Sembilan tahun silam, tepat nya 18 Juli 2007, menjelang sore kota Jogja mendadak sepi, aku yang saat itu masih SD pun merasakan aura yang berbeda dari sekolah ku tersebut. Para guru (terutama laki-laki) juga teman teman dekatku termasuk aku sendiri, tampak tergesa gesa meninggalkan sekolah. Ada apa di hari itu? Pertandingan ke tiga fase group Piala Asia 2007 yang mempertemukan Indonesia menghadapi Korea Selatan. 8 hari sebelumnya Indonesia membuat gempar Asia (atau bahkan dunia) ketika sepakan Bambang Pamungkas di menit 64 memanfaatkan tendangan Firman Utina yang membentur tiang gawang membuat seisi stadion Gelora Bung Karno berteriak dan menggemparkan Asia. Indonesia mengalahkan Bahrain 2-1. Indonesia memuncaki group, karena Korea dan Arab berbagi hasil imbang. Lima hari berselang, Indonesia yang bukan siapa-siapa, mampu menahan imbang Arab Saudi sampai menit 93, membuat pemain pemain menyerang Arab Saudi frustasi dengan pertahanan yang begitu kokoh dan perjuangan yang sangat luar biasa, sangat ksatria yang hampir saja membuat Indonesia mempertahankan puncak klasemen group, andai saja di menit akhir sundulan dari pemain Arab memanfaatkan tendangan bebas di sisi kiri pertahanan Indonesia tidak membobol gawang Jendri Pitoy. Kembali ke tanggal 18 bulan 7 tahun 2007, Indonesia cukup butuh hasil imbang untuk lolos ke 8 besar pertama nya di ajang Piala Asia.Sedekat itu Indonesia mampu mencatatkan sejarah, namun sepakan Kim Jung Woo di menit 34 seolah membuat penyelamatan penyelamatan yang di lakukan Markus Horison sebelum dan sesudah gol tersebut tak berarti, karena Indonesia gagal membalas nya. Perjuangan ksatria yang sangat harus diapresiasi dari Indonesia. Tajuk Ini Kandang Kita! Yang sangat gahar tersebut bukanlah hanya sekedar tajuk. Indonesia membuktikan, bahwa di kandang kita, bersiaplah menghadapi semangat juang yang luar biasa dari kami. Dan, saat dimana wasit meniup peluit akhir tanda berakhirnya pertandingan itu, tangis seorang bocah berusia 10 tahun yang 9 tahun setelahnya menulis artikel ini pun pecah. Saudara saudara nya berusaha menghibur, namun tangis itu sudah terlanjur pecah. Sakit rasanya melihat pahlawannya harus tertunduk lesu setelah berjuangan yang sebegitu besar nya. Sakit rasanya melihat nama besar Indonesia gagal melambung, setidaknya di level Asia.
Turnamen Indonesia pertama yang aku saksikan adalah Piala Tiger (saat ini menjadi AFF) 2004. Aku menjadi saksi bocah ajaib lulusan PON menjelma menjadi monster. Meningatkanku kepada sosok Cristiano Ronaldo yang secara ajaib mengantar Portugal menuju final Euro 6 bulan sebelumnya. Selain bocah lulusan PON tersebut, aku menyaksikan pemain bernomer 9 asal Indonesia berambut gondrong yang rajin mencabik-cabik pertahanan lawan. Juga pemain yang hampir menginjak senior bernomer 8 yang ketenangannya mampu melengkapi bocah lulusan pon dan pemain bernomer 9 tersebut. Mereka adalah Boaz Salossa, Ilham Jaya Kesuma, dan Ellie Aiboy. Aku masih ingat salah satu spanduk yang di bawa supporter Indonesia bertuliskan "3-4-3 maut, Boaz Ilham Ellie" Ya, kurang maut apa jika di setiap pertandingannya selalu menghadirkan kebahagiaan dan kepuasan kala gelontoran gol selalu tercipta? Bahkan tuan rumah group saat itu, Vietnam harus rela pulang berbungkus malu kala kebobolan 3 gol tanpa bisa membalas atas pasukan Garuda yang sedang sangat bergairah. Di pertandingan itu, aku merengek kepada kedua orang tua ku untuk di perkenankan mengikuti nonton bareng di salah satu rumah makan cepat saji di Jalan Sudirman, (namun tidak di perbolehkan). Aku juga masih ingat bagaimana gol dari Kurniawan Dwi Yulianto di stadion Bukit Jalil Malaysia saat semifinal leg ke 2 membuat ruang bahagia bocah berumur 7 tahun pecah. Lalu rentetan-rentetan gol ajaib lainnya pun tercipta hingga Indonesia mempermalukan lagi tuan rumah dengan skor 4-1. Namun, namanya bocah, belum tau rasanya kecewa karna timnas nya kalah. Aku hanya sedikit menyayangkan kekalahan atas Singapura di dua leg sekaligus. Ya namanya juga bocah yang baru pertama itu mengikuti turnamen Timnas Indonesia, tidak tahu bahwa 2 gelaran sebelumnya (tahun 2000 dan 2002 rakyat Indonesia juga di kecewakan. Aku yang masih berumur 7 tahun saat itu tidak merasakan sakitnya masyarakat Indonesia yang harus melewati tahun 2000-2004 dengan harapan kosong. Namun yang jelas, satu cinta itu telah tumbuh. Mengakar kuat.
Setelah itu tidak ada lagi turnamen timnas yang aku lewatkan. Selain air mata pertama yang tertumpah untuk Timnas Indonesia di piala asia 2007 yang aku sebutkan diatas, ada juga mengamuknya Saktiawan Sinaga dengan gol-gol nya di piala tiger 2007 (yang sayangnya tidak membuat Indonesia lolos dari group) gol Nova di Rajamangala Stadium pada semifinal leg ke 2 AFF 2008 yang tidak cukup menyelamatkan Indonesia dari tersingkir, Menggilanya u19 ala Syamsir Alam, Alan Martha, Alfin Tuasalamony, hingga bangkitnya gairah Garuda tahun 2010 yang mengingatkan kita semua akan kegilaan tahun 2004. Irfan Bachdim dkk mendadak menjadi seleb, namun satu yang kita semua lupa, trofi AFF 2010 belum ada di tangan kita, namun kita sudah berpesta. Hasilnya, pesta kita dicuri negara tetangga yang di fase group kita bantai 5-1. Juga menggila nya pasukan Rahmad Darmawan di seagames 2011 yang sayangnya tidak membawa medali emas untuk Indonesia. Duet Tibo-Patrich Wanggai tidak bisa berbuat banyak lagi ketika bola tendangan penalti terakhir negara tetangga bisa ditepis oleh Kurnia Meiga namun tetap melaju masuk dan mengantarkan mereka meraih medali emas. Dua kali dalam dua tahun beruntun mereka berpesta di kandang kita.
Setelah itu, apa lagi yang aku lewatkan? Dualisme timnas menjelang AFF 2012 adalah hal yang konyol, dan aku tidak melewatkannya. Dengan keterbatasan pemain, coach Nil Maizar bersama pemain-pemain nya menjelma menjadi sosok yang luar biasa, mungkin manusia setengah dewa bagiku saat itu. Juga sikap gentle Bambang Pamungkas yang mau bergabung bersama timnas yang asli padahal saat itu ia bermain untuk klub yang berada di bawah kompetisi ilegal bentukan KPSI yang saya rasa sama sekali tidak ada niat untuk menyelamatkan sepakbola Indonesia. Gol tendangan bebas Andik Vermnsyah ala Ronaldinho yang mengantar Indonesia menang atas Singapura nyatanya tidak membawa Indonesia lolos ke babak semifinal karena lagi-lagi negara yang dua kali mempermalukan kita, kembali lagi mempermalukan kita, 2-0. Tapi bedanya kali ini mereka melakukan di rumah mereka sendiri. Apalagi yang aku lewatkan? Jangan ditanya momen manis Evan Dimas dkk di Timnas u19. Juara piala AFF U19. Air mataku menetes, haru, bahagia. Ini untuk pertama kalinya aku melihat Indonesia mengangkat piala. Tidak sampai disitu, 2 bulan berselang, tim yang sama mampu mengalahkan Korea Selatan 3-2. Evan Dimas menjadi bintang dengan Hattrick nya. Para pemain dan staff pelatih merayakannya dengan membentangkan bendera merah putih. Sepakbola Indonesia terlihat cerah bukan? Sayangnya jawabannya bertolak belakang. Rangkaian tur nusantara yang tidak manusiawi dan disinyalir hanya untuk keuntungan organisasi pun membuat para pemain berada di titik jenuhnya dan kemudian tambil anti klimaks di ajang yang sesungguhnya, Piala Asia U20. Apalagi? AFF 2014 yang gagal total? Atau pembekuan dan sanksi FIFA? Semua aku lahap.
Selama total sekitar 12 tahun aku menonton Timnas Indonesia, tidak pernah sekalipun aku meragukan mereka menjelang turnamen. Segala keterbatasan yang dimiliki tidak aku hiraukan, aku tidak realistis tapi aku kelewat optimis, aku terlewat percaya. Apakah ini yang mungkin membuat air mata tanda emosi selalu keluar seiring dengan wajah tertunduk para pemain Timnas Indonesia?
Air mata yang terakhir keluar beberapa jam yang lalu, Indonesia gagal mengulangi fairytale ala Leicester City atau Portugal. Menjelang turnamen bergulir, nada pesimis ada dimana-mana namun tidak di diriku. Aku selalu percaya, dan kepercayaan itu terbayar ketika tendangan voli Andik dan Lilipaly mengantar Indonesia ke semifinal, juga ketika penalti Boaz dan Manahati membuat Indonesia harus meninggalkan Vietnam untuk masuk ke panggung final. Semua terlihat sempurna ketika Hansamu Yama mengantarkan Indonesia memenangkan leg 1 Indonesia atas Thailand. Namun berubah beberapa jam yang lalu. Malam minggu yang seharusnya berakhir indah ini kemudian berubah tragis dan semakin tragis khususnya kepadaku yang selalu menaruh harap tinggi. Apakah aku tidak mampu menerima kekalahan? Usiaku sudah 19 tahun namun reaksiku tidak berbeda dan tidak pernah berubah sejak tangis di piala asia 2007. Mungkin. Aku hanya, terlalu lelah. Mungkin memang benar karna ekspektasiku selalu sama dari tahun ke tahun. Kepercayaanku selalu sama. Dan kecuali U19 nya Evan Dimas dkk, kekecewaanku selalu sama, berulang-ulang dan sepertinya tak pernah benar benar berlalu.
Tapi tenang, kekecewaan yang aku rasakan, bukan berarti kebencian yang aku sebarkan. Karena aku cinta kamu, Timnas Indonesia, ijinkanlah aku berharap kepadamu, menangis haru ketika kau berhasil, dan kecewa plus air mata sedih ketika kau gagal. Karena aku cinta kamu, saksikanlah aku yang selalu yakin kepadamu, selalu mementingkan kamu lebih daripada hal lain. Karena 12 tahun kurang lebih mendukungmu, aku selalu jatuh cinta, bahkan lebih dalam di setiap detiknya. Karena, aku tidak pernah bisa berhenti mencintaimu, dan tidak pernah sanggup membayangkan, hidupku tanpa kamu. Ada atau tiada piala, pastikan aku ada disisimu.
Sebuah blog yang berisi cerita-ceritaku, mulai dari yang fiksi, kisah nyata, hingga karya berbentuk puisi. Selamat membaca!
Sabtu, 17 Desember 2016
Kamis, 08 Desember 2016
Setangkai Purnama Yang Telah Layu
Mengapa kau melihat langit, kawan?
Jika kau tau hujan selalu mengkhianatimu, bukan?
Apakah itu mimpi yang coba kau cari?
Ataukah harap yang menatap malam dengan kelam yang mengusik diri?
Lalu coba kau dan aku rajut purnama
Agar malam tak lagi hambar dan menyedihkan
Seperti mengukir senyum kita dalam gelas kaca,
Peluh ini nyata, namun tak terasa, demi sebuah bahagia
Serupa pulang membingkai ruang
Selaras waktu kala kau tertawa padaku
Sungguh semua terhenti, sejalan hiasan malam yang kita upayakan
Juga rasa yang kita tanamkan untuk menyelami kelam
Lalu rembulan itu berkata
"Akan aku sembahkan purnama untuk kau yang mencinta."
Sembari aku melihat langit, rembulanku bersinar, malamku terang, dan aku tenang
Kepada angin aku bertanya, "Ada yang lebih bahagia dari dimensi waktu yang bertemu lalu merias mimpi baru?"
Namun tidak
Aku, kamu, waktuku, dan waktumu tidak cukup menjadi kita
Dan gundah, kemana kau bawa aku berlari?
Menghilang saja kau! Jangan ganggu purnama yang kita nanti!
Di akhir malam itu, aku menemukan karya terhebat dari sesosok kesedihan
Sembari aku menatap langit kembali. Namun berbeda, dimana rembulanku?
Hilang kah kau, bunga yang seharusnya lambang kebahagiaan?
Pada akhirnya aku sadari. Aku tak pernah dapatkannya. Karna sebelum menikmatinya, setangkai purnama kita telah layu, dan mati.
Oleh : Muhammad Reno Fandelika
Kamis, 8 Desember 2016. 21:07
Tentang Mimpi, dan kecewa.
Jika kau tau hujan selalu mengkhianatimu, bukan?
Apakah itu mimpi yang coba kau cari?
Ataukah harap yang menatap malam dengan kelam yang mengusik diri?
Lalu coba kau dan aku rajut purnama
Agar malam tak lagi hambar dan menyedihkan
Seperti mengukir senyum kita dalam gelas kaca,
Peluh ini nyata, namun tak terasa, demi sebuah bahagia
Serupa pulang membingkai ruang
Selaras waktu kala kau tertawa padaku
Sungguh semua terhenti, sejalan hiasan malam yang kita upayakan
Juga rasa yang kita tanamkan untuk menyelami kelam
Lalu rembulan itu berkata
"Akan aku sembahkan purnama untuk kau yang mencinta."
