu seharusnya bisa melebihi mereka. Kami sudah memiliki lagu kami sendiri. Kami mempunyai modal yang belum banyak dipunyai, band yang berisi anak-anak kecil. Pedih nya lagi, sekarang, tidak ada yang tersisa, tidak ada ruang untuk mengingat kembali masa-masa itu. Kaset yang berisi demo itu sudah hilang entah kemana, video kami yang sempat terambil saat itu juga ikut menghilang, seiring rusak nya hp kesayanganku dulu, buku lagu kami? Entah dimana juga.
Pada akhirnya, penyesalan hanyalah sebuah penyesalan. Masa kecil ku dan segala kejayaannya hanya bisa aku ratapi sebagai kenangan manis. Mungkin kemampuan ku bermusik, public speaking, dan bermain sepakbola, yang aku punya saat aku kecil memang sudah menguap entah kenapa dan aku sudah lelah mencari-cari penyebab hilangnya kemampuan-kemampuan ku tersebut. Sekarang, yang harus aku lakukan adalah melakukan yang terbaik atas apa yang aku yakini dapat menjadi masa depan.
Terimakasih kepada The Red, Atlantis, teman-teman SD ku, dan guru-guru SD ku. Setidaknya dalam hidup sampai sekarang, aku pernah merasakan berada di 'atas'. Yang kemudian aku harap, kelak aku dapat berada di atas lagi. Merasakan lagi kejayaan yang sempat aku punya di masa sekolah dasar.
Salam, Reno, yang kalau kalian ajak ngeband lagi, masih mau kok. Tapi dengan sedikit belajar lagi, hehe.
Apakah kamu sudah tau prediksi togel mbah jambrong yang jitu? bila belum baca Prediksi togel Sgp mbah jambrong
BalasHapus