Sembari aku melihat langit, rembulanku bersinar, malamku terang, dan aku tenang
Kepada angin aku bertanya, "Ada yang lebih bahagia dari dimensi waktu yang bertemu lalu merias mimpi baru?"
Namun tidak
Aku, kamu, waktuku, dan waktumu tidak cukup menjadi kita
Dan gundah, kemana kau bawa aku berlari?
Menghilang saja kau! Jangan ganggu purnama yang kita nanti!
Di akhir malam itu, aku menemukan karya terhebat dari sesosok kesedihan
Sembari aku menatap langit kembali. Namun berbeda, dimana rembulanku?
Hilang kah kau, bunga yang seharusnya lambang kebahagiaan?
Pada akhirnya aku sadari. Aku tak pernah dapatkannya. Karna sebelum menikmatinya, setangkai purnama kita telah layu, dan mati.
Oleh : Muhammad Reno Fandelika
Kamis, 8 Desember 2016. 21:07
Tentang Mimpi, dan kecewa.
Senin, 21 November 2016
Aku Tenang
Oleh : Muhammad Reno Fandelika
Kau, hidupkan mimpiku dengan terik Mu
Aku, syukuri hidupku dengan nikmat Mu
Redam emosiku dengan hujan Mu
Tapi tolong, tenangkan aku dengan bidadari Mu
Bagai senyum yang tak terulum, juga tawa tak tergelak
Jalanku nampak, namun tak teryakinkan, kelak
Dan demi hujan yang turun rintik kemudian berderik-derik
Sungguh aku ingin dia yang menenangkan hariku, di setiap detik
Lalu, berjalanlah waktu dan cerita
Larut sudah rasaku dalam doa
Bermain mimpi ku dalam layar kaca
Semakin merasa aku, semakin merana. Karna di realita, kau tak ada
Kemudian, bidadari, denganmu tak terfikir luka
Denganmu, tak teras diri yang lelah
Denganmu, nyala hidupku sejalan dengan mimpi indah
Dan denganmu, juga khayal tentangmu, diriku tenang
Senin, 21 November 2016 17:05
Sajak sederhana di tengah hujan dan khayal
Kau, hidupkan mimpiku dengan terik Mu
Aku, syukuri hidupku dengan nikmat Mu
Redam emosiku dengan hujan Mu
Tapi tolong, tenangkan aku dengan bidadari Mu
Bagai senyum yang tak terulum, juga tawa tak tergelak
Jalanku nampak, namun tak teryakinkan, kelak
Dan demi hujan yang turun rintik kemudian berderik-derik
Sungguh aku ingin dia yang menenangkan hariku, di setiap detik
Lalu, berjalanlah waktu dan cerita
Larut sudah rasaku dalam doa
Bermain mimpi ku dalam layar kaca
Semakin merasa aku, semakin merana. Karna di realita, kau tak ada
Kemudian, bidadari, denganmu tak terfikir luka
Denganmu, tak teras diri yang lelah
Denganmu, nyala hidupku sejalan dengan mimpi indah
Dan denganmu, juga khayal tentangmu, diriku tenang
Senin, 21 November 2016 17:05
Sajak sederhana di tengah hujan dan khayal
Kamis, 03 November 2016
Kemana Kau Bawa Hidupku?
Oleh : Muhammad Reno Fandelika
Sudah bising lah sepi ku
Lalu kau enggan untuk menyelimutiku
Berjalan meninggalkan hampaku
Dengan penuh tanda tanya dalam kepalaku
Lalu kau menghidupi kenanganku
Kembali menjadi saat-saat dulu
Aku merasakan senyum ayah ibuku, membimbingku dan segala kerapuhanku
"Tumbuhlah kau nak, berbaktilah kepada orang tua, jadi lah kau seperti apa yang ayah ibu inginkan."
Aku menyangsikan rasaku
Karna dirimu bagai pisau bermata dua di tatapku
Membawa keyakinan, sejalan dengan keraguan
Membawa pesan, juga membawa kebingungan
Lalu sosokmu membawa ku terbang jauh
Bahkan jauh meninggalkan ragaku sendiri
Aku terbang meninggalkan hidupku sendiri
Juga pergi dari harapan malaikat hidupku
Kau bawa diriku ke dalam rimba kehidupan
Dimana aku menyadari, jalan yang aku tempuh berbeda
Perlahan, keyakinanku mulai meninggalkan keyakinannya sendiri
Tumbuh lebat laksana parasit yang mengkhianati induk nya
Aku pengembara yang mencari sosokmu dengan meninggalkan raga
Aku meyakini sosokmu, namun juga merindukan sosok ku
Karna aku bagai makhluk tak ber jiwa
Berjalan mencari mu, namun setiap langkah yang aku tempuh, aku semakin menjauhi hidupku
Aku tau, sosokmu adalah candu
Dirimu mengandung kertas putih penuh kebaikan
Namun, aku hanya merindukan hidupku
Dan senyuman malaikat ku yang membawa kesejukan
Jumat, 4 November 2016 11:41. Diantara salah satu tanya dalam kepalaku. Kemana kah aku?
Sudah bising lah sepi ku
Lalu kau enggan untuk menyelimutiku
Berjalan meninggalkan hampaku
Dengan penuh tanda tanya dalam kepalaku
Lalu kau menghidupi kenanganku
Kembali menjadi saat-saat dulu
Aku merasakan senyum ayah ibuku, membimbingku dan segala kerapuhanku
"Tumbuhlah kau nak, berbaktilah kepada orang tua, jadi lah kau seperti apa yang ayah ibu inginkan."
Aku menyangsikan rasaku
Karna dirimu bagai pisau bermata dua di tatapku
Membawa keyakinan, sejalan dengan keraguan
Membawa pesan, juga membawa kebingungan
Lalu sosokmu membawa ku terbang jauh
Bahkan jauh meninggalkan ragaku sendiri
Aku terbang meninggalkan hidupku sendiri
Juga pergi dari harapan malaikat hidupku
Kau bawa diriku ke dalam rimba kehidupan
Dimana aku menyadari, jalan yang aku tempuh berbeda
Perlahan, keyakinanku mulai meninggalkan keyakinannya sendiri
Tumbuh lebat laksana parasit yang mengkhianati induk nya
Aku pengembara yang mencari sosokmu dengan meninggalkan raga
Aku meyakini sosokmu, namun juga merindukan sosok ku
Karna aku bagai makhluk tak ber jiwa
Berjalan mencari mu, namun setiap langkah yang aku tempuh, aku semakin menjauhi hidupku
Aku tau, sosokmu adalah candu
Dirimu mengandung kertas putih penuh kebaikan
Namun, aku hanya merindukan hidupku
Dan senyuman malaikat ku yang membawa kesejukan
Jumat, 4 November 2016 11:41. Diantara salah satu tanya dalam kepalaku. Kemana kah aku?
Minggu, 02 Oktober 2016
Lupakan Senja
Oleh : Muhammad Reno Fandelika
Minggu 25 September 2016, 21:47
Hei, apakabar kau yang menatapku penuh luka?
Masihkah kau berteman dengan sedihmu?
Atau sudahkah kau menemukan bahagia?
Atau kau sedang berusaha menyulam mimpi yang tak semu?
Hei, apakah kau tahu?
Aku selalu membenci senja
Karna senja berarti perpisahan, Ia membawa kesedihan mimpi yang tak terjamah
Namun tidak dengan sosokmu
Lalu mengapa awan kelabu masih menyelimutimu?
Apakah itu waktu yang menuntutmu terus berlalu?
Ataukah hujan yang memaksamu berhenti?
Apapun itu, jika kau melihat bintang, kau akan melihat dirimu menyinari
Hei, sadarkah kau?
Aku juga membenci keberakhiran, sejalan dengan perpisahan
Namun menatapmu itu menenangkanku
Memerdekakan rasaku, pun ketakutanku
Lalu waktu
Dimanakah kau merdeka?
Jika hanya bersembunyi kau dibalik derita
Namum kemudian, senyum mu lah yang memerdekakan waktuku
Minggu 25 September 2016, 21:47
Hei, apakabar kau yang menatapku penuh luka?
Masihkah kau berteman dengan sedihmu?
Atau sudahkah kau menemukan bahagia?
Atau kau sedang berusaha menyulam mimpi yang tak semu?
Hei, apakah kau tahu?
Aku selalu membenci senja
Karna senja berarti perpisahan, Ia membawa kesedihan mimpi yang tak terjamah
Namun tidak dengan sosokmu
Lalu mengapa awan kelabu masih menyelimutimu?
Apakah itu waktu yang menuntutmu terus berlalu?
Ataukah hujan yang memaksamu berhenti?
Apapun itu, jika kau melihat bintang, kau akan melihat dirimu menyinari
Hei, sadarkah kau?
Aku juga membenci keberakhiran, sejalan dengan perpisahan
Namun menatapmu itu menenangkanku
Memerdekakan rasaku, pun ketakutanku
Lalu waktu
Dimanakah kau merdeka?
Jika hanya bersembunyi kau dibalik derita
Namum kemudian, senyum mu lah yang memerdekakan waktuku
Selasa, 13 September 2016
Begitu Indah
Malam ini bulan tidak bisa menemani ku. Sejalan dengan lampu kota yang biasa nya menentramkan. Segala rasa berkecamuk, juga dirimu yang larut dalam diam, hening. Entah kata apa yang akan keluar dari bibirmu malam ini. Hari ini sudah cukup buruk untuk ku, aku tidak ingin malam ini 'kita' menjadi salah satu lagi alasan ku untuk membenci dan mengutuk hari ini.
Jarum jam berlari pelan sembari sesekali menengok kearahku, seakan memergoki ku yang tidak bisa mengalihkan pandanganku dari sosokmu yang bahkan logika ku tidak bisa menjawab pertanyaanku. "bagaimana bisa?" dan hati, masih terdiam seakan menyembunyikan jawaban yang tepat untuk saat yang tepat.
"Huff" Dengusan kecil tak terasa aku hembuskan, aku melirik dirimu pelan, seakan takut suara mengganggu ku barusan akan merusak suasana ini, namun yang aku tatap justru tersenyum dan mulai membuka mulut. Saat seperti ini selalu bisa mengubah hari ku dari kelabu menjadi tidak menentu. Bahagia? Iya, sedih? ada. Apakah malam ini aku akan menjadi seorang pengecut seperti malam-malam biasanya dan pulang membawa sesal? apakah malam ini kamu menemukan lagi titik lemahku yang aku rasa akan menjadi alasan yang sangat kuat bagimu untuk pergi dariku?
Sekali lagi, aku mendapati diriku tenggelam dalam senyum mu. keanggunanmu. semuanya. Aku rebahkan tubuhku di sampingmu, menunggumu meyakinkanku bahwa kesulitan hari ini cukup untuk hari ini saja. Menunggumu meyakinkanku bahwa dirimu akan ada di sebelahku, menghadapi dunia bersama. Engkau yang seolah mengerti mulai melantunkan sebuah lagu.
Aku memejamkan mataku dan mengerti. Malam ini, aku ditemani secangkir damai, bersama sosokmu yang melantunkan kenyamanan, masuk kedalam jiwaku. Nyanyianmu adalah playlist utama di otakku. Seperti sebelum-sebelumnya, aku tidak ingin lagu yang kamu nyanyikan berakhir. aku hanya ingin lagu ini akan abadi, selama nya menemani ku. Untuk pertama kali nya aku merasa sangat nyaman hanya dengan mendengarmu menyanyikan sebuah lagu, perasaan paling damai yang bisa mengatasi letihku, atas apapun.
Karena kamu, lagumu, dan apapun tentangmu begitu indah, untuk harus berakhir.
Jarum jam berlari pelan sembari sesekali menengok kearahku, seakan memergoki ku yang tidak bisa mengalihkan pandanganku dari sosokmu yang bahkan logika ku tidak bisa menjawab pertanyaanku. "bagaimana bisa?" dan hati, masih terdiam seakan menyembunyikan jawaban yang tepat untuk saat yang tepat.
"Huff" Dengusan kecil tak terasa aku hembuskan, aku melirik dirimu pelan, seakan takut suara mengganggu ku barusan akan merusak suasana ini, namun yang aku tatap justru tersenyum dan mulai membuka mulut. Saat seperti ini selalu bisa mengubah hari ku dari kelabu menjadi tidak menentu. Bahagia? Iya, sedih? ada. Apakah malam ini aku akan menjadi seorang pengecut seperti malam-malam biasanya dan pulang membawa sesal? apakah malam ini kamu menemukan lagi titik lemahku yang aku rasa akan menjadi alasan yang sangat kuat bagimu untuk pergi dariku?
Sekali lagi, aku mendapati diriku tenggelam dalam senyum mu. keanggunanmu. semuanya. Aku rebahkan tubuhku di sampingmu, menunggumu meyakinkanku bahwa kesulitan hari ini cukup untuk hari ini saja. Menunggumu meyakinkanku bahwa dirimu akan ada di sebelahku, menghadapi dunia bersama. Engkau yang seolah mengerti mulai melantunkan sebuah lagu.
Aku memejamkan mataku dan mengerti. Malam ini, aku ditemani secangkir damai, bersama sosokmu yang melantunkan kenyamanan, masuk kedalam jiwaku. Nyanyianmu adalah playlist utama di otakku. Seperti sebelum-sebelumnya, aku tidak ingin lagu yang kamu nyanyikan berakhir. aku hanya ingin lagu ini akan abadi, selama nya menemani ku. Untuk pertama kali nya aku merasa sangat nyaman hanya dengan mendengarmu menyanyikan sebuah lagu, perasaan paling damai yang bisa mengatasi letihku, atas apapun.
Karena kamu, lagumu, dan apapun tentangmu begitu indah, untuk harus berakhir.
Jumat, 19 Agustus 2016
Impian Angin Malam
Oleh : Muhammad Reno Fandelika
Di goresan tinta ini, aku titipkan salamku untukmu
Wahai sosok mendekati bidadari, dan hatimu yang sulit aku temui
Dalam rangkaian kata ini, aku ucapkan rasa
Hanya untukmu pemilik hati, dan semua kisah berdua
Kau adalah tatapku yang aku titipkan
Kau adalah hatiku yang aku curahkan
Rasaku adalah malaikat yang menyulam duka untuk bahagia
Mencari mimpi yang tersesat diantara luka
Malam itu aku mencari segelak tawa diantara megah nya istana bintang
Mencoba meraba angkasa, bisakah aku temukan bahagia yang menghilang?
Lalu sang surya datang dan menghapus malam
Menyisakan bahagia yang masih tenggelam dalam renungan malam
Jika bermimpi adalah imaji
Dan kau takut untuk menghidupi mimpi. Sepi, sendiri, dan sunyi
Aku yang menjelma angin malam akan menuntunmu berdiri
Lalu mendampingimu berdamai dengan sepi
Kau adalah pujaan angin malam, namun tak perlu kau rasa
Karena bagimu, angin akan berlalu
Meskipun ia tak ingin berlalu
Dan meninggalkanmu adalah tabu
Lalu enyahlah aku yang berhasrat
Kemudian bersembunyilah dalam harap yang mengerat
Mengendap didalam mimpi yang terkalahkan realita
Karena rembulan tidak akan pernah mencuri fajar
Jumat, 19 Agustus 2016, 12:50 am.
Di goresan tinta ini, aku titipkan salamku untukmu
Wahai sosok mendekati bidadari, dan hatimu yang sulit aku temui
Dalam rangkaian kata ini, aku ucapkan rasa
Hanya untukmu pemilik hati, dan semua kisah berdua
Kau adalah tatapku yang aku titipkan
Kau adalah hatiku yang aku curahkan
Rasaku adalah malaikat yang menyulam duka untuk bahagia
Mencari mimpi yang tersesat diantara luka
Malam itu aku mencari segelak tawa diantara megah nya istana bintang
Mencoba meraba angkasa, bisakah aku temukan bahagia yang menghilang?
Lalu sang surya datang dan menghapus malam
Menyisakan bahagia yang masih tenggelam dalam renungan malam
Jika bermimpi adalah imaji
Dan kau takut untuk menghidupi mimpi. Sepi, sendiri, dan sunyi
Aku yang menjelma angin malam akan menuntunmu berdiri
Lalu mendampingimu berdamai dengan sepi
Kau adalah pujaan angin malam, namun tak perlu kau rasa
Karena bagimu, angin akan berlalu
Meskipun ia tak ingin berlalu
Dan meninggalkanmu adalah tabu
Lalu enyahlah aku yang berhasrat
Kemudian bersembunyilah dalam harap yang mengerat
Mengendap didalam mimpi yang terkalahkan realita
Karena rembulan tidak akan pernah mencuri fajar
Jumat, 19 Agustus 2016, 12:50 am.
Selasa, 26 Juli 2016
"Moments"
Aku adalah seorang pengembara yang sudah bertahun-tahun meninggalkan rumahku. Entah untuk alasan apa aku terusir dan harus pergi saat itu. Kenapa aku harus terusir pergi? Yang jelas kala itu aku belum menyadari jawaban atas pertanyaanku Berat memang meninggalkan rumah yang sudah menyamankanku. Tempat pertama ku merasakan berbagai perasaan. Tempat pertama ku bergelut dengan dinamika perasaanku. Kali pertama aku tertawa dan menangis. Berat, semua berat. Ketika harus meninggalkannya, aku berjalan terseok, tak tahu harus kulangkahkan kemana kaki ku ini. Aku hanya bisa berdiam diri di sudut kota, mengamati diriku sendiri melalui pantulan air hujan yang tergenang di jalan raya. Terkadang aku dapat mengamati diriku lebih dalam lewat pantulan kaca mobil yang berhenti didepanku. Aku bahkan dapat merasakan air mataku turun, bersama hujan yang semakin lama semakin deras. Malam itu aku takut, aku tak siap menghadapi dunia, sendiri.
Seiring berjalannya waktu, beratus-ratus purnama aku lewati, puluhan musim berganti, aku mulai terbiasa dengan petualanganku. Aku mulai meyakinkan diriku sendiri untuk melangkahkan ragaku. Sang pengembara ini berjalan menjauhi rumahnya, bertemu orang baru, kisah baru, dan akhirnya menemukan tempat singgah baru. Cukup nyaman. Penatku selama ini seolah terangkat. Segala malam dingin dan sengatan mentari seakan aku temukan penawarnya. Di sini, aku mulai menghidupkan diriku lagi. Hatiku tak lagi mati, pikirku tidak lagi kosong. Aku mulai mencintai tempat singgahku ini.
Namun, seperti yang sudah aku rasakan dari awal, tempat singgah ku ini memang hanya untuk bersinggah sejenak, hanya untuk sekedar melepas penat. Semakin lama, aku semakin merasakan suatu hal. Aku merasa terasing di tempat singgahku ini. Keramahan rumah tidak aku temukan disini. Yang ada, aku malah merasa tidak menjadi diriku sendiri karena harus menyesuaikan orang lain, budaya lain, juga kehidupan yang lain yang tidak menyamankanku. Aku mulai merindukan rumahku lagi. Aku mulai menyadari nya, satu persatu. Dahulu, aku tidak memperlakukan rumah ku dengan baik. Aku cukup egois. Aku memang nyaman di rumahku dulu, sungguh. Namun, aku tidak menyamankan. Aku bahkan jauh dari kata menyenangkan. Roda berputar, aku berusaha menyamankan, aku berusaha menyenangkan, namun kecewa yang aku dapatkan. Sungguh saat ini aku merindukan rumahku. Tidak ada hal lain yang aku inginkan selain rumahku sendiri. Tak henti-henti nya aku menyalahkan diriku sendiri setiap hari atas ke bodohanku dahulu. Mungkin dulu aku tidak cukup dewasa untuk mengerti arti nya hubungan timbal balik. Aku tidak cukup dewasa untuk mengerti bahwa hidup ini bukan lah hanya satu sudut pandang, dan itu sudut pandangku. Hidup ini tidak hanya tentang aku, namun juga tentang orang lain.
Diliputi kerinduan, dan diusik oleh kenangan juga kebahagiaan masa silam, pagi itu, di kala sang surya belum menampakkan dirinya, aku memutuskan untuk pergi dari tempat singgahku. Aku akan berjalan terus melawan arah ku ketika menjauh. Aku harus pulang! Aku harus menemukan rumahku lagi!
Menemukannya tidak terlalu sulit, tidak sesulit ketika aku harus meninggalkannya. Aku bahagia, sungguh. Akhirnya aku berdiri disini lagi. Di tempat dimana bahagia ku pertama tercipta, juga jenjang menuju dewasa ku berproses. Rumahku menyambutku hangat. Aku bernostalgi, melepas semua kerinduan, juga menyambut semua harapanku. Sungguh aku berharap masa-masa indahku disini terulang kembali. Aku berharap dapat berada disini selamanya, seperti apa yang sudah gagal aku lakukan di masa lampau. Pengembara ini akhirnya kembali pulang.
Yang terjadi justru berkebalikan. Semakin aku merasakannya, semakin aku merasa hampa. Harapanku tidak tersambut oleh rasa ku sendiri. Aku merasa, rumahku sudah jauh berbeda. Bertahun tahun aku meninggalkannya, bertahun-tahun aku berproses, berdialektika dengan hidupku, hingga aku menyadari, bahwa ini sudah berbeda, jauh berbeda. Aku bahagia karna aku menemukannya, tempat semua kenangan ku berada, namun saat ini aku tidak merasakan apa-apa lagi. Aku tidak menemukan kenangan itu bertransformasi menjadi nyata. Kenangan itu justru terus hidup di hati, tidak di realita. Sedari dulu aku mendambakan saat-saat itu, aku mendambakan aku merasakan lagi saat-saat itu. Namun ketika aku sudah berada dirumah, aku merasa hampa. Semua itu tak terasa lagi.
Mungkin sama seperti koala dalam cerita Raditya Dika. Ia mengembara, dan ketika ia pulang ke habitatnya, ia hanya terduduk menjadi seekor koala yang hampa karna rumahnya sudah tidak seperti ketika ia tinggalkan, pohon-pohon sudah ditebang habis, dan ia hanya bisa menghidupi kenangan akan rumahnya dalam hati.
Aku, sang pengembara, memutuskan untuk tidak menetap selamanya dirumahku. Aku memang memiliki beragam kenangan dan masa-masa indah, namun aku sadar itu bagian dari masa lalu yang tidak mungkin kita hidupi kembali. Maka dari itu, aku keluar dari rumah dan mencari tempat pemberentianku selanjutnya, yang aku harap selamanya. Memang terkadang aku masih terusik dengan kenangan ku tentang rumahku tersebut, namun aku mulai belajar untuk menikmati nya, dan benar benar menjadikannya kenangan masa lalu.
Kini, aku beranjak.
Seiring berjalannya waktu, beratus-ratus purnama aku lewati, puluhan musim berganti, aku mulai terbiasa dengan petualanganku. Aku mulai meyakinkan diriku sendiri untuk melangkahkan ragaku. Sang pengembara ini berjalan menjauhi rumahnya, bertemu orang baru, kisah baru, dan akhirnya menemukan tempat singgah baru. Cukup nyaman. Penatku selama ini seolah terangkat. Segala malam dingin dan sengatan mentari seakan aku temukan penawarnya. Di sini, aku mulai menghidupkan diriku lagi. Hatiku tak lagi mati, pikirku tidak lagi kosong. Aku mulai mencintai tempat singgahku ini.
Namun, seperti yang sudah aku rasakan dari awal, tempat singgah ku ini memang hanya untuk bersinggah sejenak, hanya untuk sekedar melepas penat. Semakin lama, aku semakin merasakan suatu hal. Aku merasa terasing di tempat singgahku ini. Keramahan rumah tidak aku temukan disini. Yang ada, aku malah merasa tidak menjadi diriku sendiri karena harus menyesuaikan orang lain, budaya lain, juga kehidupan yang lain yang tidak menyamankanku. Aku mulai merindukan rumahku lagi. Aku mulai menyadari nya, satu persatu. Dahulu, aku tidak memperlakukan rumah ku dengan baik. Aku cukup egois. Aku memang nyaman di rumahku dulu, sungguh. Namun, aku tidak menyamankan. Aku bahkan jauh dari kata menyenangkan. Roda berputar, aku berusaha menyamankan, aku berusaha menyenangkan, namun kecewa yang aku dapatkan. Sungguh saat ini aku merindukan rumahku. Tidak ada hal lain yang aku inginkan selain rumahku sendiri. Tak henti-henti nya aku menyalahkan diriku sendiri setiap hari atas ke bodohanku dahulu. Mungkin dulu aku tidak cukup dewasa untuk mengerti arti nya hubungan timbal balik. Aku tidak cukup dewasa untuk mengerti bahwa hidup ini bukan lah hanya satu sudut pandang, dan itu sudut pandangku. Hidup ini tidak hanya tentang aku, namun juga tentang orang lain.
Diliputi kerinduan, dan diusik oleh kenangan juga kebahagiaan masa silam, pagi itu, di kala sang surya belum menampakkan dirinya, aku memutuskan untuk pergi dari tempat singgahku. Aku akan berjalan terus melawan arah ku ketika menjauh. Aku harus pulang! Aku harus menemukan rumahku lagi!
Menemukannya tidak terlalu sulit, tidak sesulit ketika aku harus meninggalkannya. Aku bahagia, sungguh. Akhirnya aku berdiri disini lagi. Di tempat dimana bahagia ku pertama tercipta, juga jenjang menuju dewasa ku berproses. Rumahku menyambutku hangat. Aku bernostalgi, melepas semua kerinduan, juga menyambut semua harapanku. Sungguh aku berharap masa-masa indahku disini terulang kembali. Aku berharap dapat berada disini selamanya, seperti apa yang sudah gagal aku lakukan di masa lampau. Pengembara ini akhirnya kembali pulang.
Yang terjadi justru berkebalikan. Semakin aku merasakannya, semakin aku merasa hampa. Harapanku tidak tersambut oleh rasa ku sendiri. Aku merasa, rumahku sudah jauh berbeda. Bertahun tahun aku meninggalkannya, bertahun-tahun aku berproses, berdialektika dengan hidupku, hingga aku menyadari, bahwa ini sudah berbeda, jauh berbeda. Aku bahagia karna aku menemukannya, tempat semua kenangan ku berada, namun saat ini aku tidak merasakan apa-apa lagi. Aku tidak menemukan kenangan itu bertransformasi menjadi nyata. Kenangan itu justru terus hidup di hati, tidak di realita. Sedari dulu aku mendambakan saat-saat itu, aku mendambakan aku merasakan lagi saat-saat itu. Namun ketika aku sudah berada dirumah, aku merasa hampa. Semua itu tak terasa lagi.
Mungkin sama seperti koala dalam cerita Raditya Dika. Ia mengembara, dan ketika ia pulang ke habitatnya, ia hanya terduduk menjadi seekor koala yang hampa karna rumahnya sudah tidak seperti ketika ia tinggalkan, pohon-pohon sudah ditebang habis, dan ia hanya bisa menghidupi kenangan akan rumahnya dalam hati.
Aku, sang pengembara, memutuskan untuk tidak menetap selamanya dirumahku. Aku memang memiliki beragam kenangan dan masa-masa indah, namun aku sadar itu bagian dari masa lalu yang tidak mungkin kita hidupi kembali. Maka dari itu, aku keluar dari rumah dan mencari tempat pemberentianku selanjutnya, yang aku harap selamanya. Memang terkadang aku masih terusik dengan kenangan ku tentang rumahku tersebut, namun aku mulai belajar untuk menikmati nya, dan benar benar menjadikannya kenangan masa lalu.
Kini, aku beranjak.
Selasa, 05 Juli 2016
Bulan Suci dan Refleksi Diri
5 Juli 2016 18:57
Sayup sayup terdengar suara takbir di kejauhan. Irama merdu yang selalu mengingatkanku kepada masa kecilku. Meneriakkan nya dari dalam masjid bersama kawan-kawan. Lantas keluar lalu berkeliling sembari terus berteriak melantunkan nada-nada yang pada dasarnya mendamaikan. Ingatanku terus bermain pada masa 5-10 tahun yang lalu. Menyusuri sepanjang bulan Ramadhan yang aku abdikan untuk masjid, untuk perumahanku. Reno kecil yang masih beruntung bisa mengumpulkan banyak cerita mengenai Ramadhan dan masa kecil. Bermain petasan selepas taraweh, contohnya. Dahulu, selepas sholat taraweh di masjid bersama teman teman adalah waktu paling menyenangkan. Kita tidak pernah tahu akan ada permainan apa setiap hari nya. Entah itu bermain bola, petasan, petak umpet atau lainnya. Yang pasti, setiap hari selepas taraweh kami selalu bermain dan bermain hingga kedua orang tua menyusul masing-masing dari kami dan menyuruh kami pulang. Sedikit beranjak dewasa, setiap menjelang buka kami mengurus TPA di masjid. Entah itu mengajar iqro' atau hanya sekedar duduk duduk mengawasi adek-adek kecil. Kegiatan selepas taraweh kami berganti menjadi lebih bermanfaat. Menghitung uang infak, lalu berbincang bersama teman-teman dan tadarus di masjid. Semua nya serba mengabdi untuk masjid. Tapi, apalah arti nya tanpa teman sebaya, tak jarang juga aku membolos dari kegiatan rutin itu hanya karna teman-teman tidak datang hahaha.
Keadaan berbeda, masa sma kami disibukkan dengan kegiatan kami masing masing. Kegiatan kami di masjid terbengkalai, tidak seperti tahun-tahun yang telah lalu. Taraweh tidak lagi memiliki daya tarik khusus karna memang aku dan kawan-kawanku tidak bisa berkumpul seperti dahulu lagi, hanya sesekali kami dapat bertegur sapa secara lengkap. Semakin berjalan nya waktu, kegiatan ku di bulan puasa diisi dengan buka bersama di luar. Orientasi ku dalam menyambut bulan puasa pun menjadi berbeda. Bulan puasa menjadi khas dengan buka bersama dan hangout bersama kawan-kawan. Namun, apapun kegiatan yang mengisi, setiap bulan puasa selalu memiliki keunikan dan daya tarik masing masing. Sejalan dengan kenangan yang kemudian diciptakan. Aku pernah menulis bahwa selain hujan, bulan Ramadhan adalah hal paling luar biasa untuk memanggil kembali kenangan, apapun itu.
Aku ingat betul, tahun lalu ketika sedang beribadah sholat Jumat, khotib berkata. "Bulan puasa adalah pertarungan sesungguhnya, bukan hanya latian. Tidak ada yang namanya pertarungan lebih lama dari latiannya. Apa yang kita dapat saat bulan ramadhan, adalah apa yang kita latih dari diri kita di 11 bulan lainnya." Tahun ini aku baru benar benar paham dan meng aamiini apa yang khotib tersebut sampaikan. Lantas, ramadhan tahun ini pantas aku beri judul apa? menurutku, Ramadhan kali ini adalah Jatuh, dan Bangkit. Tidak bisa aku pungkiri, beberapa bulan kebelakang, hubunganku dengan Allah sangat renggang, bahkan menurutku itu adalah yang terenggang semenjak aku kecil dan mulai mengenal islam. Aku selalu meyakini bahwa agama dan kepercayaan itu adalah urusan pribadiku denganNya. Namun yang selama ini aku lakukan, sangat tidak mencerminkan urusan pribadiku denganNya, karna pada fakta nya, jarang sekali aku bertemu denganNya dalam doa doa ku, karna untuk memanjatkan doa saja aku enggan.
Pada awal ramadhan, aku merasakan betul apa yang aku tuai dari latian ku yang cukup buruk tersebut. Kedua orang tua ku sakit saat itu, ramadhan yang aku idam idam kan tidak aku rasakan karena sehari hari aku harus berbakti kepada mereka, tidak bisa sembarang pergi seperti tahun tahun lalu. Aku ingat betul, dalam sepuluh hari pertama ku ramadhan aku merenungi apa yang aku tulis di awal paragraf sebelumnya. Saat itu aku merasa frustasi, bulan ini hanya setahun sekali, tapi apa iya aku harus melewati nya seperti ini? sekali lagi, bulan yang selalu aku idam idamkan tidak seperti ini. Perlahan aku mulai sadar, semua nya pasti ada sebab dan akibat. Seperti yang sudah aku tulis juga. Penyebab apa yang terjadi padaku kemarin adalah apa yang aku lakukan dari jauh hari, sungguh. Latian terburukku, benar benar latian terburukku. Saat itu aku ingin menulisnya, Namun tidak adil rasanya jika terlalu cepat memutuskan sebelum Allah selesai memberi kejutan di bulan suci ini.
Memasuki 10 hari kedua, perlahan keadaan sudah sedikit berbeda. Papa sudah sembuh sepenuhnya, mama masih sedikit kesusahan berjalan. Setiap sahur aku masih harus naik turun untuk menyiapkan beliau makan, namun tidak masalah. Aku masih bisa menikmati ramadhan versiku sendiri selepas dzuhur hingga malam. Perlahan ramadhan yang aku inginkan mulai kembali. Lebih lagi, seorang teman berhati mulia datang dan menawari ku sebuah kegiatan amal yang aku rasa sangat cocok dengan apa yang aku inginkan. Aku juga berpikir mungkin inilah kesempatan yang tepat untuk membalas apa yang telah aku lakukan dulu. Mungkin latihan ku tidak terlalu baik, namun dalam pertandingan ini, aku bisa memberikan yang terbaik, tidak harus menang, yang penting aku mencoba memberikan yang terbaik. Kemenangan hanyalah bonus. Seperti apa yang dilakukan Leicester City musim ini. Mereka memberikan apa yang terbaik, hingga akhirnya, mereka bisa mendapatkan apa yang diimpikan. Sama seperti Costa Rica di Piala Dunia 2014. Mereka memberikan yang terbaik dari apa yang mereka bisa berikan. Walaupun harusnya harus terhenti di perempat final, mereka tetap mencuri hati penontonnya.
Paruh kedua ramadhan tahun ini menurutku adalah waktu terbaik. Aku mendapatkan momen kebersamaan itu lagi, yang menurutku adalah arti sesungguhnya dari apa itu Ramadhan. Kesibukanku menjadi sangat menyenangkan dan Alhamdulillah, positif. Aku juga baru menyadari, apa yang aku dapat di awal ramadhan justru menjadi momentum juga. Untuk tambah mendekatkan aku dan kedua orang tua, karna jika tidak seperti itu, tentu kami tidak mempunyai waktu karena sibuk oleh kegiatan masing-masing. Aku yang awalnya sedikit terpaksa mengantar mama untuk ke acara-acara buka bersama nya dengan berbagai kelompok pengajian dan arisan yang ia punya menjadi enjoy dan paham, apa itu kebersamaan dengan orang tua.
Tentu kita semua setuju bahwa Ramadhan adalah bulan yang sangat indah jika bisa memaknai nya dengan baik. Tuhan akan memberikan kita makna ramadhan hanya jika kita dapat merasa tertantang dan berlatih dengan baik 11 bulan sebelumnya. Kuncinya ada di HabluminaAllah dan Habluminannas. Harus seimbang, hubungan kepada Tuhan tidak akan sempurna tanpa hubungan baik kepada sesama manusia, begitu sebaliknya.
Terlepas dari itu semua, Ramadhan ini aku belajar, bahwa apa yang selama ini aku pegang tidak lengkap. Prinsipku yang mengatakan bahwa hubungan kepada sesama manusia dan kepada Allah harus baik aku rasa kurang kurang sempurna karna aku tidak mencoba mendekatkan diri kepada Allah. Memang benar, Agama adalah urusan pribadi kita dengan Tuhan. Yang kita bawa keluar adalah hubungan kita kepada sesama manusia. Orang lain tidak akan menilai kita dari agama, mereka akan menilai kita dari kebaikan yang kita lakukan. Namun, sebagai umat beragama, itu tidak cukup. Karna kita butuh berhubungan dengan Tuhan. Hanya untuk kita dan Tuhan, tak perlu menyertakan orang lain, maupun memaksakan orang lain. Ramadhan ini telah usai bersama makna dan pembelajaran yang aku petik. Semoga Allah terus memberikanku kebaikan untuk aku bagi kepada orang lain, ataupun untuk diriku sendiri dalam menjumpaiMu.
Terakhir, aku mengucapkan kepada kalian semua yang baca postingan ini, kalo aku banyak salah aku minta maaf. Sungguh aku tidak bermaksud menyakiti kalian semua hehee, tapi ya namanya khilaf wkwk. Selamat lebaran 1437 Hijriah, kawan kawan. Selamat berkumpul bersama keluarga, nikmatilah momen ini, karna memang hal seperti ini yang kita semua rindukan. Jangan lupa, renungi lah apa sebab dan akibat yang kalian dapatkan di Ramadhan taun ini. Hingga selepas ini semua, banyak kebaikan yang bisa kita bagi bersama.
Salam!
Reno Fandelika, yang masih ingin selalu belajar, juga berbuat kebaikan
Sayup sayup terdengar suara takbir di kejauhan. Irama merdu yang selalu mengingatkanku kepada masa kecilku. Meneriakkan nya dari dalam masjid bersama kawan-kawan. Lantas keluar lalu berkeliling sembari terus berteriak melantunkan nada-nada yang pada dasarnya mendamaikan. Ingatanku terus bermain pada masa 5-10 tahun yang lalu. Menyusuri sepanjang bulan Ramadhan yang aku abdikan untuk masjid, untuk perumahanku. Reno kecil yang masih beruntung bisa mengumpulkan banyak cerita mengenai Ramadhan dan masa kecil. Bermain petasan selepas taraweh, contohnya. Dahulu, selepas sholat taraweh di masjid bersama teman teman adalah waktu paling menyenangkan. Kita tidak pernah tahu akan ada permainan apa setiap hari nya. Entah itu bermain bola, petasan, petak umpet atau lainnya. Yang pasti, setiap hari selepas taraweh kami selalu bermain dan bermain hingga kedua orang tua menyusul masing-masing dari kami dan menyuruh kami pulang. Sedikit beranjak dewasa, setiap menjelang buka kami mengurus TPA di masjid. Entah itu mengajar iqro' atau hanya sekedar duduk duduk mengawasi adek-adek kecil. Kegiatan selepas taraweh kami berganti menjadi lebih bermanfaat. Menghitung uang infak, lalu berbincang bersama teman-teman dan tadarus di masjid. Semua nya serba mengabdi untuk masjid. Tapi, apalah arti nya tanpa teman sebaya, tak jarang juga aku membolos dari kegiatan rutin itu hanya karna teman-teman tidak datang hahaha.
Keadaan berbeda, masa sma kami disibukkan dengan kegiatan kami masing masing. Kegiatan kami di masjid terbengkalai, tidak seperti tahun-tahun yang telah lalu. Taraweh tidak lagi memiliki daya tarik khusus karna memang aku dan kawan-kawanku tidak bisa berkumpul seperti dahulu lagi, hanya sesekali kami dapat bertegur sapa secara lengkap. Semakin berjalan nya waktu, kegiatan ku di bulan puasa diisi dengan buka bersama di luar. Orientasi ku dalam menyambut bulan puasa pun menjadi berbeda. Bulan puasa menjadi khas dengan buka bersama dan hangout bersama kawan-kawan. Namun, apapun kegiatan yang mengisi, setiap bulan puasa selalu memiliki keunikan dan daya tarik masing masing. Sejalan dengan kenangan yang kemudian diciptakan. Aku pernah menulis bahwa selain hujan, bulan Ramadhan adalah hal paling luar biasa untuk memanggil kembali kenangan, apapun itu.
Aku ingat betul, tahun lalu ketika sedang beribadah sholat Jumat, khotib berkata. "Bulan puasa adalah pertarungan sesungguhnya, bukan hanya latian. Tidak ada yang namanya pertarungan lebih lama dari latiannya. Apa yang kita dapat saat bulan ramadhan, adalah apa yang kita latih dari diri kita di 11 bulan lainnya." Tahun ini aku baru benar benar paham dan meng aamiini apa yang khotib tersebut sampaikan. Lantas, ramadhan tahun ini pantas aku beri judul apa? menurutku, Ramadhan kali ini adalah Jatuh, dan Bangkit. Tidak bisa aku pungkiri, beberapa bulan kebelakang, hubunganku dengan Allah sangat renggang, bahkan menurutku itu adalah yang terenggang semenjak aku kecil dan mulai mengenal islam. Aku selalu meyakini bahwa agama dan kepercayaan itu adalah urusan pribadiku denganNya. Namun yang selama ini aku lakukan, sangat tidak mencerminkan urusan pribadiku denganNya, karna pada fakta nya, jarang sekali aku bertemu denganNya dalam doa doa ku, karna untuk memanjatkan doa saja aku enggan.
Pada awal ramadhan, aku merasakan betul apa yang aku tuai dari latian ku yang cukup buruk tersebut. Kedua orang tua ku sakit saat itu, ramadhan yang aku idam idam kan tidak aku rasakan karena sehari hari aku harus berbakti kepada mereka, tidak bisa sembarang pergi seperti tahun tahun lalu. Aku ingat betul, dalam sepuluh hari pertama ku ramadhan aku merenungi apa yang aku tulis di awal paragraf sebelumnya. Saat itu aku merasa frustasi, bulan ini hanya setahun sekali, tapi apa iya aku harus melewati nya seperti ini? sekali lagi, bulan yang selalu aku idam idamkan tidak seperti ini. Perlahan aku mulai sadar, semua nya pasti ada sebab dan akibat. Seperti yang sudah aku tulis juga. Penyebab apa yang terjadi padaku kemarin adalah apa yang aku lakukan dari jauh hari, sungguh. Latian terburukku, benar benar latian terburukku. Saat itu aku ingin menulisnya, Namun tidak adil rasanya jika terlalu cepat memutuskan sebelum Allah selesai memberi kejutan di bulan suci ini.
Memasuki 10 hari kedua, perlahan keadaan sudah sedikit berbeda. Papa sudah sembuh sepenuhnya, mama masih sedikit kesusahan berjalan. Setiap sahur aku masih harus naik turun untuk menyiapkan beliau makan, namun tidak masalah. Aku masih bisa menikmati ramadhan versiku sendiri selepas dzuhur hingga malam. Perlahan ramadhan yang aku inginkan mulai kembali. Lebih lagi, seorang teman berhati mulia datang dan menawari ku sebuah kegiatan amal yang aku rasa sangat cocok dengan apa yang aku inginkan. Aku juga berpikir mungkin inilah kesempatan yang tepat untuk membalas apa yang telah aku lakukan dulu. Mungkin latihan ku tidak terlalu baik, namun dalam pertandingan ini, aku bisa memberikan yang terbaik, tidak harus menang, yang penting aku mencoba memberikan yang terbaik. Kemenangan hanyalah bonus. Seperti apa yang dilakukan Leicester City musim ini. Mereka memberikan apa yang terbaik, hingga akhirnya, mereka bisa mendapatkan apa yang diimpikan. Sama seperti Costa Rica di Piala Dunia 2014. Mereka memberikan yang terbaik dari apa yang mereka bisa berikan. Walaupun harusnya harus terhenti di perempat final, mereka tetap mencuri hati penontonnya.
Paruh kedua ramadhan tahun ini menurutku adalah waktu terbaik. Aku mendapatkan momen kebersamaan itu lagi, yang menurutku adalah arti sesungguhnya dari apa itu Ramadhan. Kesibukanku menjadi sangat menyenangkan dan Alhamdulillah, positif. Aku juga baru menyadari, apa yang aku dapat di awal ramadhan justru menjadi momentum juga. Untuk tambah mendekatkan aku dan kedua orang tua, karna jika tidak seperti itu, tentu kami tidak mempunyai waktu karena sibuk oleh kegiatan masing-masing. Aku yang awalnya sedikit terpaksa mengantar mama untuk ke acara-acara buka bersama nya dengan berbagai kelompok pengajian dan arisan yang ia punya menjadi enjoy dan paham, apa itu kebersamaan dengan orang tua.
Tentu kita semua setuju bahwa Ramadhan adalah bulan yang sangat indah jika bisa memaknai nya dengan baik. Tuhan akan memberikan kita makna ramadhan hanya jika kita dapat merasa tertantang dan berlatih dengan baik 11 bulan sebelumnya. Kuncinya ada di HabluminaAllah dan Habluminannas. Harus seimbang, hubungan kepada Tuhan tidak akan sempurna tanpa hubungan baik kepada sesama manusia, begitu sebaliknya.
Terlepas dari itu semua, Ramadhan ini aku belajar, bahwa apa yang selama ini aku pegang tidak lengkap. Prinsipku yang mengatakan bahwa hubungan kepada sesama manusia dan kepada Allah harus baik aku rasa kurang kurang sempurna karna aku tidak mencoba mendekatkan diri kepada Allah. Memang benar, Agama adalah urusan pribadi kita dengan Tuhan. Yang kita bawa keluar adalah hubungan kita kepada sesama manusia. Orang lain tidak akan menilai kita dari agama, mereka akan menilai kita dari kebaikan yang kita lakukan. Namun, sebagai umat beragama, itu tidak cukup. Karna kita butuh berhubungan dengan Tuhan. Hanya untuk kita dan Tuhan, tak perlu menyertakan orang lain, maupun memaksakan orang lain. Ramadhan ini telah usai bersama makna dan pembelajaran yang aku petik. Semoga Allah terus memberikanku kebaikan untuk aku bagi kepada orang lain, ataupun untuk diriku sendiri dalam menjumpaiMu.
Terakhir, aku mengucapkan kepada kalian semua yang baca postingan ini, kalo aku banyak salah aku minta maaf. Sungguh aku tidak bermaksud menyakiti kalian semua hehee, tapi ya namanya khilaf wkwk. Selamat lebaran 1437 Hijriah, kawan kawan. Selamat berkumpul bersama keluarga, nikmatilah momen ini, karna memang hal seperti ini yang kita semua rindukan. Jangan lupa, renungi lah apa sebab dan akibat yang kalian dapatkan di Ramadhan taun ini. Hingga selepas ini semua, banyak kebaikan yang bisa kita bagi bersama.
Salam!
Reno Fandelika, yang masih ingin selalu belajar, juga berbuat kebaikan
Sabtu, 02 Juli 2016
Indonesia Kecil Tanpa Bahagia
26 Juni 2016. Di waktu senja menyapa Indonesia
Ketika aku melihat air matanya
Aku melihat air mata Indonesia
Juga air mata pendiri bangsa seraya berkata
"Ada apakah dengan bangsaku yang dulu merdeka?"
Aku dapat menghirup angannya yang pupus
Angan Indonesia yang jatuh dengan pedang menghunus
Bersama cita-cita mulia yang mati
Mati di tangan rakus para tikus
Dirinya masih cukup kecil
Untuk menyadari beban hidupnya yang tidak kecil
Tangannya masih cukup renta
Untuk dapat menghidupi mimpi keluarga
Debu dan polusi udara adalah teman bermainnya
Jalanan adalah tempat bermai, juga tempat tumbuhnya mimpi
Bangku sekolah adalah kemustahilan
Putih Merah ditubuhnya hanya menjadi keistimewaan
Dirinya hanya seorang anak yang berhak tumbuh sewajarnya
Dirinya hanya seorang anak yang berhak bahagia
Tertawa, tertawa, dab tertawa
Bukan menangis di bawah jembatan ini, bersama masa denpannya yang tdiak tahu dimana
Ketika aku melihat air matanya
Aku melihat air mata Indonesia
Juga air mata pendiri bangsa seraya berkata
"Ada apakah dengan bangsaku yang dulu merdeka?"
Aku dapat menghirup angannya yang pupus
Angan Indonesia yang jatuh dengan pedang menghunus
Bersama cita-cita mulia yang mati
Mati di tangan rakus para tikus
Dirinya masih cukup kecil
Untuk menyadari beban hidupnya yang tidak kecil
Tangannya masih cukup renta
Untuk dapat menghidupi mimpi keluarga
Debu dan polusi udara adalah teman bermainnya
Jalanan adalah tempat bermai, juga tempat tumbuhnya mimpi
Bangku sekolah adalah kemustahilan
Putih Merah ditubuhnya hanya menjadi keistimewaan
Dirinya hanya seorang anak yang berhak tumbuh sewajarnya
Dirinya hanya seorang anak yang berhak bahagia
Tertawa, tertawa, dab tertawa
Bukan menangis di bawah jembatan ini, bersama masa denpannya yang tdiak tahu dimana
Rabu, 15 Juni 2016
Generasi Wacana?
Datang lagi bulan Ramadhan, bulan penuh berkah untuk umat muslim dan mungkin bulan yang selalu diingat oleh orang yang tidak berkewajiban menjalankan nya. Ada sebuah tradisi menarik di dalam bulan Ramadhan itu sendiri yang membuat bulan ini begitu khas, yaitu buka bersama. Entah sejak kapan tradisi ini mulai ada, yang jelas setiap tahun saya selalu menikmati undangan-undangan buka bersama yang masuk melalui line atau media sosial saya yang lain. Namun, memasuki bulan puasa kali ini, post mengenai generasi wacana mulai menghiasi timeline berbagai media sosial saya. Memang saya tergelitik betul dengan post ini, didalamnya dijelaskan bahwa ada tradisi lain dibalik tradisi buka puasa bersama tersebut, yaitu tradisi wacana. Dimana, ketika didalam sebuah group ingin mengadakan buka puasa bersama, pasti ada ada saja yang meng iya kan, namun pada akhir nya membatalkan karena bertabrakan dengan jadwal nya. Hingga akhirnya mereka tidak jadi mengadakan buka puasa bersama. Generasi Wacana, mereka menyebut. Sebenarnya dalam kasus generasi wacana ini tidak hanya buka puasa bersama yang menjadi korban. Agenda seperti liburan bersama dan lain sebagainya pun hanya akan tenggelam dalam wacana.
Jika menyinggung tentang generasi wacana, saya berfikir bahwa generasi ku ini lah yang wacana, generasi digital yang lahir tahun 90 an-2000 an. Lalu saya berfikir kembali, apakah generasi sebelum generasi kami tidak terjebak dengan wacana? Tidak, sepertinya generasi wacana tidak dimulai dari mereka. Hingga menurut saya, semua ini bermuara pada satu hal. Perkembangan teknologi. Mengapa demikian? Mungkin kita bisa membuat perbandingan antara generasi wacana ini dengan generasi sebelumnya. Dengan perkembangan teknologi yang pesat, dengan di buat nya group di sosial media semacam Line atau WA, lebih dari 100 orang dapat mengobrol di dalam chat room tersebut. Tentunya, 100 orang tersebut memiliki ide berbeda, kegiatan berbeda, kesibukan berbeda. Jangankan 100 orang, 10 orang saja dalam satu group susah menyatukan waktu. Jika sudah begitu, tidak ada kata lain selain : wacana.
Hal ini tentu berbeda sekali dengan generasi tanpa smartphone, tanpa sosial media. Untuk mengadakan buber atau agenda lain, hanya segelintir orang yang merumuskan, lalu mereka menyebarkan berita itu melalui tatap muka. Yang tidak bisa silahkan tidak ikut, yang bisa diharapkan dengan sangat untuk ikut. Efektif, agenda tersebut akan terlaksana dengan baik.
Tentu saja kita tidak akan bisa menyalahkan sosial media seperti ini, apalagi perkembangan teknologi yang sudah sangat banyak membantu. Namun yang perlu diingat, melibatkan banyak orang dalam menentukan tanggal suatu agenda bukanlah hal yang efektif, apalagi hanya sebatas di group. Selamanya hal tersebut hanya menjadi wacana. Di jaman serba digital ini, alangkah lebih baik nya untuk merumuskan sesuatu terlebih dulu dengan melibatkan segelintir orang, baru hal tersebut diangkat kedalam suatu group. Tentu akan jauh lebih efektif. Karena tak selamanya kita harus terjebak dalam generasi wacana ini. Akan lebih bijaksana menyikapi dengan bertindak langsung daripada harus menyalahkan keadaan dan terjebak dalam ruang obrolan semu.
Jika menyinggung tentang generasi wacana, saya berfikir bahwa generasi ku ini lah yang wacana, generasi digital yang lahir tahun 90 an-2000 an. Lalu saya berfikir kembali, apakah generasi sebelum generasi kami tidak terjebak dengan wacana? Tidak, sepertinya generasi wacana tidak dimulai dari mereka. Hingga menurut saya, semua ini bermuara pada satu hal. Perkembangan teknologi. Mengapa demikian? Mungkin kita bisa membuat perbandingan antara generasi wacana ini dengan generasi sebelumnya. Dengan perkembangan teknologi yang pesat, dengan di buat nya group di sosial media semacam Line atau WA, lebih dari 100 orang dapat mengobrol di dalam chat room tersebut. Tentunya, 100 orang tersebut memiliki ide berbeda, kegiatan berbeda, kesibukan berbeda. Jangankan 100 orang, 10 orang saja dalam satu group susah menyatukan waktu. Jika sudah begitu, tidak ada kata lain selain : wacana.
Hal ini tentu berbeda sekali dengan generasi tanpa smartphone, tanpa sosial media. Untuk mengadakan buber atau agenda lain, hanya segelintir orang yang merumuskan, lalu mereka menyebarkan berita itu melalui tatap muka. Yang tidak bisa silahkan tidak ikut, yang bisa diharapkan dengan sangat untuk ikut. Efektif, agenda tersebut akan terlaksana dengan baik.
Tentu saja kita tidak akan bisa menyalahkan sosial media seperti ini, apalagi perkembangan teknologi yang sudah sangat banyak membantu. Namun yang perlu diingat, melibatkan banyak orang dalam menentukan tanggal suatu agenda bukanlah hal yang efektif, apalagi hanya sebatas di group. Selamanya hal tersebut hanya menjadi wacana. Di jaman serba digital ini, alangkah lebih baik nya untuk merumuskan sesuatu terlebih dulu dengan melibatkan segelintir orang, baru hal tersebut diangkat kedalam suatu group. Tentu akan jauh lebih efektif. Karena tak selamanya kita harus terjebak dalam generasi wacana ini. Akan lebih bijaksana menyikapi dengan bertindak langsung daripada harus menyalahkan keadaan dan terjebak dalam ruang obrolan semu.
15 Juni 2016
Oleh : Muhammad Reno Fandelika, 07:18
Pagi ini di tengah puasaku
Aku bermimpi menaklukkan bidadari
Terbaring pasrah akan kuasaku
Melewati malam seperti tidak akan ada pagi
Engkau begitu manis
Pahitnya, aku harus tersesat untuk menemui kamu yang menyambutku dengan senyum manismu
Engkau begitu dekat
Namun, apakah aku harus terus melewati lembah mimpi hanya untuk denganmu selalu?
Aku tahu ini melewati batas
Tapi apa kuasaku jika imajiku yang hadir
Menggabungkan harapan semu, realita, dan luka
Menghasilkan nafsu atas cinta, namun cinta tanpa nyawa
Tidak ada yang lebih menyakitkan selain terbangun setelah nyata nya harap
Aku merasakannya terlalu dalam
Aku menghayati nya terlalu syahdu
Hingga menara kecewaku menjulang terlalu tinggi
Jika memang ketidakmungkinan itu keniscayaan
Dan dalam bawah sadar itu kebahagiaan
Aku memilih tersesat didalamnya
Daripada terbangun dalam hampa dan kecewa
Pagi ini di tengah puasaku
Aku bermimpi menaklukkan bidadari
Terbaring pasrah akan kuasaku
Melewati malam seperti tidak akan ada pagi
Engkau begitu manis
Pahitnya, aku harus tersesat untuk menemui kamu yang menyambutku dengan senyum manismu
Engkau begitu dekat
Namun, apakah aku harus terus melewati lembah mimpi hanya untuk denganmu selalu?
Aku tahu ini melewati batas
Tapi apa kuasaku jika imajiku yang hadir
Menggabungkan harapan semu, realita, dan luka
Menghasilkan nafsu atas cinta, namun cinta tanpa nyawa
Tidak ada yang lebih menyakitkan selain terbangun setelah nyata nya harap
Aku merasakannya terlalu dalam
Aku menghayati nya terlalu syahdu
Hingga menara kecewaku menjulang terlalu tinggi
Jika memang ketidakmungkinan itu keniscayaan
Dan dalam bawah sadar itu kebahagiaan
Aku memilih tersesat didalamnya
Daripada terbangun dalam hampa dan kecewa
Jumat, 10 Juni 2016
Kotaku Bersamamu
Oleh : Muhammad Reno Fandelika, 10 Juni 2016 12:12
Gemerlap kotaku dan germelapmu
Seperti dua nyawa yang disatukan oleh Sang Pengasih untuk sebuah sempurna
Hingga kupasrahkan diriku terapung, kemudian tenggelam seutuhnya
Malam ini, Ia memberikan lukisan tangan terindah untuk hambanya;
Senyum mu, yang mengintip di balik lampu kota
Tatap mu yang dipenuhi bimbang namun tetap hangat, sehangat senja
Juga hatimu yang Ia titipkan untukku dengan sudut kota yang berteriak pelan namun merdu sebagai saksinya
Sosokmu dan kotaku sudah menjadi candu. seperti pujangga merayakan secangkir kafein dengan sebatang nikotin
Tutur mu diiringi senandung musisi jalanan adalah caraku bersyukur kepada Tuhan
Dan juga karna gerakmu didalam kehangatan seisi kota merupakan ingatan pertamaku terhadapNya
Aku jatuh cinta dengan kotaku dan kau didalamnya
Aku jatuh dalam romantisme kotaku seperti aku jatuh dalam pribadimu, bahkan lebih dalam
Karna tanpamu
Kotaku hanya akan mati dalam ingatanku
Gemerlap kotaku dan germelapmu
Seperti dua nyawa yang disatukan oleh Sang Pengasih untuk sebuah sempurna
Hingga kupasrahkan diriku terapung, kemudian tenggelam seutuhnya
Malam ini, Ia memberikan lukisan tangan terindah untuk hambanya;
Senyum mu, yang mengintip di balik lampu kota
Tatap mu yang dipenuhi bimbang namun tetap hangat, sehangat senja
Juga hatimu yang Ia titipkan untukku dengan sudut kota yang berteriak pelan namun merdu sebagai saksinya
Sosokmu dan kotaku sudah menjadi candu. seperti pujangga merayakan secangkir kafein dengan sebatang nikotin
Tutur mu diiringi senandung musisi jalanan adalah caraku bersyukur kepada Tuhan
Dan juga karna gerakmu didalam kehangatan seisi kota merupakan ingatan pertamaku terhadapNya
Aku jatuh cinta dengan kotaku dan kau didalamnya
Aku jatuh dalam romantisme kotaku seperti aku jatuh dalam pribadimu, bahkan lebih dalam
Karna tanpamu
Kotaku hanya akan mati dalam ingatanku
Senin, 16 Mei 2016
Kamu dan Semu
Oleh : Muhammad Reno Fandelika, 16 Mei 2016
Satu hari lagi tanpamu
Satu harap lagi, ingin bertemu
Satu dua tiga puisi mengisi
Namun luka terus datang menghampiri
Seperti inikah rasanya mencintai kemustahilan?
Mendekap erat ketidakmungkinan?
Mendustai keadaan yang hanya akan membuat fajar semakin jauh kepada senja
Sebuah tembok besar mengingatkanku pada sebuah gusar
Sebuah jurang dalam
Dan rasa yang sudah terlalu dalam
Seperti menyatukan dua kata, keinginan dan ketidakmungkinan
Seharusnya saat ini atau saat nanti akan aku rayakan kebahagiaan denganmu walau semu
Akan aku rayakan pertemuan tanpa perpisahan denganmu walau sendu
Bukan hanya diriku yang merayakan secangkir luka dalam realita didalamnya
Juga harapan kepada sang pembeda untuk memungkinkan kemustahilan
Dan menyatukan kita, yang berbeda
Satu hari lagi tanpamu
Satu harap lagi, ingin bertemu
Satu dua tiga puisi mengisi
Namun luka terus datang menghampiri
Seperti inikah rasanya mencintai kemustahilan?
Mendekap erat ketidakmungkinan?
Mendustai keadaan yang hanya akan membuat fajar semakin jauh kepada senja
Sebuah tembok besar mengingatkanku pada sebuah gusar
Sebuah jurang dalam
Dan rasa yang sudah terlalu dalam
Seperti menyatukan dua kata, keinginan dan ketidakmungkinan
Seharusnya saat ini atau saat nanti akan aku rayakan kebahagiaan denganmu walau semu
Akan aku rayakan pertemuan tanpa perpisahan denganmu walau sendu
Bukan hanya diriku yang merayakan secangkir luka dalam realita didalamnya
Juga harapan kepada sang pembeda untuk memungkinkan kemustahilan
Dan menyatukan kita, yang berbeda
Kamis, 12 Mei 2016
Selembar Imaji
Oleh : Muhammad Reno Fandelika
Tidak ada jendela, begitu pula udara
Tak ku temukan apapun disini
Hanya ada imajiku tentang bidadari
Dan sebuah jurang nostalgi
Tidak ada serpihan kaca
Tidak ada butiran debu
Hanya ada sepotong senja
Bersama secuil nirwana yang aku lukiskan untukmu
Di ruang kecil ini, kalbu fasih melafalkan nama
Apalah daya raga ini? Kau adalah makhluk ciptaan Tuhan nomer satu, sedangkan aku jauh dari kata kamu
Hanya untuk menghayati sosokmu, aku harus bersimpuh, merintih, dan berteriak lirih
Semua tentangmu sudah terlanjur menjalar di nadi
Seperti merah putih di setiap denyut arteri
Sedekat itu analogi tentang kamu
Namun terlalu jauh kamu dan aku
Aku terobsesi dengan imaji
Juga hati yang perlahan pergi
Atau memang, tidak pernah disini
Bersama langkah, yang tak tahu arah
Enyahlah bisu dan rayakan sendu
Mungkin kata sayang terlalu jenaka untuk aku bilang
Karna hari ini hanya ada aku, kamu, dan semu
Namun biar bagaimanapun akan tetap aku cari
Hingga hatimu enggan untuk pergi
9 Mei 2016
Ditengah kerumunan berbicara keyakinan, yang ada di kepalaku hanya kamu
Tidak ada jendela, begitu pula udara
Tak ku temukan apapun disini
Hanya ada imajiku tentang bidadari
Dan sebuah jurang nostalgi
Tidak ada serpihan kaca
Tidak ada butiran debu
Hanya ada sepotong senja
Bersama secuil nirwana yang aku lukiskan untukmu
Di ruang kecil ini, kalbu fasih melafalkan nama
Apalah daya raga ini? Kau adalah makhluk ciptaan Tuhan nomer satu, sedangkan aku jauh dari kata kamu
Hanya untuk menghayati sosokmu, aku harus bersimpuh, merintih, dan berteriak lirih
Semua tentangmu sudah terlanjur menjalar di nadi
Seperti merah putih di setiap denyut arteri
Sedekat itu analogi tentang kamu
Namun terlalu jauh kamu dan aku
Aku terobsesi dengan imaji
Juga hati yang perlahan pergi
Atau memang, tidak pernah disini
Bersama langkah, yang tak tahu arah
Enyahlah bisu dan rayakan sendu
Mungkin kata sayang terlalu jenaka untuk aku bilang
Karna hari ini hanya ada aku, kamu, dan semu
Namun biar bagaimanapun akan tetap aku cari
Hingga hatimu enggan untuk pergi
9 Mei 2016
Ditengah kerumunan berbicara keyakinan, yang ada di kepalaku hanya kamu
Senin, 09 Mei 2016
Di Dalam Secangkir Kopi
Oleh : Muhammad Reno Fandelika. 7 Mei 2016. 01:47, di dalam warung kopi di tengah hutan yang membelah Timur dan Tengah.
Di dalam secangkir kopi
Akan kau temukan kuda putih sedang berlari menyambut fajar
Sembari megucap salam
Pada ribuan kisah yang tak sempat ia selami
Di dalam secangkir Kopi
Akan kau dengar nada-nada merambat pelan
Seakan malu menampakkan dirinya yang syahdu
Sedang mengikuti perjalanan petualang menuju damainya
Di dalam secangkir kopi
Akan kau lihat wanita bertutur menggoda
Menutup muka sembari membuka kisahnya
Tentang tangis dan tawa di masa sendu
Di dalam secangkir kopi
Dapat kau rasakan induhnya kerinduan pada kampung halaman
Beserta kehidupan yang terus berjalan
Di samping ragamu yang terduduk menatap senja
Di dalam secangkir kopi
Kau dapat menemukan asap berlari riang
Bersama para sahabat yang menegaskan tatap kearah cita, juga cinta
Di dalam secangkir kopi
Akan kau alami berbagai pertemuan yang bermuara pada perpisahan
Serta tatapmu menemukan sebuah wajah yang kemudian kau tinggalkan
Dan waktu enggan menunggu maupun memutar
Di dalam secangkir kopi
Kau akan menemukanku duduk disini
Bersama keinginanku untuk tersesat lebih dalam
Dan keenggananku untuk pulang
(Untuk sebuah perjalanan, kisah, dan para sahabat pencerita)
Di dalam secangkir kopi
Akan kau temukan kuda putih sedang berlari menyambut fajar
Sembari megucap salam
Pada ribuan kisah yang tak sempat ia selami
Di dalam secangkir Kopi
Akan kau dengar nada-nada merambat pelan
Seakan malu menampakkan dirinya yang syahdu
Sedang mengikuti perjalanan petualang menuju damainya
Di dalam secangkir kopi
Akan kau lihat wanita bertutur menggoda
Menutup muka sembari membuka kisahnya
Tentang tangis dan tawa di masa sendu
Di dalam secangkir kopi
Dapat kau rasakan induhnya kerinduan pada kampung halaman
Beserta kehidupan yang terus berjalan
Di samping ragamu yang terduduk menatap senja
Di dalam secangkir kopi
Kau dapat menemukan asap berlari riang
Bersama para sahabat yang menegaskan tatap kearah cita, juga cinta
Di dalam secangkir kopi
Akan kau alami berbagai pertemuan yang bermuara pada perpisahan
Serta tatapmu menemukan sebuah wajah yang kemudian kau tinggalkan
Dan waktu enggan menunggu maupun memutar
Di dalam secangkir kopi
Kau akan menemukanku duduk disini
Bersama keinginanku untuk tersesat lebih dalam
Dan keenggananku untuk pulang
(Untuk sebuah perjalanan, kisah, dan para sahabat pencerita)
Jumat, 29 April 2016
Untuk Cinta
Oleh : Muhammad Reno Fandelika. 30 April 2016. 02:00
Cinta..
Ada banyak cerita yang belum sempat kubagi
Namun dirimu sepertinya tenggelam dalam sendu
Enggan membagikan kisahmu
Cinta..
Aku bertanya tentang malam
Namun kau menjawab tentang siang
Aku menyebut satu nama
Dan itu namamu
Pahitnya, kau menyebut nama lain
Dan itu bukan aku
Selesai..
Seluruh penantian yang aku dan kau rasakan
Kini berakhir
Seiring ragamu yang terlalu jauh untuk ku gapai
Biarkan aku rasakan lagi denting cintamu
Yang bertahun menjalar, bersatu bersama nadi
Aku mau kamu
Dan semua bingar yang dulu kita rasakan bersama
Kembalikan lagi aku dan kamu
Saat jemari kita saling menggenggam
Erat...
Seperti kesombongan kita mampu menaklukkan dunia
Cinta
Ada banyak tanya yang tak terjawab
Seiring kasih yang tak terbalas
Juga kebodohanku, yang pasti akan membekas
Cinta
Aku mohon jangan pernah pergi
Karna penantianku tak sesederhana itu
Aku mohon, jangan berakhir
Keinginanku hanya satu
Mengakhiri keberakhiran itu
Dan memulai hidup bersamamu
Selamanya...
(Untuk Cinta, dan anganku yang terbang bersamanya)
Cinta..
Ada banyak cerita yang belum sempat kubagi
Namun dirimu sepertinya tenggelam dalam sendu
Enggan membagikan kisahmu
Cinta..
Aku bertanya tentang malam
Namun kau menjawab tentang siang
Aku menyebut satu nama
Dan itu namamu
Pahitnya, kau menyebut nama lain
Dan itu bukan aku
Selesai..
Seluruh penantian yang aku dan kau rasakan
Kini berakhir
Seiring ragamu yang terlalu jauh untuk ku gapai
Biarkan aku rasakan lagi denting cintamu
Yang bertahun menjalar, bersatu bersama nadi
Aku mau kamu
Dan semua bingar yang dulu kita rasakan bersama
Kembalikan lagi aku dan kamu
Saat jemari kita saling menggenggam
Erat...
Seperti kesombongan kita mampu menaklukkan dunia
Cinta
Ada banyak tanya yang tak terjawab
Seiring kasih yang tak terbalas
Juga kebodohanku, yang pasti akan membekas
Cinta
Aku mohon jangan pernah pergi
Karna penantianku tak sesederhana itu
Aku mohon, jangan berakhir
Keinginanku hanya satu
Mengakhiri keberakhiran itu
Dan memulai hidup bersamamu
Selamanya...
(Untuk Cinta, dan anganku yang terbang bersamanya)
Kisah Untuk Sebuah Sesal
Oleh : Muhammad Reno Fandelika, 26 April 2016. 21:29
Tak terasa
Dunia ku mulai berputar ke arah lain
Bertahun waktu memperingatkanku
Jiwa ini, enggan untuk peduli
Jutaan daun telah gugur
Ribuan kali mentari pagi pergi, kemudian datang kembali
Ratusan musim berganti
Namun hati ini masih tak bergeming
Entah berapa banyak petunjuk yang tak ku hiraukan
Yang aku tahu, aku bodoh
Aku terlalu apatis
Hingga aku kehilanganmu, selamanya
Setelah ribuan hari yang aku lalui
Aku berdiri lagi disini
Berhadapan dengan samudera sesalku
Dan dirimu..
"Apa kabar?" Tanyaku
"Setelah semua yang aku lalui, kau masih ada disini." Lanjutku, mengakui.
Sementara kau? Aku menantikan kata dari bibirmu, namun kau masih terdiam, membisu
Karna memang kau tak lagi disini
Aku berdiri di depan ragamu
Namun aku tak berdiri di depan sosokmu
Karna kau dan aku terpisah jurang kematian
Kini hanya tersisa aku, penyesalanku, dan dunia yang terus berputar
Aku tidak ingin menyalahkan waktu
Aku menyalahkan sesal
Karna waktu tak akan pernah menunggu sebuah penyesalan
(Untuk seorang sahabat, dan penyesalannya)
Tak terasa
Dunia ku mulai berputar ke arah lain
Bertahun waktu memperingatkanku
Jiwa ini, enggan untuk peduli
Jutaan daun telah gugur
Ribuan kali mentari pagi pergi, kemudian datang kembali
Ratusan musim berganti
Namun hati ini masih tak bergeming
Entah berapa banyak petunjuk yang tak ku hiraukan
Yang aku tahu, aku bodoh
Aku terlalu apatis
Hingga aku kehilanganmu, selamanya
Setelah ribuan hari yang aku lalui
Aku berdiri lagi disini
Berhadapan dengan samudera sesalku
Dan dirimu..
"Apa kabar?" Tanyaku
"Setelah semua yang aku lalui, kau masih ada disini." Lanjutku, mengakui.
Sementara kau? Aku menantikan kata dari bibirmu, namun kau masih terdiam, membisu
Karna memang kau tak lagi disini
Aku berdiri di depan ragamu
Namun aku tak berdiri di depan sosokmu
Karna kau dan aku terpisah jurang kematian
Kini hanya tersisa aku, penyesalanku, dan dunia yang terus berputar
Aku tidak ingin menyalahkan waktu
Aku menyalahkan sesal
Karna waktu tak akan pernah menunggu sebuah penyesalan
(Untuk seorang sahabat, dan penyesalannya)
Kamis, 07 April 2016
Linimasa
Ketika kamu berharap sesuatu akan tetap seperti ini, seseorang yang tetap hangat, keadaan yang tetap menyamankan, bahkan rasa yang tetap terjaga, maka kamu salah. Seseorang akan berubah, keadaan akan terbalik, rasa akan pergi. Tetapi memori tidak. Aku setuju, sangat setuju akan hal ini. Aku selalu bingung dan terjebak oleh konsep waktu. Konsep kenangan. Dimana kamu hanya berdiri disini, berada disamping waktu yang terus menerus berlalu tanpa mundur. Sedetik pun ia tidak akan mundur. Lalu, perlahan kamu akan melihat orang orang pergi bersama waktu tersebut. Menyusul keadaan yang mulai berbeda. Hingga rasa hampa yang akhirnya menguasai dirimu. Terlepas dari itu semua, aku sangat suka bernostalgi. Bersenandung dengan waktu, menjalin cinta dengan kenangan.
Hari ini, aku membersihkan dan merombak sebagian kamarku. Banyak sekali benda kecil yang aku temukan. Benda yang aku sebut kenangan. Kertas-kertas latihan ujian kelas 12? Salah satu nya. Aku temukan lagi berkas berkas ketika aku akan memasuki dunia kuliah. Tak jarang aku menemukan foto foto semasa kecil ku. Aku, aku sendiri detik itu terjebak dalam romantisme yang aku ciptakan sendiri. Aku benci menjadi cukup sentimentil seperti ini. Namun, aku menyadari bahwa dengan menjadi seperti ini, aku akan lebih menghargai setiap waktu. Sungguh, barang paling berharga yang dipunyai manusia adalah waktu. Karna, ketika kamu menghabiskan waktumu untuk hal yang salah, hanya kenangan buruk yang kamu dapat. Kenangan yang akan membayangimu seumur hidup. Omong omong tentang kenangan, terkadang kamu akan mempunyai banyak sekali kenangan dalam bentuk yang bisa kamu lihat dan raba. Hari ini, aku cukup banyak melihat dan meraba kenangan, yang seharusnya sudah tidak memiliki porsi lagi di hidupmu. Maka, bukan kebiasaanku sebenarnya untuk membuang jauh kenangan. Namun, hari ini aku melakukannya. Banyak sekali kenangan yang terpaksa aku anak tirikan, atau lebih kejamnya, terpaksa aku buang. Bukan, bukan aku ingin melenyapkan itu selamanya. Aku hanya ingin mengungsikan nya sebentar. Aku sadar betul, beberapa tahun dari sekarang, aku akan menemukan semua itu lagi, dan aku akan mengenang nya seperti hari ini aku mengenang beberapa barang temuan yang memiliki kenangan beberapa tahun yang lalu.
Bagiku, segala bentuk memori dapat tiba tiba merasuk ke diri kita melalui cara yang sangat sederhana, atau terlampau sederhana.
Seperti aku yang ketika mendengar lagu A Thousand Years nya Christina Perri langsung teringat memori tahun 2012, dimana saat itu masa transisi antara SMP dan SMA. Saat itu juga aku mulai merasakan 'hidup'
Atau ketika mendengar lagu LDR nya Raisa, ingatanku akan terbang ke tahun 2014 dimana aku menjadi siswa anak kelas 11 yang kerjaannya setiap hari hanya main. Membolos pelajaran untuk ke kantin, ke perpus, ke uks, bahkan futsal.
Lagu-lagu tersebut dengan sempurna mengembalikan semua kenangan, semua memori yang pernah tercipta. Seperti sebuah dvd player yang otomatis terputar di otakku. Sedihnya, aku hanya dapat melihat memori itu. Hanya dapat membayangkannya kembali. Memangnya apa lagi yang bisa perbuat selain itu?
Hal yang paling payah dari kenangan adalah, ketika kamu tidak menyadari bahwa kamu sedang membuat cerita untuk kau kenang. Aku memang suka mengenang, sedari dulu. Namun, aku tidak benar benar menyadari bahwa yang aku jalani dulu itu juga akan menjadi kenangan untukku dimasa depan. Seperti kehidupan sma ku yang sangat menyenangkan di tahun 2013-2014. aku terlambat menyadari bahwa itu akan menjadi kenangan indah diriku sekarang. Aku menjalani semua begitu saja, iya, hanya menjalani. Sampai diriku mulai berkata "Satu tahun yang lalu..." "Gak kerasa udah dua tahun.." "Aku kangen.." "Kok dulu enak banget ya.."
Aku yang sekarang sadar bahwa aku sedang menuliskan ceritaku sendiri. Aku sedang membuat memori yang akan aku kenang beberapa tahun lagi. Mungkin setelah lulus aku akan terus bernostalgi tentang masa ini. Masa dimana kamu membolos kuliah untuk ke kontrakan temanmu hanya untuk mendengarkan musik bersama sama, berbagi banyak cerita. Masa dimana kamu terlambat pulang setiap malamnya setelah berkeliling kota bersama teman temanmu untuk menikmati sebuah kesombongan, khas anak muda. Aku kini hanya berusaha menikmati seutuhnya apa yang pantas aku nikmati. Hanya membuat suatu skenario sempurna untuk bisa aku kenang. Utuh, tanpa serpihan serpihan kenangan yang tertinggal. Aku ingin, beberapa tahun lagi, ketika mengenang masa ini, aku punya cukup banyak cara untuk mengatasi rindu. Sesuatu yang tidak aku punya sekarang, untuk mengobati kerinduanku akan romantisme masa lalu.
Aku sadar, terkadang obat rindu itu tidak akan ada guna nya, ketika orang tersebut sudah jauh berbeda. Ketika kami sudah saling berpunggungan. Kami yang dulu menulis cerita bersama sudah berada dalam kepentingan masing masing. Ketika dulu untuk kumpul hanya butuh beberapa saat hingga kami sudah berada di warung favorit kami, atau bahkan 'menjajah' rumah salah satu dari kami untuk menikmati indahnya masa muda. Aku juga sadar keadaan ku yang sekarang juga akan seperti itu, kelak. Kami tidak akan bisa dengan bebas tertawa lagi, dengan bebas merasa diri kita besar.
Maka, kini, aku hanya ingin menikmati ini sepenuhnya. Mengabadikan semua momen ini bersama. Percayalah, setiap hal yang kamu jalani sekarang akan kamu rindukan di kemudian hari. Seperti ungkapan populer, "Kamu tidak akan menyadari apa yang kamu punya sebelum kamu kehilangannya." Itu yang aku rasakan dulu, aku tidak pernah sadar apa yang aku punya sampai akhirnya aku merasa semua sudah berbeda. Oleh karena itu, setiap hidup yang aku jalani sekarang, aku menikmati nya. Sebisa mungkin, aku menyadari apa yang benar benar aku punya sekarang. Menjaga semua nya, sebelum waktu tadi melintas lalu mengambil semua nya yang pernah aku punya.
Apapun yang kamu punya hari ini pantas untuk kau syukuri sebelum kau menyadari semua nya sudah terlanjur pergi. Dan..
Satu yang pasti, apa yang kamu jalani sekarang akan menjadi kenangan di kemudian hari. Tinggal seperti apa kenangan yang tercipta? Manfaatkan sebaik baik nya. tentu kita tidak ingin mengingat masa ini sebagai kenangan buruk, bukan?
7 April 2016
Seseorang yang terlalu takut dengan waktu.
Hari ini, aku membersihkan dan merombak sebagian kamarku. Banyak sekali benda kecil yang aku temukan. Benda yang aku sebut kenangan. Kertas-kertas latihan ujian kelas 12? Salah satu nya. Aku temukan lagi berkas berkas ketika aku akan memasuki dunia kuliah. Tak jarang aku menemukan foto foto semasa kecil ku. Aku, aku sendiri detik itu terjebak dalam romantisme yang aku ciptakan sendiri. Aku benci menjadi cukup sentimentil seperti ini. Namun, aku menyadari bahwa dengan menjadi seperti ini, aku akan lebih menghargai setiap waktu. Sungguh, barang paling berharga yang dipunyai manusia adalah waktu. Karna, ketika kamu menghabiskan waktumu untuk hal yang salah, hanya kenangan buruk yang kamu dapat. Kenangan yang akan membayangimu seumur hidup. Omong omong tentang kenangan, terkadang kamu akan mempunyai banyak sekali kenangan dalam bentuk yang bisa kamu lihat dan raba. Hari ini, aku cukup banyak melihat dan meraba kenangan, yang seharusnya sudah tidak memiliki porsi lagi di hidupmu. Maka, bukan kebiasaanku sebenarnya untuk membuang jauh kenangan. Namun, hari ini aku melakukannya. Banyak sekali kenangan yang terpaksa aku anak tirikan, atau lebih kejamnya, terpaksa aku buang. Bukan, bukan aku ingin melenyapkan itu selamanya. Aku hanya ingin mengungsikan nya sebentar. Aku sadar betul, beberapa tahun dari sekarang, aku akan menemukan semua itu lagi, dan aku akan mengenang nya seperti hari ini aku mengenang beberapa barang temuan yang memiliki kenangan beberapa tahun yang lalu.
Bagiku, segala bentuk memori dapat tiba tiba merasuk ke diri kita melalui cara yang sangat sederhana, atau terlampau sederhana.
Seperti aku yang ketika mendengar lagu A Thousand Years nya Christina Perri langsung teringat memori tahun 2012, dimana saat itu masa transisi antara SMP dan SMA. Saat itu juga aku mulai merasakan 'hidup'
Atau ketika mendengar lagu LDR nya Raisa, ingatanku akan terbang ke tahun 2014 dimana aku menjadi siswa anak kelas 11 yang kerjaannya setiap hari hanya main. Membolos pelajaran untuk ke kantin, ke perpus, ke uks, bahkan futsal.
Lagu-lagu tersebut dengan sempurna mengembalikan semua kenangan, semua memori yang pernah tercipta. Seperti sebuah dvd player yang otomatis terputar di otakku. Sedihnya, aku hanya dapat melihat memori itu. Hanya dapat membayangkannya kembali. Memangnya apa lagi yang bisa perbuat selain itu?
Hal yang paling payah dari kenangan adalah, ketika kamu tidak menyadari bahwa kamu sedang membuat cerita untuk kau kenang. Aku memang suka mengenang, sedari dulu. Namun, aku tidak benar benar menyadari bahwa yang aku jalani dulu itu juga akan menjadi kenangan untukku dimasa depan. Seperti kehidupan sma ku yang sangat menyenangkan di tahun 2013-2014. aku terlambat menyadari bahwa itu akan menjadi kenangan indah diriku sekarang. Aku menjalani semua begitu saja, iya, hanya menjalani. Sampai diriku mulai berkata "Satu tahun yang lalu..." "Gak kerasa udah dua tahun.." "Aku kangen.." "Kok dulu enak banget ya.."
Aku yang sekarang sadar bahwa aku sedang menuliskan ceritaku sendiri. Aku sedang membuat memori yang akan aku kenang beberapa tahun lagi. Mungkin setelah lulus aku akan terus bernostalgi tentang masa ini. Masa dimana kamu membolos kuliah untuk ke kontrakan temanmu hanya untuk mendengarkan musik bersama sama, berbagi banyak cerita. Masa dimana kamu terlambat pulang setiap malamnya setelah berkeliling kota bersama teman temanmu untuk menikmati sebuah kesombongan, khas anak muda. Aku kini hanya berusaha menikmati seutuhnya apa yang pantas aku nikmati. Hanya membuat suatu skenario sempurna untuk bisa aku kenang. Utuh, tanpa serpihan serpihan kenangan yang tertinggal. Aku ingin, beberapa tahun lagi, ketika mengenang masa ini, aku punya cukup banyak cara untuk mengatasi rindu. Sesuatu yang tidak aku punya sekarang, untuk mengobati kerinduanku akan romantisme masa lalu.
Aku sadar, terkadang obat rindu itu tidak akan ada guna nya, ketika orang tersebut sudah jauh berbeda. Ketika kami sudah saling berpunggungan. Kami yang dulu menulis cerita bersama sudah berada dalam kepentingan masing masing. Ketika dulu untuk kumpul hanya butuh beberapa saat hingga kami sudah berada di warung favorit kami, atau bahkan 'menjajah' rumah salah satu dari kami untuk menikmati indahnya masa muda. Aku juga sadar keadaan ku yang sekarang juga akan seperti itu, kelak. Kami tidak akan bisa dengan bebas tertawa lagi, dengan bebas merasa diri kita besar.
Maka, kini, aku hanya ingin menikmati ini sepenuhnya. Mengabadikan semua momen ini bersama. Percayalah, setiap hal yang kamu jalani sekarang akan kamu rindukan di kemudian hari. Seperti ungkapan populer, "Kamu tidak akan menyadari apa yang kamu punya sebelum kamu kehilangannya." Itu yang aku rasakan dulu, aku tidak pernah sadar apa yang aku punya sampai akhirnya aku merasa semua sudah berbeda. Oleh karena itu, setiap hidup yang aku jalani sekarang, aku menikmati nya. Sebisa mungkin, aku menyadari apa yang benar benar aku punya sekarang. Menjaga semua nya, sebelum waktu tadi melintas lalu mengambil semua nya yang pernah aku punya.
Apapun yang kamu punya hari ini pantas untuk kau syukuri sebelum kau menyadari semua nya sudah terlanjur pergi. Dan..
Satu yang pasti, apa yang kamu jalani sekarang akan menjadi kenangan di kemudian hari. Tinggal seperti apa kenangan yang tercipta? Manfaatkan sebaik baik nya. tentu kita tidak ingin mengingat masa ini sebagai kenangan buruk, bukan?
7 April 2016
Seseorang yang terlalu takut dengan waktu.
Jumat, 04 Maret 2016
Tentang Kepergian
Ada sebuah tradisi, di salah satu daerah di Indonesia. Dimana, seseorang yang telah dianggap dewasa akan merantau meninggalkan keluarga nya. Sampai disini mungkin masih terdengar normal, tidak ada yang berbeda. Namun, yang membedakan dengan yang lain adalah, ketika sang anak merantau, maka ia tidak akan kembali ke keluarga nya sampai dirasa sukses, atau setidaknya sampai lulus dari pendidikan yang dijalani.
Tradisi di atas adalah cerita seorang teman yang tengah rindu kepada kedua orang tua nya. Aku rasa, tradisi itu sama seperti hubungan sepasang kekasih yang masih saling menyayangi namun perlahan hubungan ini tidak menyamankan salah satu dari mereka. Bukan, bukan karena hubungannya yang salah, yang patut disalahkan dalam hal ini adalah perubahan. Iya, perubahan yang dialami salah satu dari sepasang itu tadi. Perubahan yang sebenarnya sangat tidak diinginkan. Perubahan yang kelak hanya menyakiti salah satu saja terus menerus. Apalah daya hubungan itu kedepannya? Sama, sungguh sama seperti seorang anak tersebut. Ia harus meninggalkan daerah nya, keluarga nya untuk mengejar impian, juga hidup yang jauh lebih baik diluar sana. Apakah ia sakit? Iya. Bayangkan, pergi dari rumah nya setelah 17 tahun, dan tak akan kembali selama kurang lebih empat tahun kedepan. Apalah daya sepasang kekasih yang salah satu nya sudah perubah dan tidak menyamankan pasangannya seperti dulu? Sekeras apapun ia mencoba untuk mengembalikan dirinya lagi, sekeras itu juga kenyataan pahit yang harus dihadapi. Selama-lama nya ia mencoba mempertahankan, selama itu juga ia menyakiti pasangannya. Hingga akhirnya tidak ada jalan lain selain pergi, berpisah, dan berjalan di dua arah mata angin berbeda.
Apakah ia tidak merasa sakit? Sungguh, sakit sekali. Siapakah yang ia salahkan? Tidak ada hal lain yang patut disalahkan selain dirinya sendiri. sama seperti perantau yang meninggalkan rumah, kekasih yang sudah berubah itu juga terpaksa harus meninggalkan 'rumah' nya setelah beberapa waktu kebersamaan mereka. Ia harus mencari jalan lain. Untuk hidup yang lebih baik, setidaknya memberikan waktu untuk pasangan yang sudah mereka lepaskan mencari kebahagiaan. Jelas, sang pasangan tentu akan sakit hati, akan menangis, pada awalnya. Namun, lebih baik seperti itu dan beberapa minggu, atau bulan setelahnya ia akan menemukan kebahagiaannya sendiri. Menemukan apa yang selama ini tidak ia temukan bersama pasangannya yang sudah berubah itu tadi. Sama seperti perantau tadi, selalu ada pilihan ketika semua nya sudah berubah. Kembali, atau pergi lagi lebih jauh. Sepasang kekasih yang akhirnya berpisah itu juga akan berada di suatu masa, ketika semua nya sudah berbeda, ketika sudah sama sama dewasa dan dapat lebih berfikir rasional, dimana mereka akan dihadapkan lagi kedalam dua pilihan. Kembali ke 'rumah' yang sempat menyamankan mereka, atau pergi lagi lebih jauh dan tidak kembali. Namun tetap berjalan beriringan, saling mengetahui kisah masing masing, walau hanya sebagai teman.
Melepaskan, dan dilepaskan.Ketika akhirnya seseorang memilih untuk melepaskan, percayalah, ia tidak hanya akan melepaskan. Ia tentu sudah mempertimbangkan banyak hal lain. Seperti ketika kamu memiliki burung elang paling jantan, atau burung merpati paling indah. Mungkin kamu bangga memiliki nya. Namun bagaimana dengan elang itu? merpati itu ? Nyamankah mereka? Tidak ada pilihan lain selain melepaskan, meskipun sakit. Karna kamu bukanlah apa yang dia inginkan sebenarnya. Jadi, ketika seseorang sudah mulai melepaskan, ia sudah mulai sadar bahwa sesuatu itu tidak lagi berjalan dengan nyaman. Tidak lagi saling menguntungkan, malahan hanya akan merugikan orang lain jika terus bersama.
Siapapun, yang sudah tidak lagi menjadi kamu yang dulu, dan tak ada jalan lagi untuk kembali menjadi kamu yang dulu. Lepaskanlah, karna kamu hanya akan menyakiti sosok yang kamu sayangi, namun sudah tidak dapat lagi kamu sayangi dengan benar. Orang yang menyamankan hidupmu, namun sudah tidak lagi kami hangati hari hari nya. Dia yang memberikan kamu cerita, namun sudah tidak lagi kamu berikan cerita.
Kalian, yang akhirnya dilepaskan oleh yang kalian cintai, percayalah, ini untuk kalian. Percayalah, kedepannya akan lebih baik. Akan ada yang menyamankan kalian, akan ada yang membagi cerita nya untuk kalian. Tanpa berubah, tanpa menyiksa. Mengalir, hingga akhirnya bermuara di tempat yang indah dimana hanya ada dua kata, nyaman dan bahagia. Menangislah kalian sekarang, karna kebahagiaan yang hakiki akan segera datang. Ikhlaslah melepaskan karna jika tidak, kalian hanya akan terikat oleh sebuah tali, tidak akan ada jalan menuju kehidupan manapun.
Beginilah hidup. Suka tidak suka, kalian akan tetap dihadapkan pada sebuah pilihan. Tidak ada momen dihidup ini yang kita lalui tanpa sebuah pilihan. Memilihlah selagi kalian bisa memilih. Memilihlah yang terbaik. Memang, penyesalan pasti akan kalian rasakan suatu saat entah pilihan mana yang kalian ambil. Sekecil apapun itu. Akan tetapi kalian harus tetap konsisten dan jalani ini, lalu percayalah jika kalian mengambil pilihan lain yang menurut kalian tidak baik, maka itu tetap tidak akan menjadi baik. Sekeras apapun kalian mencoba.
"...Izinkan aku pergi dulu. Yang berubah hanya tak lagi ku milikmu. Kau masih bisa melihatku. Kau harus percaya ku tetap teman baikmu..." Tulus, Pamit
Tradisi di atas adalah cerita seorang teman yang tengah rindu kepada kedua orang tua nya. Aku rasa, tradisi itu sama seperti hubungan sepasang kekasih yang masih saling menyayangi namun perlahan hubungan ini tidak menyamankan salah satu dari mereka. Bukan, bukan karena hubungannya yang salah, yang patut disalahkan dalam hal ini adalah perubahan. Iya, perubahan yang dialami salah satu dari sepasang itu tadi. Perubahan yang sebenarnya sangat tidak diinginkan. Perubahan yang kelak hanya menyakiti salah satu saja terus menerus. Apalah daya hubungan itu kedepannya? Sama, sungguh sama seperti seorang anak tersebut. Ia harus meninggalkan daerah nya, keluarga nya untuk mengejar impian, juga hidup yang jauh lebih baik diluar sana. Apakah ia sakit? Iya. Bayangkan, pergi dari rumah nya setelah 17 tahun, dan tak akan kembali selama kurang lebih empat tahun kedepan. Apalah daya sepasang kekasih yang salah satu nya sudah perubah dan tidak menyamankan pasangannya seperti dulu? Sekeras apapun ia mencoba untuk mengembalikan dirinya lagi, sekeras itu juga kenyataan pahit yang harus dihadapi. Selama-lama nya ia mencoba mempertahankan, selama itu juga ia menyakiti pasangannya. Hingga akhirnya tidak ada jalan lain selain pergi, berpisah, dan berjalan di dua arah mata angin berbeda.
Apakah ia tidak merasa sakit? Sungguh, sakit sekali. Siapakah yang ia salahkan? Tidak ada hal lain yang patut disalahkan selain dirinya sendiri. sama seperti perantau yang meninggalkan rumah, kekasih yang sudah berubah itu juga terpaksa harus meninggalkan 'rumah' nya setelah beberapa waktu kebersamaan mereka. Ia harus mencari jalan lain. Untuk hidup yang lebih baik, setidaknya memberikan waktu untuk pasangan yang sudah mereka lepaskan mencari kebahagiaan. Jelas, sang pasangan tentu akan sakit hati, akan menangis, pada awalnya. Namun, lebih baik seperti itu dan beberapa minggu, atau bulan setelahnya ia akan menemukan kebahagiaannya sendiri. Menemukan apa yang selama ini tidak ia temukan bersama pasangannya yang sudah berubah itu tadi. Sama seperti perantau tadi, selalu ada pilihan ketika semua nya sudah berubah. Kembali, atau pergi lagi lebih jauh. Sepasang kekasih yang akhirnya berpisah itu juga akan berada di suatu masa, ketika semua nya sudah berbeda, ketika sudah sama sama dewasa dan dapat lebih berfikir rasional, dimana mereka akan dihadapkan lagi kedalam dua pilihan. Kembali ke 'rumah' yang sempat menyamankan mereka, atau pergi lagi lebih jauh dan tidak kembali. Namun tetap berjalan beriringan, saling mengetahui kisah masing masing, walau hanya sebagai teman.
Melepaskan, dan dilepaskan.Ketika akhirnya seseorang memilih untuk melepaskan, percayalah, ia tidak hanya akan melepaskan. Ia tentu sudah mempertimbangkan banyak hal lain. Seperti ketika kamu memiliki burung elang paling jantan, atau burung merpati paling indah. Mungkin kamu bangga memiliki nya. Namun bagaimana dengan elang itu? merpati itu ? Nyamankah mereka? Tidak ada pilihan lain selain melepaskan, meskipun sakit. Karna kamu bukanlah apa yang dia inginkan sebenarnya. Jadi, ketika seseorang sudah mulai melepaskan, ia sudah mulai sadar bahwa sesuatu itu tidak lagi berjalan dengan nyaman. Tidak lagi saling menguntungkan, malahan hanya akan merugikan orang lain jika terus bersama.
Siapapun, yang sudah tidak lagi menjadi kamu yang dulu, dan tak ada jalan lagi untuk kembali menjadi kamu yang dulu. Lepaskanlah, karna kamu hanya akan menyakiti sosok yang kamu sayangi, namun sudah tidak dapat lagi kamu sayangi dengan benar. Orang yang menyamankan hidupmu, namun sudah tidak lagi kami hangati hari hari nya. Dia yang memberikan kamu cerita, namun sudah tidak lagi kamu berikan cerita.
Kalian, yang akhirnya dilepaskan oleh yang kalian cintai, percayalah, ini untuk kalian. Percayalah, kedepannya akan lebih baik. Akan ada yang menyamankan kalian, akan ada yang membagi cerita nya untuk kalian. Tanpa berubah, tanpa menyiksa. Mengalir, hingga akhirnya bermuara di tempat yang indah dimana hanya ada dua kata, nyaman dan bahagia. Menangislah kalian sekarang, karna kebahagiaan yang hakiki akan segera datang. Ikhlaslah melepaskan karna jika tidak, kalian hanya akan terikat oleh sebuah tali, tidak akan ada jalan menuju kehidupan manapun.
Beginilah hidup. Suka tidak suka, kalian akan tetap dihadapkan pada sebuah pilihan. Tidak ada momen dihidup ini yang kita lalui tanpa sebuah pilihan. Memilihlah selagi kalian bisa memilih. Memilihlah yang terbaik. Memang, penyesalan pasti akan kalian rasakan suatu saat entah pilihan mana yang kalian ambil. Sekecil apapun itu. Akan tetapi kalian harus tetap konsisten dan jalani ini, lalu percayalah jika kalian mengambil pilihan lain yang menurut kalian tidak baik, maka itu tetap tidak akan menjadi baik. Sekeras apapun kalian mencoba.
"...Izinkan aku pergi dulu. Yang berubah hanya tak lagi ku milikmu. Kau masih bisa melihatku. Kau harus percaya ku tetap teman baikmu..." Tulus, Pamit
Langganan:
Postingan (Atom)